Sesuai janji Sheila, gadis itu membawa Febi ke taman tengah kota. Langit sore menampilkan keelokannya, burung-burung melintas di cakrawala, pepohonan melindungi gedung-gedung tinggi, serta Sheila dan Febi yang melangkah kecil di jalan setapak.
Melihat adanya kucing di netra Sheila, gadis itu mengeluarkan toples dari tas yang di yakini isinya makanan kucing. Dryfood. Sheila meletakkan makanan kucing di telapak tangan, hewan karnivora yang berukuran kecil itu berlarian menghampiri Sheila, alhasil tangannya di kerumuni 6 kucing.
"Ih! Bagi dong, Shei!"
Sheila menumpahkan sedikit makanan kucing ke rumput, lalu memberi toplesnya ke Febi.
"Kucingnya banyak."
"Boleh gue ambil nggak, ya?"
"Ambil aja. Kucing liar juga."
Setelah Sheila mempersilahkan keinginannya, Febi menatap semua kucing yang memiliki motif beragam. Tatapan netranya berhenti pada kucing yang bermotif abu-hitam, atau, yang di sebut kucing mujair.
"Lucu banget mujair," Febi menggendong anak kucing ke dekapan dadanya, "Masih kecil lagi. Gue ambil gapapa kan ya?"
"Mau lo kasih nama apa?"
Demikian Sheila berucap, tubuhnya kontan terduduk di rerumputan, bersama kucing yang mengerumuni kakinya. Pancaran mata menatap langit sore yang ke orenan, kembali ia tatap Febi penuh tenang.
"Shebi."
"Shebi?"
"Kepanjangan Sheila dan Febi."
Sheila menatap penuh arti, pandangannya turun ke anak kucing yang di gendong Febi, "Kenapa harus ada nama gue?"
"Karna nemu nya bareng lo."
Febi mendudukkan diri di samping bersama gelak tawa yang keluar dari si gadis pintar. Sheila menatap spekulasi pada netra Febi yang memabukkan, suara kucing terus mengeong meminta makanannya di beri lagi.
"Nggak ada nama lain?"
"Nggak ada. Maunya ini aja," Febi mengangkat anak kucing atau Shebi yang baru ia angkat menjadi anaknya ke depan mata, ia membalikkan Shebi, menampilkan pantat si kucing mujair, "Kucingnya cewek kok, cocok aja namanya,"
"Kita urusin bareng-bareng ya?" Lanjutnya, penuh harapan lewat tatapan mata ke netra Sheila.
"Nggak. Gue nggak suka kucing. Ntar eek sembarangan."
"Lo harus mau! Ntar gue kasih makan, lo yang mandiin. Biar berguna dikit peran lo disini."
"Gue gak suka kucing! Apalagi mandiin kucing! Mana bisa gue mandiin kucing."
"Gue tuntun sampe bisa."
"Terserah lo. Asal bobonya nggak di rumah gue."
Demikian Sheila berucap, pandangan Febi tertuju ke cakrawala, kemudian ia menatap Sheila sekilas. Oh, gadis itu cantik pikirnya. Di tambah sunset yang menebarkan pesona, makinlah Sheila keliatan cantik jika di pandang. Si gadis pintar mengelus bulu Shebi di pangkuan sang gadis nakal, secercah tawa keluar dari mulutnya yang terbuka sedikit.
"Itu lo suka kucing." Tunjuk Febi akan Shebi yang di elus gemas oleh Sheila.
"Pengecualian buat Shebi deh. Dia nggak nakal soalnya."
Febi terkekeh pelan, pandangan matanya kembali menatap matahari yang akan terbenam, "Bentar lagi ujian, Shei. Cepet banget ya rasanya."
Sheila memiringkan kepala, teringat penaikan kelas 9 hampir mendekati waktu, "Jangan lupa belajar, jangan nyontek jawaban gue mulu."
![](https://img.wattpad.com/cover/375386955-288-k683026.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Us Relationship Never Ends
Teen Fiction"Dih? Siapa juga yang mau sama lo?! O-G-A-H, OGAH!" -Sheila Zivana Faith "Eh anying! Lo pikir gue mau sama lo?! NAJIS!" -Febi Claudya Kiandra "Lo gila!" "Kalo gue gila, terus lo apa dong!?" "Lo stress tau gak! Masa ke angkringan pake kolor hello k...