Alen dan Pertemuan [4]

4 1 0
                                    

Alen memberikan jaket kulitnya kepada Novan agar pria itu tidak masuk angin. Perjalanan yang ditempuh akan cukup cepat seperti balapan motor. Motor sport vixion merah kala itu menjadi teman Alen selama pulang pergi. Pria itu sempat menolak diantar, tetapi Alen bersikeras.

Novan biasanya akan menunggu jemputan. Akan tetapi, lebih baik Alen mengantarnya agar pria itu segera membersihkan diri. Untungnya Alen memiliki dua helm. Mereka berdua masih memiliki pengaman, tetapi untuk pegangan Novan memilih berpegangan dengan sisi tas Alen.

Saat berhenti di lampu merah, Novan memajukan badannya. "Len, benaran gak apa-apa anterin aku?"

"Santai! Ini sebagai permintaan maaf karena gak sengaja mukul muka Novan," jawab Alen keras karena deru mesin transportasi di mana-mana.

"Aku paham atas tindakanmu tadi! Ini gak separah yang kamu pikirkan kok, hidungku masih baik-baik aja!"

Alen melihat lampu merah tengah berganti kuning. Dia memiliki ide di tengah waktu sempit.

"Novan!"

"Ya!"

"Kamu boleh peluk pinggangku!"

"Hah?"

"Peluk pinggangku atau kamu jatuh!"

Lampu hijau menyala, Alen siap gas pol paling depan.

"Kenapa—waaa! Alen pelan-pelan!" Novan reflek memeluk tas sekaligus pinggang Alen. Pria itu tak menyangka jika Alen memiliki jiwa balap yang liar.

Alen ingin tertawa, senang mendengar reaksi Novan reflek melingkar ke pinggangnya dengan erat.

Jalan raya yang mulus kala itu melancarkan Alen mengendarai motor sampai tujuan. Hingga akhirnya Alen memelankan laju motor saat memasuki kawasan perumahan elit.

"Jalan apa?"

"Jalan Buana Permai. Nomor AX-6."

Alen berbelok arah ketika menemukan jalan yang dimaksud Novan dan mencari nomor alamat rumah.

"Rumah pagar hitam itu! Yap stop."

Sampai di sana, Alen takjub dengan hunian-hunian elit yang mencuci mata. Terlebih hunian keluarga Novan sendiri. Setelah Novan turun dari motor barulah ia menurunkan stand motor dan membuka helm.

"Buset ... ini istana atau istana?" Alen kagum dengan rumah Novan yang luas dan lebar bak istana.

"Makasih banyak Alen udah mau nganterin aku jauh-jauh ke sini." Novan menyerahkan helm.

"Sama-sam—"

Novan menarik helmnya lagi. "Tadi itu berbahaya tahu! Benaran deh, aku hampir jantungan."

Alen menggaruk kepalanya. Ia agak merasa bersalah membuat anak orang ketakutan.

"Maaf Novan. Jalannya lagi mulus sih. Janji deh, gak bakal ngebut lagi."

Novan agaknya enggan menerima permintaan maaf Alen, tetapi kalau tidak ada Alen dia tidak akan cepat sampai rumah.

"Janji ya?"

"Janji!" Alen mengangkat dua jarinya bersumpah.

"Kak Novannn!"

Seorang gadis remaja berpakaian baju SMP keluar dari rumah mewah itu menuju pagar. Sepertinya gadis berkucir dua itu baru sampai rumah.

"Baru aja tadi kami mau berangkat tapi kenapa gak ja—" Gadis itu berhenti saat menyadari keberadaan Alen di atas motor vixion.

"Woah! Moge!" Gadis itu takjub sampai wajahnya keluar dari pagar. "Mirip kayak motor di Transformers!"

MAPS (Menanti atau Pergi Selamanya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang