=CTY'13=
Tenang itu mahal. Dan Khai tahu bahwa sebuah ketenangan tidak akan pernah ia dapatkan selagi namanya masih tersohor sebagai pengacara kondang yang cukup disegani sekaligus ditakuti oleh banyak pihak.
Sebagian orang mungkin akan mengatakan, bahwa Khai terlalu muda untuk menyandang predikat tersebut. Tapi, memangnya siapa yang bisa menutup mata atas segala pencapaian yang sudah Khai raih di usianya sekarang?
Tidak ada. Semua orang tahu bahwa Hafshah Zahira Khaireen terlampau luar biasa.
Beauty, rich, smart, privilage, independent, educated, talented, and religius.
Hanya orang gila yang mengatakan bahwa Khai sekadar 'gadis muda biasa'.
Dan apakah menurut kalian, Khai puas dengan pencapaiannya saat ini? Jawabannya, tentu tidak. Khai tidak akan puas sampai ia bisa menegakkan keadilan di negeri tempatnya berpijak ini. Khai tidak akan puas sampai semua tindakan kriminalitas dan diskriminatif musnah dari peradaban.
Namun sayangnya, ia hanya manusia biasa. Khai hanya dianugerahi dua tangan yang tentu tak mampu untuk menjangkau seluruh sudut yang ada di dunia. Jadi, yang dilakukannya adalah berusaha semaksimal kapasitas yang ia punya. Khai tidak mau hidupnya berjalan secara sia-sia.
Tuhan memberinya kecerdasan di atas rata-rata, harta yang melimpah, dan tahta yang menjanjikan. Jadi, Khai berdoa di setiap sujud terakhirnya, agar ia tetap berada di jalan yang benar dan sanggup mempergunakan segala privilage yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
Khai memiliki mimpi yang besar. Ia ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Khai ingin menegakkan keadilan meski ia tahu bahwa nyawalah yang menjadi taruhannya.
Sejak pertama kali mengikrarkan diri sebagai seorang pengacara yang bersedia membela keadilan dan kebenaran, Khai tahu bahwa di setiap langkah yang ia patri, nyawanya tidak pernah bisa dikatakan aman. Teror seolah sudah menjadi makanan sehari-hari. Tekanan luar biasa dari banyak pihak yang memiliki tahta dan uang sudah menjadi hal biasa yang ia terima.
Tapi, sekali pun, tidak pernah terlintas dalam pemikirannya untuk menyerah apalagi memutuskan mengikuti arus hukum di negerinya saat ini.
Khai tetap pada pendiriannya untuk membuktikan bahwa keadilan yang ia perjuangkan tidak akan pernah bisa dibeli dengan uang.
Meski ia tahu, ketenangan yang diidamkan banyak orang tidak akan pernah dirinya dapatkan karena hal tersebut.
Khai tidak peduli. Ketenangan bukan sesuatu yang dia incar di dunia fana ini. Bagaimana bisa ia memilih hidup tenang ketika urusan matinya masih perlu dipertanyakan.
Maka, Khai mengganti ketenangan itu dengan kelegaan. Lega saat ia berhasil mengembalikan senyum banyak orang yang telah terenggut secara paksa. Lega saat ia berhasil memenangkan persidangan dengan bukti valid yang menyatakan bahwa client-nya tak bersalah.
Khai tidak butuh tenang. Dia hanya butuh kelegaan yang membuktikan bahwa ia berhasil menjadikan dirinya sosok yang bermanfaat.
Meski begitu, nyatanya hidup tidak hanya berporos pada Khaireen seorang. Keberuntungan tidak akan selalu berpihak padanya. Sekeras apapun berusaha, menang dan kalah tetap menjadi sebuah resiko dalam ber-kompetisi.
Siapapun tentu tahu, bahwa dalam hidup, tidak semua hal berjalan seperti apa yang kita mau. Sebab manusia perlu belajar dari kegagalan, agar ia sadar bahwa semesta ini bukan kita pengendalinya.
Hidup tidak selalu berpihak pada orang yang benar, tidak juga selalu memanjakan orang yang menang atas kesalahan. Tapi, hidup memberi kita pilihan untuk menjadi orang yang benar atau sebaliknya. Sebab hukum tabur tuai itu ada. Kebaikan yang kita tanam saat ini, tentu hal itu pula lah yang akan kita tuai di masa mendatang, sesulit apapun proses menanam tersebut. Pun sebaliknya, keburukan yang kita tanam akan kita tuai pula di masa mendatang, tidak peduli sesenang apa diri kita saat berada dalam proses menanam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
Romance"Nikahi saya sekarang juga, atau pulang dan jangan pernah temui saya lagi. Satu langkah anda keluar dari rumah ini, sama dengan tidak ada laginya kesempatan untuk anda memperistri saya." Setelah luka yang ditorehkan sang ayah, Khai memutuskan untuk...