04

231 32 11
                                    

Boleh minta vote dan komennya gak guys?

*****

"Jun? Dari mana saja kau? Kau keluar lebih lama dari yang kukira." Tanya Haruto kala mendengar suara pintu depan terbuka, diikuti suara gemerisik Junkyu membersihkan salju dari jaketnya.

"Kau sudah mem-apa yang terjadi?" Haruto seketika terkaget kala ia melihat kondisi Junkyu. Rambut basah oleh salju dan mata memerah dan sembab oleh air mata. "Apa yang terjadi dengan matamu?" Haruto berusaha meraih wajahnya untuk lebih dekat melihat kondisinya.

"Tidak ada." Dalih Junkyu, berusaha melewati Haruto untuk menuju kamar mandi.

"Kau habis menangis?"

Junkyu seketika berhenti melangkah. Meski ia tidak membalikkan badannya, ia tahu Haruto sedang memandangnya dibalik punggungnya.

"Ini karena si brengsek itu. Iya kan?" Alih-alih terdengar seperti sebuah pertanyaan, kalimat Haruto lebih terdengar seperti meminta konfirmasi.

Junkyu tersenyum getir. "Jadi apa yang dikatakan Hyunsuk benar. Kau juga mengetahui semuanya."

Jeda sejenak dan kemudian Haruto menjawab. "Ya. Aku juga memberikan sebuah pukulan keras ke wajahnya saat itu. Dan jika melihat semuanya sekarang, aku menyesal hanya melayangkan satu kepalan tanganku padanya."

Junkyu mengeratkan rahangnya menahan rasa malu dan marah pada dirinya sendiri. "Haruto apa urusanmu, hah?! Apa yang ada di pikiranmu hingga kau kira bisa ikut campur dengan urusanku?"

"Jun? Kau seharusnya berterimakasih atas apa yang telah aku lakukan pada pria brengsek itu! Apa kau sedang membelanya saat ini?"

Junkyu bungkam. Ya, apa yang ia lakukan saat ini? Ia merasa bingung dan kaget atas semua yang terjadi. Ia merasa marah. Ia merasa bodoh, dan malu. Namun ia tak mengerti, mengapa ia melampiaskan semua ini pada pria di hadapannya ini?

Junkyu menggigit bibirnya erat-erat. Kerongkongannya tercekat, dan bernafas terasa begitu sulit baginya. Ia merasa malu. Amat sangat malu.

Hentikan. Jangan mengangis, Kim Junkyu.

Jangan menangis.

Haruto menarik sebuah helaan nafas, dan dengan perlahan meraihnya ke dalam pelukan.

"It's okay, Jun. Tidak apa-apa."

Dan ketika Junkyu menyandarkan kepalanya ke dalam pelukan itulah ia bisa membiarkan dirinya menangis kembali. Untuk pertama kalinya sejak Junkyu mendengar kabar buruk tersebut, ia merasa cukup hangat.

"Aku pasti nampak memalukan dan bodoh saat ini, iya kan?" Junkyu bergumam pelan di antara isak tangisnya.

Haruto terdiam sesaat, hingga Junkyu merasakan satu tangan Haruto mengusap kepalanya  pelan.

"Tidak. Jika ada yang bodoh, itu adalah si brengsek itu. Ia seharusnya menyesal telah memilih orang lain dibanding dirimu."

Jika ini di kondisi lain, mungkin Junkyu sudah akan membantah ujaran Haruto. Memulai perdebatan lain di antara mereka.

Namun untuk saat ini, ia tidak ingin melakukannya. Apa yang ia butuhkan hanya sebuah pelukan yang sedikit lebih lama. Jadi ia membiarkan dirinya mendapatkan itu semua.

*****

"Berhenti minum, Jun. Kau sudah mabuk." Haruto menghela nafas dalam, berusaha merebut gelas soju yang entah sudah gelas keberapa Junkyu teguk sore itu. Lelaki mungil itu hanya menggerutu, bergumam tidak jelas tentang 'jangan ikut campur dalam kehidupanku yang menyedihkan' sambil merengek kesal.

[4] Be With You | HarukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang