Bel istirahat berbunyi, Joya dan kedua temannya memutuskan untuk pergi ke kantin. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara sound sekolah berbunyi yang menandakan akan ada pemberitahuan.
"Assalamualaikum, pengumuman bagi seluruh ketua kelas dan bendahara kelas XII, mulai dari kelas XII A- J. Diharap segera ke ruang guru, menemui Ibu Fatimah. Terimakasih."
"Gue dipanggil nih. Kalian duluan aja ke kantin. Kalau cepet selesai, ntar gue nyusul," ucap Joya.
"Okedeh. Kita duluan," jawab Ana sebelum akhirnya pergi menuju kantin. Sedangkan Joya harus masuk kembali ke dalam kelas untuk memanggil Farhan. Yup! benar sekali. Farhan adalah ketua kelas dari kelas XII IPA A. Wali kelas sengaja memilihnya agar dia setidaknya bisa bertanggungjawab dan tidak selalu nakal di dalam kelas.
Selain itu, dia juga termasuk cowok yang paling ditakuti di kelas XII IPA A. Entah apa yang membuat teman-temannya merasa takut. Dipikiran Joya, dia hanyalah cowok nakal yang kerap kali tidak taat aturan. Pemilik tahta tertinggi seorang "Badboy" di kelas Joya. Begitulah teman kelas menyebutnya. Dan yang paling membuat Joya tercengang, banyak sekali cewek - cewek yang mendambakannya, bahkan memuja parasnya itu. Membuat Joya jadi bergidik ngeri.
"Kalian ada yang liat Farhan gak? Perasaan tadi masih anteng aja di bangkunya," tanya Joya kepada teman kelasnya.
"Noh, si Farhan lagi ngorok dibelakang," sahut salah satu temannya sembari menunjukkan tangannya ke arah tempat Farhan berada. Joya pun segera menghampirinya.
"Woy Han, bangun gak lo. FARHAN AFIF SURBAKTI," ucap Joya dengan keras sehingga membuat pemilik nama tersebut refleks bangun dari tidur antengnya.
"Lo mau bikin gendang telinga gue pecah hah?!" jawabnya.
"Kita berdua dipanggil ke ruang guru sekarang. Ayo buruan, gausa banyak tanya."
Kini, Joya dan Farhan sudah berkumpul di depan ruang guru bersama para perwakilan kelas yang lain. Kedua mata Joya tak sengaja beradu pandang dengan pemilik mata Hunter Eyes itu. Dean. Mantan kekasih Joya yang menjadi ketua kelas XII IPA B. Namun secepat mungkin, Joya mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Baik anak-anak. Tujuan Ibu mengumpulkan kalian disini adalah ingin menginformasikan bahwasanya akan diadakan iuran setiap kelas untuk mempersiapkan pagelaran seni. Nominalnya seribu rupiah per hari, dikumpulkan ke bendahara kelas. Dan nantinya, uang tersebut digunakan untuk membeli keperluan pementasan kelas masing-masing. Apakah bisa dimengerti?" tanya Bu Fatimah kepada seluruh perwakilan kelas XII.
"Mengerti Bu." Jawab mereka secara bersamaan
"Baik kalau begitu. Kalian boleh kembali ke kelas masing-masing," seru Bu Fatimah
Setelah itu, semua perwakilan kembali ke kelasnya masing-masing, begitupun Joya dan Farhan. Tak butuh waktu lama, mereka pun sudah berada di kelas. Farhan dan Joya pun segera memberitahukan informasi yang ia dapatkan kepada teman-temannya.
"Woy lo semua, dengerin omongan gue sampai selesai. Penting. Kalau sampai ada yang berani motong, gue penggal tuh leher. Jadi mulai besok, bakalan ada iuran kelas seribu/hari. Kumpulkan ke Joya. Kalau telat, denda 50 porsi bakso Bu Jubaedah. Paham semua?" tanya Farhan kepada seluruh teman-temannya.
"Paham" jawab mereka secara bersamaan.
"Banyak amat 50 porsi. Anak kelas aja 35 doang. Mau korupsi lo?" tanya Ega, anggota kelas penghuni bangku belakang.
"Sedekah bego. Sisanya noh kasik ke satpam kek, tukang kebun atau bokap nyokap lo di rumah," jawab Farhan dengan diikuti oleh suara tawa ketiga temannya itu.
"Yaelah, ada aja yang bikin duit gue makin boncos," begitulah sahutan dari Erwin, cowok wibu si tukang molor di kelas. Tiada hari tanpa ngebo.
"Iuran lagi iuran lagi, kas kelas gue aja belum lunas woy. Sampek pusing gue dikejar - kejar Joya tiap hari. Berasa buronan," yang ini adalah sahutan dari Tomo. Bagaimana bisa lunas kalau yang dia lakukan hanya memborong makanan kantin milik si Bu Jubaedah. Lemak doang yang dikumpulin.
"Gas totalin Jo sampai akhir. Gue bayar lunas langsung," kalau yang ini adalah sahutan dari sultan kedua kelas XII IPA A, yaitu Gino, sahabat Farhan. Karena nomor satunya sudah jelas ditempati ketua gengnya, Farhan.
Joya tak fokus dengan ocehan tak bermutu para teman kelasnya itu. Pikirannya sedang diam membatu, mengingat momen eye contact bersama mantan kekasihnya itu. Setelah berpisah, mereka memang tidak lagi bertegur sapa. Selayaknya orang asing yang tak saling kenal satu sama lain.
"Mikirin apaan lo Jo? bengong dari tadi. Gue gak tanggung jawab ya kalau lo kesambet setannya kelas XII A," ucap Ana sembari melihat Joya yang sedari tadi hanya melamun saja.
"Pasti dia lagi mikirin trik jitu menagih iuran ke teman yang spek buronan polisi. Sangat berat. Begitu berat beban Joya," sahut Naya menambahkan sembari menepuk pelan pundak Joya.
"Kalian kenapa sih, gajelas banget. Pasti efek samping kebanyakan makan seblak. Udah gue bilang kan, makan seblak tuh jangan tiap hari. Gabaik buat kesehatan. Paham ga kalian?" kali ini Joya bersuara setelah sekian abad purnama melamun memikirkan bang toyib yang tak pulang-pulang itu.
"Yaelah, lagian siapa juga yang makan seblak tiap hari. Buktinya kalau tanggal merah kita gak makan kok. Ya kan Nay?" jawab Ana membela diri. Sedangkan yang ditanya langsung menganggukkan kepalanya.
"Suka-suka kalian deh. Gue mau ke toilet, bye. Jangan ikutin gue," ucap Joya kemudian berlalu pergi ke luar kelas.
Letak toilet tidak begitu jauh dari kelasnya. Suasana koridor tampak sepi, karena bel masuk telah berbunyi. Sedangkan kelasnya sendiri begitu ramai karena Pak Mail tidak bisa mengajar hari ini. Tak butuh waktu lama, Joya sudah sampai di depan toilet. Namun saat kakinya ingin melangkah masuk, terdengar suara sapaan dari seseorang di belakangnya yang membuat langkah Joya terhenti.
"Joya... tunggu. Ini aku," suara itu, Joya kenal betul siapa pemilik suara berat itu.
Deann, batinnya.
Suara langkah kaki dari sosok yang berada di belakangnya terdengar semakin dekat. Desiran angin seolah menyatu dengan degupan jantung yang berjalan berirama. Dan kini, suara itu terhenti.
Joya pun memberanikan diri untuk membalikan tubuhnya. Dan benar saja seperti apa yang ia duga. Dean berada di hadapannya, dan kali ini begitu dekat. Sangat dekat. Sampai deru nafas milik Dean bisa ia rasakan. Tatapan matanya masih sama, begitu tajam. Membuat siapapun terkunci, terhipnotis dibuatnya. Tatapan mata itulah yang membuat Joya jatuh, sedalam mungkin, kepada Dean.
"Maaf, maafkan aku Joya. Aku mau kita bisa kembali lagi seperti dulu. Kita mulai lagi, kita perbaiki lagi semuanya. Aku akan berubah jadi seperti yang kamu mau. Aku berjanji untuk itu Joya."
Tak ada jawaban dari Joya, dadanya begitu sesak. Sakit sekali. Namun sayang, air mata itu berhasil lolos mengalir membasahi pipi Joya. Mungkin itu, jawaban yang bisa Joya berikan sebelum ia akhirnya pergi meninggalkan Dean yang kini diam mematung menatap langkah kaki kecil milik Joya yang semakin jauh dan menghilang dari kedua pandangan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Sakti
RomancePerihal percaya dan menerima segala takdir dari Tuhan, pastinya adalah bagian dari hidup. Hidup yang sesekali dipenuhi tangis, dan sisanya mungkin harus tersedu-sedu. Dari Ayah, gadis kecil kesayangannya kini bisa belajar, bahwa takdir bukanlah ten...