=CTY'06=
"Nikahi saya sekarang juga, atau pulang dan jangan pernah temui saya lagi. Satu langkah anda keluar dari rumah ini, sama dengan tidak ada laginya kesempatan untuk anda memperistri saya."
Khai sukses membuat semua orang di sekelilingnya terperangah. Bahkan, dirinya sendiri. Khai tidak mengerti bagaimana bisa ia spontan berujar demikian. Penawaran implusif tersebut entah akan berakhir seperti apa.
"Khai, bisa-bisanya kamu---" Galuh bahkan kehabisan kata untuk menegur cucu semata wayangnya tersebut.
Ashfan? Pria itu masih terpaku di tempatnya. Entah apa yang dia pikirkan, yang pasti penawaran dari Khai benar-benar membuatnya terkejut dan bingung secara bersamaan.
Terlanjur basah, Khai tidak punya pilihan selain terus mendesak maju. Prinsip hidup yang nyaris roboh karena terjangan dari sana-sini membuatnya sulit berpikir jernih. Jadi, sekarang Khai pasrah saja, mempertaruhkan masa depannya di tangan Ashfan. Demi Galuh, ia akan melonggar sedikit dengan memberi kesempatan kecil pada si Bapak Meteri Sosial tersebut.
"Kamu ini sudah ngebet nikah atau bagaimana, Khai?" pertanyaan dari Zaidan hanya Khai tanggapi dengan lirikan tak peduli.
"Ning, coba kasih tau alasan kenapa kamu memberikan penawaran seperti itu pada Ashfan?" kali ini Kyai Ibrahim yang buka suara.
Khai menggeleng pelan. "Gak ada alasan."
"Khai, kamu tau 'kan menikah itu butuh persiapan? Kamu mau nikah bukan jualan tahu bulat yang bisa digoreng dadakan." Galuh tidak tahu seperti apa cara kerja otak cucunya, tapi ia berkewajiban untuk menyadarkan. Perempuan yang dikenal luar biasa oleh orang-orang di luaran sana ini memang kadang ada saja tingkah nyelenehnya.
Khai terdiam. Benar juga, semuanya butuh persiapan. Ashfan juga pasti ingin pernikahannya dihadiri oleh keluarganya. Eh---tapi, dia kan memberikan penawaran ini supaya pria itu mundur. Jadi, tidak salah 'kan? Khai yakin si Bapak Mensos itu akan berpikir ribuan kali dan berakhir menolaknya.
Ck! Rupanya meski sedang kalut dan terkesan spontan, otaknya bisa bekerja dengan baik juga.
"Oppa, diem dulu. Khai udah pikirin ini baik-baik. Kalau Pak Ashfan serius menikahi Khai, semuanya bisa jadi mudah kok. Kita bisa nikah siri di sini hari ini, lagian Khai gak bakal minta mahar aneh-aneh. Nanti resepsinya nyusul sekaligus daftarin pernikahannya ke KUA. Wali nikah sama saksinya udah ada. Apa lagi coba?" Khai menyeringai puas atas perkataannya sendiri meski agak gila.
"Khai, Ashfan juga punya keluarga," sahut Galuh.
"Sudah-sudah." Kyai Ibrahin berusaha melerai, seolah bisa membaca kekukuhan yang tampak di wajah cucunya. "Kita tanya Ashfan-nya langsung saja. Bagaimana le?"
Ashfan yang sejak tadi diam dengan kepala tertunduk itu akhirnya mendongak, senyum tipis terpatri di wajahnya. Sekilas ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, memastikan sekarang sudah pukul berapa.
"Maaf sebelumnya, seperti yang Oppa bilang, saya juga punya keluarga, mereka juga pasti ingin menghadiri pernikahan saya meski hanya akad saja. Selain itu, saya juga gak bisa membatalkan janji yang sudah saya sepakati dengan Bapak Wali Kota. Bukan saya lebih mementingkan pekerjaan saya dari pada lamaran ini, tapi karena saya harus amanah terhadap tanggungjawab yang saya emban." senyum itu masih tampak tenang, tidak ada kegusaran mau pun kesenduan di dalamnya. "Saya pantang mengkhianati janji, sekecil apapun itu, kalau saya sudah berjanji, saya memiliki kewajiban untuk memenuhinya selagi saya mampu. Jadi, maaf, saya tidak bisa kalau harus menikah hari ini. Saya tidak mau mengucap janji suci di hadapan Tuhan dengan meninggalkan janji saya yang lain. Lagi pula, dengan pekerjaan saya, saya tidak bisa kalau hanya memikirkan diri saya sendiri. Saya tidak bisa seenaknya memakai wewenang yang saya miliki hanya untuk kepentingan pribadi," lanjut Ashfan dengan lugas tanpa ada niat untuk meminta kelonggaran pada Khai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Romance"Nikahi saya sekarang juga, atau pulang dan jangan pernah temui saya lagi. Satu langkah anda keluar dari rumah ini, sama dengan tidak ada laginya kesempatan untuk anda memperistri saya." Setelah luka yang ditorehkan sang ayah, Khai memutuskan untuk...