Alen dan Pertemuan [2]

3 1 0
                                    


Unit kegiatan mahasiswa radio kampus memiliki basecamp yang menjadi studio radio terletak di lantai dasar masjid.

Alen memperkirakan luas ruangan kedap suara itu bisa ditempatkan 20 orang dan memiliki berbagai ruangan lain. Dekorasinya tidak jauh-jauh dari koleksi kaset dan album musik yang tertata di ruang staf. Ada juga pigura poster yang ditandatangani band Tanah Air serta piringan hitam.

Sementara Alen dan penyiar berada di tengah ruang sendirian. Ada mixer, tiga microphone dan headset yang dipakai untuk siaran. Selama mengikuti instruksi Novan selama dua sesi, Alen merasa bosan dan ingin cepat pulang.

Sayang, aku merasa tidak baik-baik aja
Kedua kalinya kamu memanah hatiku
Sayang, kamu tega mematahkan hatiku
Pada malam-malam sunyi berduaan denganmu

Sedari tadi di pembukaan awal merasa ogah-ogahan, kini Alen mendadak menyimak lagu yang diputar di radio.

"Wanita Dambaan, pilihan lagu yang bagus," puji Alen saat Novan menulis script sesi bicara selanjutnya.

Novan yang mendengar pujian itu menatap Alen malu. "Thanks." Lalu ia melirik helm dengan stiker band Navy Five yang sejak awal menemani Alen. "Alen suka Navy Five?"

"Lumayan."

"Suka lagu apa aja?"

"Album Overload, rata-rata gue suka. Pujian untuk Puan, Pulang Segan Tanpa Tantangan, masih banyak lagi."

"Pujian untuk Puan itu yang pernah jadi soundtrack film Ada Apa dengan Lova, 'kan?"

"Iya betul." Alen mengangguk mantap.

"Selain Navy Five, ada band atau lagu yang Alen suka?"

Alen berpikir sebentar. Dia sempat melirik pajangan dinding studio dan melihat nama band favoritnya.

"Gen-Shy."

"Sama dong." Novan cukup tertarik. "Sebenarnya dulu gak tahu mereka siapa, tapi waktu ada promosi WekDi kebetulan dapat bonus album Meraih Bulan. Sejak itu gue mulai suka sama lagu mereka. Yah ... meski liriknya kebanyakan galau."

"WekDi?" Alen bertanya penasaran.

"Iya. Dulu ada kok, promosi album band. Tapi tahun ini sudah mulai ditiadakan. Jadinya di sana cuman dapat mainan."

Alen menunduk sejenak. Ia menemukan fakta lain dari pria berkacamata yang dianggapnya cupu ini. "Kak Novan sering makan WekDi?"

Novan mengangguk. "Iya."

Kemudian dia menatap Novan lagi. "Pernah makan nasi padang?"

Sang penyiar mengedipkan matanya berkali-kali dan menjawab, "Belum pernah coba."

Saat itu pula Alen menahan senyumannya dibalik tangan yang menutup mulut. Dia mengontrol wajahnya dalam sekali hitungan detik.

"Gak dibolehin cobain makan nasi padang sama ortu?"

Novan berpikir lagi. Matanya bergerak ke kiri seperti mengingat-ingat alasannya. "Di rumah gak ada yang pernah masak masakan Padang. Ortu agak picky soal makanan."

"Siapa yang biasanya masakin makanan?"

"Pembantu di rumah. Tapi gue juga suka masak waktu ortu pergi ke luar kota."

Alen tidak bisa meremehkan anak ini. Meskipun belum ada validasi, Alen merasa anak ini perlu dibukakan mata tentang makanan favoritnya.

"Kak Novan tadi siang udah makan?"

MAPS (Menanti atau Pergi Selamanya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang