Hari ini, kelas XII IPA A sudah berkumpul di rukes (ruang kesenian). Banyak sekali alat musik, mulai dari tradisional hingga modern. Dan kini, semuanya tengah fokus pada bagiannya masing-masing.
Seperti hal nya Joya yang sedang asyik menari memainkan selendangnya dengan gemah gemulai, sangat lentur dan terlihat menjiwai sekali di setiap gerakan tangan, kaki, dan kepala sesekali. Tampak dari raut wajahnya yang seolah senada dengan rasa yang ia coba perlihatkan lewat hentakan kaki yang dihiasi dengan suara gemericik gelang dan lenggak - lenggok tubuhnya menambah syahdu tarian yang ia tampilkan.
"Parasmu begitu indah Joa. Semuanya terasa begitu candu untukku," ucap seseorang yang tampaknya begitu mengagumi Joya. Siapakah?
"Istirahat dulu napa, haus banget nih gue disuruh nyanyi mulu," ucap Nandi, sekretaris kelas XII IPA A.
"Bener tuh. Tangan gue pegel banget nih nabok - nabok gendang,"
"Yaelah, banyak ngeluh lo pada. Gue kasi waktu 15 menit. Kalau gak balik lagi, awas aja lo. Gue aduin ke Pak Penk kalau gak ikut latihan. Biar mampus nilai lo," tegas Farhan kepada teman kelasnya.
"Mainnya ngadu ke guru, gak asih ah," jawab Erwin.
"Yaiyalah goblok. Masak ngadu ke Tuhan. Mau lo, langsung terjun ke neraka?" timpal Ivan.
"Yaudah sih, malah ribut. Makin berkurang waktu istirahat kita nanti. Mending kalian cepet ke kantin, pas balik kesini," Joya berusaha untuk menenangkan temannya yang beradu mulut itu. Selepas itu, baru mereka semua pergi ke kantin.
15 menit berlalu, kini semua temannya telah mengikuti aturan untuk tidak terlambat kembali ke rukes. Kegiatan pun kembali seperti semula. Semuanya kembali sibuk dengan bagiannya. Hingga omongan Farhan berhasil membuat fokusnya terpecah.
"Hei kalian, dengerin gue dulu bentar. Gue mau kasih tau sesuatu. Lo tau gak? si bocil nih. Kesemsem sama Joya. Capek banget gue ngetawain ini dari tadi di kantin," Farhan menjelaskan sembari tertawa dan menunjuk seseorang yang disebutnya "bocil". Dia adalah Setya. Tubuhnya yang pendek dan gempal, serta wajahnya yang baby face membuatnya dijuluki sebagai bocil nya kelas XII IPA A.
"Cius lo?" tanya Dito memastikan.
"Sumpah. Gue denger di kantin, waktu dia ngobrol sama si Abim dan Ega" jawab Farhan.
"Masih bocil udah berani suka - sukaan aja tuh,"
"Cil cil, kencing aja masih belok lo. Haha,"
"Ngakak banget sih gue. Secara kan spek pacar Joya tinggi. Dan si bocil ini, seperti dedek - dedek yang hobby nya ngemut permen. Ya kan Jo?" sahutan dari mulut toxic Ana berhasil membuat Joya membuka suara.
"Kalian semua apaan sih, ngomong tuh dijaga. Gak punya etika banget. Dia temen kita," ucap Joya seraya pergi menghampiri Setya untuk meminta maaf, dan sayangnya Setya lalu beranjak bangkit dari duduknya dan pergi keluar rukes. Pasti hatinya sakit mendengar ocehan dari teman kelasnya itu.
"Mau kemana lo Cil? malu lo ya disamperin Joya. HAHAHAHAHA," teriak Farhan yang masih bisa terdengar oleh Setya. Tak lama kemudian, kedua temannya, Abim dan Ega pun pergi menyusulnya.
"Lo apaan sih Han. Jadi kacau kan latihannya? Gak ngotak banget jadi ketua," ucap Joya yang tampaknya sudah sangat pusing menghadapi kelakuan Farhan.
"Santai aja kali Jo. Hiburan doang. Lagian siapa suruh ngambekan? oh iya, kan bocil gemas. Haha," jawab Farhan.
Latihan pun terhenti karena bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa-siswi pun bersiap untuk pulang.
******
Joya memasuki pintu rumah dan melihat adik tirinya itu berlari menghampirinya.
"Kak Jo....ada ciki buat Cia gak?" tanya adiknya dengan penuh pengharapan.
Joya memang kerap kali membawakan ciki (makanan ringan) ataupun mainan untuk adiknya itu setelah pulang sekolah. Namun hari ini, ia tak sempat untuk membelinya. "Maaf sayang, kak Jo hari ini gak sempet beliin ciki buat kamu. Tapi besok, kak Jo janji bakal bawain gimana?"
"Eumm kak Jo janji?" tanya Cia memastikan, wajahnya terlihat sangat menggemaskan.
"Iya sayang, janji"
Seketika itu, Cia langsung pergi memeluk Joya. "Cia sayang kak Joa,"
Sesekali Joya mengelus pucuk kepalanya, lalu kemudian perlahan menurunkan tubuhnya agar sejajar dengan Cia dan bisa membalas pelukannya itu dengan sangat erat.
Hingga suara milik mamanya membuat keduanya berhenti melakukan aksi berpelukan layaknya teletubbies itu. "Jo, cepat sana bersih-bersih. Setelah itu, bantu mama buat roti di dapur,"
"Iya ma" jawab Joya sebelum meninggalkan Cia dengan sebuah kecupan manis di kedua pipi gembulnya. Pipi chubby yang selalu jadi incaran Joya.
Tak butuh waktu lama, Joya pun sudah siap untuk membantu ibunya di dapur. Ia akan membuat roti dagangan mamanya yang akan ia titipkan di warung-warung sekitar. Roti rasa keju favorit Joya, karena selain rasanya yang sangat ia suka, roti itu juga buatan mamanya yang penuh cinta dan kasih sayang. Mungkin hal itu yang membuat Joya kecanduan dengan rasanya. Setiap hari, Joya selalu membawa roti keju buatan mamanya ke sekolah sebagai bekal.
"Jo, besok mama gak bisa kasih uang saku sekolah buat kamu. Kalau bawa roti ini dua biji mau? satu bisa kamu makan di istirahat pertama, sisanya untuk yang kedua," tanya mamanya. Biasanya, Joya selalu membawa satu roti ke sekolah. Karena ia pikir, lebih baik roti itu untuk dijual agar bisa menghasilkan uang dan bisa membantu mamanya.
"Enggak usah ma. Joya gapapa kok kalau gak dikasih uang saku. Lagipula masih ada uang hasil olshop Joya. Rotinya nanti aku bawa satu aja ma kayak biasanya," jawab Joya.
"Yasudah kalau begitu. Besok pagi anterin ini ke warung-warung seperti biasa ya,"
"Iya ma"
Setelah itu tidak ada percakapan lagi antara keduanya. Mereka tampak sibuk membuat adonan roti keju. Hingga beberapa jam berlalu, roti keju buatan nona Joya dan mama Ayra sudah siap tersaji. Aroma sedapnya tercium menusuk hidung, hingga sampai di indra penciuman neneknya.
"Harum sekali roti buatan kalian. Ibu doain, semoga laku keras ya Ayra," ucap nenek ketika melihat jajaran roti yang tersaji di meja dapur. Masih hangat dan aromanya sangat nikmat.
"Iya bu, semoga." jawab Ayra
Setelah sibuk membuat roti di dapur, Joya pun segera menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
"Fyuh, pegel banget. Ini kalau tidur pasti nyenyak banget nih," monolog Joya. Tidak butuh waktu lama, Joya pun sudah terlelap dalam tidurnya. Memang tidur di saat kecapekan atau tidur yang ketiduran sangatlah nikmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Sakti
RomancePerihal percaya dan menerima segala takdir dari Tuhan, pastinya adalah bagian dari hidup. Hidup yang sesekali dipenuhi tangis, dan sisanya mungkin harus tersedu-sedu. Dari Ayah, gadis kecil kesayangannya kini bisa belajar, bahwa takdir bukanlah ten...