14 - Aku Juga Mau

813 4 0
                                    

Dengan kehangatan matahari yang mencium keningnya dengan lembut, Maylin melaju di jalan terbuka dengan mobil kebanggannya, angin memainkan rambutnya yang menari-nari mengikuti irama lagu rock klasik yang menyeru dari pengeras suara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan kehangatan matahari yang mencium keningnya dengan lembut, Maylin melaju di jalan terbuka dengan mobil kebanggannya, angin memainkan rambutnya yang menari-nari mengikuti irama lagu rock klasik yang menyeru dari pengeras suara. Langit di atas adalah kanvas dari awan gelap yang merenung, keindahan sinar matahari yang berhasil menyelinap masuk dan memancarkan cahaya keemasan pada aspal di depan. Terlepas dari bayang-bayang yang membayangi, ia merasakan kenyamanan yang tak dapat dijelaskan dalam dekapan jok berbahan kulit mobil dan dengkuran mesin yang stabil di bawahnya. 

Matanya tetap tertuju pada cakrawala, di mana matahari sedang berjuang dengan gagah berani melawan kesuraman yang merasuk, pemandangan yang melukiskan keindahan yang tenang yang tampaknya beresonansi dengan melodi musik. Saat akord terakhir dari lagu tersebut memudar, Maylin berhenti di tempat parkir yang ramai di toko minimart setempat. Ia mematikan mesin mobilnya dan menarik napas dalam-dalam, merasakan beban tanggung jawabnya sebagai pemilik rumah kos kembali berada di pundaknya. 

Aroma hujan semakin kuat, mengisyaratkan bahwa hujan yang akan turun akan sangat lebat. Ia mengambil sebuah keranjang dan berjalan menuju tempat penempatan barang-barang, pikirannya bergeser dari hal yang halus ke hal yang praktis saat ia dengan cermat memeriksa barang-barang yang ada dalam daftar belanjaannya : sayur segar, roti, susu, dan beberapa jajanan ringan untuk anak-anak kosnya. 

Setiap langkahnya bergema di toko yang hampir kosong itu, dengung lemari es dan gemerisik kantong plastik sesekali menjadi musik pengiring yang menenangkan saat ia menelusuri rak-rak, pikirannya melayang ke wajah-wajah familiar yang menunggunya pulang dan kehangatan makan malam bersama yang akan segera ia siapkan. Meskipun awan mendung di luar, Maylin merasakan sebuah tujuan, dedikasinya pada rumah kosnya menjadi mercusuar cahaya dalam lanskap kehidupannya yang terus berubah. Dengan setiap barang yang ia masukkan ke dalam keranjang, ia tidak hanya menyimpan persediaan, tetapi juga momen-momen tawa dan persahabatan yang pasti akan mencerahkan malam badai yang akan datang.

Simfoni yang tenang di toko kelontong itu tiba-tiba terganggu oleh nada dering ponsel Maylin yang ceria. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku dan melihat nomer baru."Halo?" sapa dia, suaranya merupakan perpaduan harmonis antara kehangatan dan profesionalisme.

"Hei, Bu Maylin" Suara Ario terdengar bersemangat. 

"Aku dapat nomormu dari temanku di kampus. Katanya, kosmu adalah yang terbaik di sekitar sini untuk orang yang sedang mencari tempat tinggal."

Maylin tidak bisa menahan senyum mendengar antusiasmenya. "Ah benar sekali," katanya. "Saya akan dengan senang hati menerima kamu untuk stay di kos saya. Apakah kamu membutuhkan kos sangat segera?"

"Iya Bu may, kalau bisa malam ini Aku mau udah ngekos" jawab Ario, ada sedikit harapan dalam nada bicaranya. 

"Selain tugas kampus, dan juga aku punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Kudengar kos di sana seperti rumah yang jauh dari rumah."

Ibu Kos Cempaka (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang