Hari ini, jam menunjukkan pukul 05.30 pagi dan Joya sudah siap dengan seragam putih abu-abu nya. Sejak SMP, Joya memang terbiasa berangkat lebih awal. Saking awalnya, ia bisa dibilang menjadi siswi pertama yang tiba di sekolahnya itu, selain satpam dan petugas kebersihan. Jarak rumahnya ke sekolah, memakan waktu sekitar 15 menit dan Joya biasa melalui itu dengan berjalan kaki. Namun jika ada urusan yang penting, baru ia akan menggunakan sepeda tua milik neneknya itu. Seperti hari ini, ia sengaja berangkat lebih awal karena harus mengantarkan jualan mamanya ke warung - warung.
Setelah orangtuanya berpisah, mama Joya mulai mencari uang dengan berjualan roti dan kerupuk yang ia titipkan ke warung-warung. Sedangkan om Cakra? entah apa yang ia lakukan. Joya jarang sekali melihat ayah tirinya bekerja. Biasanya hanya tidur dan keluar rumah sepanjang hari. Begitulah kesehariannya. Tapi terkadang, Joya juga melihat ayah tirinya itu memberi uang kepada mamanya. Joya enggan bertanya pada mamanya perihal itu, karena pasti ia tidak akan mendapatkan jawaban apapun.
"Ma, nek.., Joya berangkat dulu ya. Assalamualaikum," ucapnya kepada mama dan neneknya setelah mencium kedua telapak tangan mereka.
"Wa'alaikumussalam, hati - hati," sahut mamanya.
Udara pagi ini begitu dingin, sejuknya terasa menembus di sela - sela tubuh Joya. Selain karena terlalu pagi, dinginnya hari ini pasti karena hujan yang begitu deras semalam. Terlihat dari dedaunan yang masih basah terkena tetesan air hujan, dan banyaknya genangan air di jalanan yang membuat Joya harus berhati - hati mengayuh sepedanya, agar tidak terkena cipratan air yang akan mengotori pakaiannya.
"Bu, ini ada titipan roti dan kerupuk dari mama," ucap Joya saat tiba di warung Bu Lia.
"Iya nak, kamu taruk aja disebelah toples permen ya," sahut Bu Lia pemilik warung yang terkenal sangat ramah, dan sudah cukup akrab dengan keluarga Joya. Joya kemudian meletakkan roti dan kerupuk tadi, lalu segera berpamitan untuk pergi. Sisa 2 warung lagi yang harus Joya datangi, dan kini Joya baru bisa sampai ke sekolahnya pukul 06.10
"Wah, tumben lo datang jam segini Jo. Biasanya juga lo duluan. Ya kan Yon?" ucap Yanto yang kemudian diikuti oleh anggukan dari Yono, teman sebangkunya. Merekalah "duo jumbo" yang biasa menemani Joya setiap hari, karena ikut datang lebih awal. Selain bisa bersantai di kelas, manfaat lain yang "duo jumbo" ini dapatkan adalah bisa menjadi orang pertama yang dapat meminjam buku catatan Joya untuk menyontek tugas tanpa perlu war dengan yang lainnya.
"Haha, iya nih. Lagi ada urusan tadi," sahut Joya sembari meletakkan tas di bangkunya. Bagi Joya, selain bisa lebih bersantai ketika datang lebih awal, ia juga kerap kali membersihkan kelasnya. Karena petugas piket selalu datang mepet jam masuk atau bahkan telat.
"Joya.....Joya kan baik hati dan berbudi pekerti mulia. Boleh gak yaa kalau gu---," belum selesai bicara, Joya langsung menjawabnya.
"Ambil aja di tas, sampul warna biru tua. Kalau udah selesai, taruk di kolong meja gue. Gue lanjut bersihin kelas dulu," seakan cenayang yang bisa membaca pikiran orang lain, Joya langsung paham maksud omongan Yanto. Karena itu sudah menjadi rutinitas tiap hari yang selalu ia dengar, dan tepat hari ini hanya ada tugas biologi yang harus dikumpulkan. Yono yang mendengar jawaban dari Joya, refleks tertawa.
Beberapa menit kemudian, suasana kelas menjadi hening. Yanto dan Yono yang sedang khusyuk menyalin tugas biologi dan Joya yang sedang sibuk membersihkan ruangan kelas. Tak terasa, satu per satu teman kelasnya pun berdatangan.
"Woy Jo, catatan lo mana? sini gue pinjam," ucap salah satu temannya, Farhan. Ia adalah orang yang kerap kali usil bahkan membully Joya. Bully "kecil-kecilan" katanya. Tidak sendiri, Farhan juga ditemani dengan kawan kentelnya itu untuk mengusili Joya, ada Gino, Dito dan Ivan.
Entahlah, sudah dari kelas X mereka selalu mengganggu Joya, hanya karena Joya tidak mau berbagi jawaban saat ujian ataupun karena sepeda butut yang Joya gunakan saat ke sekolah. Namun Joya tak pernah sekalipun berpikiran untuk membalas omongan mereka. Bagi Joya, itu hanya membuang - buang waktunya saja. Kecuali, jika benar - benar keterlaluan. Pasti Joya akan menyikapinya dengan tegas.
"Gue juga mau liat Jo"
"Gue juga ikutan"
"Berasa lagi antri sembako anjir. Riweuh amat. Untung gue bestie lo, bersyukur banget gue Ya Tuhan, gaperlu war sama yang lain. Hahahahaha," ucap Ana. Ana adalah sahabat dekat Joya, selain Naya. Ana terkenal dengan omongannya yang frontal, toxic, dan penampilannya yang tomboy.
"Betul tuh. Kita mah punya kartu unlimited buat bisa akses kapanpun ke Joya. Ya kan Jo? hehe," jawab Naya sembari menyenggol pelan lengan Joya. Naya adalah sahabat Joya yang setidaknya lebih waras daripada Ana. Joya yang mendengar omongan dari kedua sahabatnya itu, hanya bisa menggelengkan kepala. Tapi meski begitu, kedua temannya sangat baik kepada Joya. Mereka yang selalu memberi support kepada Joya, disaat hidupnya sedang tidak baik-baik saja.
Karena bel masuk akan segera berbunyi, Joya tidak mungkin merelakan bukunya untuk dipegang teman-temannya. Apalagi biologi adalah pelajaran jam pertama. Dan kalau sampai Bu Jamila tahu Joya membagikan jawabannya, ia pasti akan kena marah dan diusir dari kelas. Bu Jamila terkenal sangat garang dengan ciri khas siraman qolbu yang lamanya bisa sampai bel pulang sekolah berbunyi. Ini harus dicegah, tidak boleh dibiarkan terjadi.
Tak perlu waktu lama, bel masuk pun berbunyi. Dan terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.
"Selamat pagi anak-anak" sapa Bu Jamila yang kemudian disambut hangat oleh para siswanya.
"Selamat pagi Ibuu" secara bersamaan.
"Hari ini Ibu minta kumpulkan buku catatan kalian di depan. Ibu akan mengadakan kuis, dan Ibu sendiri yang akan menunjuk siapa orangnya. Tidak boleh ada yang saling memberitahu apalagi membuka buku paket dan lks,"
"Buju buset ya Allah, ada aja gerbrakannya Bu,"
"Astaga, ada aja yang bikin kaget usus gue pagi-pagi begini. Gak heran gue kalau kebelet berak mulu,"
"Semakin merasa ditunjuk, semakin ditunjuk beneran. Tetap tenang, tenang, sabar, dan menangislah kawan,"
Joya dan kedua sahabatnya yang mendengar itu tak kuasa rasanya menahan tawa. Namun harus mereka tahan, karena kalau sampai Bu Jamila dengar, bisa habis mereka bertiga.
"Baik Ibu mulai. Soal pertama Ibu minta untuk Ivan menjawabnya,"
"Allahuakbar, kan kan, dah gue dugong. Gue lagi yang kena," sahut Ivan yang kemudian diikuti gelak tawa ketiga temannya, Dito, Gino, dan Farhan.
"Siapa yang ketawa barusan? kalian bertiga ikut menjawab soal,"
"Alamak, ketawa adalah maut," seru Farhan.
Setelah 2 jam berlalu, kuis dari Bu Jamila akhirnya selesai. Bu Jamila pun keluar dari kelas. Dan anak-anak merasa sangat bahagia, karena terbebas dari jeratan siksa dunia itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Sakti
RomancePerihal percaya dan menerima segala takdir dari Tuhan, pastinya adalah bagian dari hidup. Hidup yang sesekali dipenuhi tangis, dan sisanya mungkin harus tersedu-sedu. Dari Ayah, gadis kecil kesayangannya kini bisa belajar, bahwa takdir bukanlah ten...