Prolog

1.3K 71 14
                                    

Tetes demi tetes air hujan membasahi tiap sudut kota. Senyuman lebar serta merta keceriaan tampak terlihat dari gadis kecil berumur kisaran enam tahun. Rambutnya ter kepang dua, baju seragam putih merah melekat di tubuhnya. Menjadi basah akibat hujan yang sengaja di lalui. Lebih tepatnya gadis itu bermain hujan di luar rumah. Tanpa pengawasan oleh orang dewasa.

Gadis kecil itu bersenandung pelan alunan lagu seraya menikmati rintik hujan. Tepat mengenai wajah lucunya. Taman bermain di sekitar area rumahnya menjadi tujuan utama yang dia datangi. Perlahan tapi pasti, kakinya melangkah mendekati area taman bermain itu.

Seluncuran tak terlalu tinggi di naiki, seiring tubuhnya merosot ke bawah. Ia tertawa bebas layaknya anak kecil. Tanpa tahu, kalau menjadi dewasa sangat mengerikan.

"Hey!"

Gadis itu terperanjat kaget. Mendengar seseorang berteriak di belakangnya. Lantas ia menoleh dengan wajah kebingungan.

"Nama kamu siapa?"

Gadis kecil berkepang dua itu menatap dari atas sampai ke bawah, orang di depannya seumuran dengan dirinya. Mereka masih sama-sama anak kecil.

"Sheila."

"Aku Febi."

Sheila yang di yakini sebagai gadis kecil berkepang dua itu mengangguk. Ia menatap Febi dengan senyuman lebar, "Kamu sekolah dimana?"

Febi terdiam. Beberapa detik kemudian, ia tertawa. Entah apa yang lucu, namun gadis itu tertawa cukup kencang. Suara gemericik hujan pun kalah.

"SD Lingga."

"Sama!" Seru Sheila begitu semangat. Mendapati mereka sekolah yang sama, tanpa ragu tangan Sheila menarik lengan Febi ke tempat berteduh.

"Hey! Aku masih mau mandi ujan!"

"Nggak boleh! Kata mama kalo lama-lama bisa sakit!"

Febi menghela napas pasrah, ia menatap Sheila dengan sendu, "Yaudah kalo gitu. Aku pulang ya?"

Sheila menampilkan raut wajah kecewa. Ia menahan tangan Febi supaya tidak pergi dari hadapannya.

"Jangan! Hujannya masih deres!"

Duarrrr!

Suara petir mengagetkan kedua atensi gadis kecil itu. Mereka saling berpelukan, memancarkan rasa takut yang menyerang sekujur tubuh.

"Aku takut.."

Sheila terkesiap, ia semakin erat memeluk Febi, "Aku juga takut!"

Kedua pipi mereka saling menempel. Sheila sedikit risih. Sejujurnya ia bukan tipikal orang yang mau di peluk-peluk seperti ini. Ia memberi jarak antara wajah mereka, sembari tangannya turun dari dekapan Febi.

"Rumah kamu dimana?" Tanya Febi. Gadis kecil itu memberi jarak di keduanya. Pelukan mereka jadi terlepas.

"Deket kok! Disini juga."

"Dimananya?"

Sheila menunjuk rumah kediamannya, "Itu!"

Febi mendelik kaget, ia menganga menatap rumah yang di tunjuk Sheila. Bukan karena rumah Sheila mewah maupun megah, melainkan ada hal lain.

"Kita tetanggaan!"

Tbc

-12 September 2024

Hujan Sore HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang