08

150 40 11
                                    

Haruto mengabarkan selama makan siang bahwa petugas asuransi akan datang untuk mengecek kerusakan pada mobilnya siang ini. Jadi kemungkinan besar, mereka akan bisa pulang sore hari ketika semuanya selesai diperbaiki.

Dan selama makan siang pula lah Junkyu menimbang-nimbang kapan ia harus mengajak bicara Haruto untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Hingga ketika mereka kembali ke rumah danau, Junkyu pun memutuskan menyudutkannya untuk mengajaknya bicara.

"Haruto, kurasa kita perlu bicara."

Haruto menoleh sekilas pada Junkyu, namun tak lama kemudian mengabaikannya kembali, nampak sengaja menyibukkan diri mencari kunci mobil di ranselnya.

"Tidak sekarang. Petugas asuransi sudah ada di perjalanan jadi aku harus segera memeriksa kondisi mobil yang sudah lama tidak aku cek."

Junkyu menarik nafas seraya memejamkan mata untuk mengumpulkan kesabaran dalam dirinya. Sudah ia bilang sebelumnya. Ia tahu ini semua tidak akan mudah.

"Hanya sebentar, Haruto. Ini tidak akan memakan waktu hingga berjam-jam."

Di luar dugaan, Haruto kemudian mengalihkan perhatiannya pada Junkyu. Berbalik untuk menghadap lelaki mungil itu dan memasang wajah menunggu.

"Oke. Katakan apa yang ingin kau bicarakan."

Junkyu menarik nafas sebelum akhirnya ia mulai berbicara. "Baiklah. Yang pertama, aku minta maaf. Maaf karena sudah berpikir dan mengatakan hal yang tidak benar tentang dirimu. Aku tidak tahu dan aku menyesal karena semua itu." Ujar Junkyu memandang ke segala arah kecuali pada pria di hadapannya.

Haruto memandangnya, dan kemudian menghela nafas.

"Oke. Aku memaafkanmu."

"Dan yang kedua." Junkyu menahan Haruto sebelum pria itu kembali mengabaikannya. "Bisakah kau berhenti marah padaku? Maksudku, aku tahu aku telah salah bicara tentang dirimu. Namun kau hanya perlu menjelaskannya alih-alih marah padaku."

"Sejujurnya aku tidak marah. Aku hanya kecewa. Marah dan kecewa adalah dua hal yang berbeda." Haruto melipat lengannya di dada, menyandarkan tubuhnya di sisi meja dan menatap Junkyu seakan ia tak mau kalah.

"Tidak, kau marah, Haruto. Kau jelas-jelas marah. Dan jika memang benar, mengapa kau harus kecewa? Kau tidak perlu kecewa hanya karena aku memiliki opini tertentu terhadapmu."

Haruto menggeleng, nampak mulai kembali kesal. "Hentikan, Jun."

"Kenapa? Kau boleh memiliki opini tentangku, Haruto. Apapun itu. Lalu mengapa aku tidak boleh beropini tentangmu? Apakah semua ini bahkan sepenting itu bagimu?"

Itu adalah rasa kesal yang berbicara dari mulut Junkyu saat itu. Ia kesal karena tidak tahu jalan pikiran yang dimiliki Haruto. Ia kesal karena Haruto mengabaikannya.

Dan ia kesal karena ia merasa tak mengerti dengan semua yang ia rasakan saat itu.

"Itu penting untukku."

"Kenapa?" Junkyu memandangnya tajam.

Haruto mengedikkan bahu, menghela nafas kesal. "Tidakkah semuanya kurang jelas? Karena aku menyukaimu, bodoh."

"Yah tentu saja kau menyu-Hah?!"

Sebuah ombak besar seakan melahap Junkyu tanpa peringatan. Membuatnya merasa kaget, sekaligus terombang-ambing tak mengerti dengan apa yang terjadi. Junkyu jelas-jelas tidak menduga jawaban semacam itu.

"A-apa?"

"Kau mendengarnya, Junkyu. Aku menyukaimu, dan karena itulah pandanganmu terhadapku sangat penting. Apa kini kau masih mau bilang bahwa aku tidak memiliki hak kecewa ketika orang yang aku sukai menganggap diriku serendah itu?" Tanya Haruto, menyunggingkan senyuman arogan di sudut bibirnya.

[4] Be With You | HarukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang