Febi itu, kalau ke Dania itu sangat lemah lembut, sangat terbalik dengan sikapnya yang kasar ke Abel. Mungkin orang-orang berpikir bahwa Febi itu bersikap kasar ke Dania, namun nyatanya tidak!
Febi sangat menyayangi Dania dengan lemah lembut. Karena memang, sifat Dania yang kelewat lembut dan pendiam. Hal ini justru membuat Febi sangat menyayangi adiknya, rasanya mana tega ia menjahili Dania apalagi bersikap kasar.
Sifat Dania yang pendiam menurun dari sang mama. Oleh sebab itu, kesetaraan sifat mereka sangat berbeda. Tak memungkiri kalau Dania juga menyayangi Febi, namun, juga merasa kesal dengan sifat jahil Febi terhadap sang kakak sulung.
Hal yang sangat membuat Dania kagum dari Febi itu ialah Febi yang mengajarkannya tentang bersikap baik kepada sesama manusia. Seperti contohnya, Febi mengajarkan bagaimana caranya menyapa orang yang lebih tua maupun bersikap sopan ke orang yang lebih tua, lalu Febi juga mengajarkan bahwa kita tidak boleh semena-mena ke orang lain.
Dania tentu menerapkan prinsip Febi.
Di tambah lagi, kasih sayang Febi yang di berikan ke adiknya penuh dengan cinta. Sapaan ringan di pagi hari, membantu mengerjakan tugas sekolah, memberi perhatian besar serta menjaga Dania dari orang-orang jahat.
Walaupun Febi keliatan menjengkelkan dengan sikapnya, ia tetap memiliki hati selembut sutra selemah kapas gulali di depan Dania. Febi sangat menyayangi adik bungsunya, tolong camkan itu.
Seperti sekarang, Febi tengah mengikat rambut sang adik dengan penuh telaten dan hati-hati.
"Kamu ada tugas sekolah gak?" Febi bertanya dengan suara lembut. Setelah menyelesaikan ikatan rambut Dania secara rapi, ia mengusap pelan pucuk kepala Dania, lalu mengecup dahi sang adik dengan penuh ketulusan.
Dania merasakan hangatnya bibir Febi di dahinya, lima detik mengecup dahinya, wajah sang kakak kembali menjauh, seraya tersenyum manis.
"Nggak ada, kak!"
"Beneran nggak ada?"
Dania nampak berpikir beberapa detik lalu ia menggelengkan kepalanya dengan yakin, "Iyaaaaa, nggak adaaaa."
Febi tersenyum lagi, "Bagus deeeh. Besok mapelnya apa aja?"
Dengan gemas, Febi membawa Dania ke pangkuannya, menatap sang adik bungsu dengan pupil mata membesar. Ah, Febi sesayang ini terhadap Dania. Rasanya kalau Dania beranjak dewasa, ia tak sanggup melihat sang adik menikah dengan pria pilihannya.
Tiba-tiba wajah Febi berubah tegang. Pangkuan ini, mengingatkannya tentang kejadian seminggu yang lalu. Kalian tau? Semenjak kejadian itu, Sheila dan Febi di selimuti canggung yang tebal.
Semenjak kejadian itu...
Keduanya tak pernah lagi bertegur sapa.
Bahkan, atensi orang terdekat mereka, menjadi heran atas kecanggungan yang menyelimuti keduanya. Seolah, ini bukan Febi dan Sheila yang sering bertengkar karena masalah sepele. Sebenarnya Febi lah yang terlalu amat canggung.
Pikirannya berkata bahwa ciuman tanpa hubungan itu merupakan hal yang salah. Febi bukanlah anak kecil yang tidak mengerti percintaan, hanya saja ia terlalu bodoh menilai ciuman itu bisa membuat hamil. Tetapi, bukankah ini salah?
Ciuman dengan sahabat sendiri, ciuman tanpa hubungan yang jelas, ciuman yang di selimuti kehangatan.
Kalau bisa memilih, lebih baik Febi menolak taruhan Sheila. Jadinya seperti ini. Mereka sama-sama canggung. Bahkan, Febi menepati janjinya untuk tidak merokok selama seminggu.
"Kak!"
"Kak?"
"Kakaakk!"
Febi tersentak dari lamunannya, "I-iya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Sore Hari
Teen Fiction"Dih? Siapa juga yang mau sama lo?! O-G-A-H, OGAH!" -Sheila Zivana Faith "Eh anying! Lo pikir gue mau sama lo?! NAJIS!" -Febi Claudya Kiandra "Lo gila!" "Kalo gue gila, terus lo apa dong!?" "Lo stress tau gak! Masa ke angkringan pake kolor hello k...