13 - Tak Sekedar Mimpi

668 4 0
                                    

Matahari mengintip di balik cakrawala, memancarkan cahaya keemasan yang hangat di hamparan pantai Hawaii yang luas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari mengintip di balik cakrawala, memancarkan cahaya keemasan yang hangat di hamparan pantai Hawaii yang luas. Suara ombak yang berdebur lembut di pantai memenuhi udara dengan melodi yang menenangkan yang seakan memberi isyarat kepada semua orang untuk bangun dan menyambut hari yang baru. Di antara pasir putih yang bersih dan pohon-pohon palem yang menjulang tinggi, Maylin menemukan tempat peristirahatannya. Ia membentangkan handuk pantai yang cerah di bawah naungan pohon palem, dahan-dahannya bergoyang malas tertiup angin pagi. Aroma udara laut yang asin bercampur dengan aroma manis bunga-bunga tropis, menciptakan parfum yang khas Hawaii. 

Dengan mata terpejam dan senyum puas tersungging di bibirnya, Maylin menghirupnya dalam-dalam, merasakan ciuman lembut matahari di kulitnya yang semakin kuat setiap menitnya. Saat sinar cahaya hangat pertama menari-nari di kelopak matanya yang tertutup, ia merasakan beban dunia terlepas, sehingga ia dapat sepenuhnya membenamkan diri dalam keindahan saat itu. Pasir di bawahnya terasa sejuk dan lembut, menyediakan kasur alami yang membentuk kontur tubuhnya. 

Maylin berdiri, matanya masih terpejam, dan mengambil langkah pertamanya ke dalam ombak. Setiap langkahnya membawa sensasi segar dari air yang membelai kakinya yang telanjang, ombak yang berbusa menggelitik jari-jari kakinya sebelum kembali ke laut. Air semakin dalam, mencapai pergelangan kakinya, dan kemudian betisnya, sambil terus berjalan dengan santai. Tarikan lembut ombak semakin kuat, mendorongnya lebih jauh ke dalam lipatan ombak, tetapi dia tetap tidak gentar, langkahnya mantap dan pasti. Cakrawala, perpaduan warna jingga dan merah muda yang menyala, memantul di permukaan air, menciptakan jalur seperti cermin yang seakan menuntunnya menuju ke jantung matahari terbit. Semprotan air asin mencium kakinya, dan kesejukan angin laut membisikkan kata-kata manis di telinganya. Senyum Maylin mengembang saat ia melangkah lebih dalam, air laut kini berputar-putar di sekitar pinggangnya, ombak dengan ceria mendorong dan menariknya, seolah ingin berbagi rahasia dengannya. 

Dia merasakan perasaan yang luar biasa, seolah-olah dia selalu menjadi bagian dari tarian abadi antara daratan dan lautan. Dengan setiap ombak yang datang, Maylin merasakan pelukan lautan semakin erat di sekelilingnya, air naik ke dadanya, lalu ke lehernya, dan akhirnya ke dagunya. Ombak yang kuat memuncak dan menerjang dirinya, mengirimkan gelembung-gelembung dan air asin ke seluruh tubuhnya. Beban air semakin berat, menekannya, seolah-olah laut itu sendiri ingin menelannya sebagai miliknya. 

 Arus bawah semakin kuat, dan kekuatan ombak semakin mendesak, membungkusnya dalam pelukan berbusa dan mengancam untuk mencuri napasnya. Namun, Maylin tidak merasakan kepanikan, hanya rasa damai dan rasa memiliki yang mendalam. Mimpi itu telah menjadi metafora bagi pasang surutnya kehidupan, dan dia siap untuk menyerah pada kehangatan yang menyelimutinya, melepaskan semua kekhawatiran dan ketakutannya, dan menyatu dengan irama laut. Dunia di luar mimpinya memudar, hanya menyisakan simfoni ombak dan belaian matahari Hawaii. Saat ia terhanyut dalam balet akuatik ini, ia tahu bahwa ia telah menemukan rumah sejatinya di jantung pelukan lautan yang penuh mimpi.

Suara putranya yang tiba-tiba terdengar, "MAMA! MAMA!", membelah ketenangan mimpi Maylin seperti sebuah pisau. Matanya tersentak terbuka, dan dia mendapati dirinya tidak lagi berada di perairan pantai Hawaii yang tenang, melainkan di tengah lautan yang bergejolak. Deburan ombak yang lembut telah berubah menjadi hiruk-pikuk suara gemuruh dan benturan, dan sinar matahari yang hangat telah digantikan oleh cengkeraman dingin yang tak kenal ampun di sekitar tenggorokannya. Dia meronta-ronta, jantungnya berdegup kencang di dadanya saat beban air menekannya, paru-parunya terasa sesak. Kepanikan semakin bertambah saat dia mencari sumber jeritan itu, pikirannya berusaha keras untuk mendamaikan tempat yang damai yang baru saja dia masuki dengan kenyataan yang penuh gejolak yang kini menyelimutinya. Teriakan itu semakin keras, semakin panik, dan dengan tersentak ia menyadari bahwa suara itu adalah suara putranya, Leo. 

Ibu Kos Cempaka (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang