Xiao Ying akhirnya membuka mata, dan di balik ketenangan yang selalu dia tunjukkan, terlihat ada kepedihan yang mendalam. Dia hanya menatap tangannya yang mengeluarkan darah, lalu menarik napas panjang sebelum berbicara dengan suara yang nyaris berbisik. "Karena... apa gunanya mengingat sesuatu yang sudah hilang? Lian Ge... Shifu... perguruan kita... semua hancur. Dan Guang Yin adalah penyebabnya. Ah tidak, mereka mati karena aku, karena mereka berada di dekat ku."
Suaranya pecah di akhir kalimatnya, meskipun dia berusaha keras menahannya dengan menampilkan senyum tipis. Ada seberkas air mata yang tertahan di matanya, tapi Xiao Ying tidak mengizinkannya jatuh.
Xiao Ying menggenggam tangannya yang berdarah semakin erat, seolah ingin merasakan sakit fisik yang lebih besar daripada luka batin yang ia rasakan. Dia menundukkan kepalanya, rambut hitamnya yang panjang terurai menutupi wajahnya yang kini penuh emosi yang berusaha ia sembunyikan. Meskipun tubuhnya tetap tegap, seolah tak terkalahkan, ada sesuatu yang rapuh di dalam dirinya yang nyaris pecah.
"Aku tidak ingin mengingatnya," lanjut Xiao Ying, suaranya bergetar halus. "Mereka semua mati... karena aku. Guang Yin hanya melanjutkan apa yang sudah seharusnya terjadi. Aku adalah sumber malapetaka bagi mereka. Jika mereka tidak berada di sisiku, mungkin mereka masih hidup..."
Tiba-tiba, dia terdiam, menggigit bibirnya untuk menghentikan dirinya dari berbicara lebih banyak. Kepedihan yang selama ini ia tahan seperti bendungan yang nyaris jebol, tapi ia tetap berusaha menahannya. Xiao Ying sudah terlalu terbiasa menutupi luka-lukanya, baik fisik maupun emosional.
Yue Lan yang sedari tadi mendengarkan tanpa kata, merasa hatinya tersayat melihat sahabatnya berada dalam kondisi seperti ini. Dengan hati-hati, dia meraih tangan Xiao Ying yang berdarah, lalu dengan lembut membalutnya dengan sehelai kain. "Ying'er... jangan menanggung semuanya sendirian. Mereka memilih untuk tetap berada di sisimu, bukan karena kau adalah beban, tapi karena mereka peduli padamu."
Namun, Xiao Ying hanya menggelengkan kepalanya perlahan. "Mereka tidak seharusnya... Aku tidak pantas mendapatkannya."
Suara Yue Lan menjadi lebih lembut namun tegas. "Itu bukan hakmu untuk menilai. Kau tidak bisa menyalahkan dirimu atas keputusan mereka. Mereka tahu risiko yang mereka ambil, dan mereka tetap memilihmu."
Xiao Ying menatap sahabatnya dengan mata yang penuh luka, namun kali ini, dia tidak bisa berkata apa-apa. Dia tahu, jauh di lubuk hatinya, Yue Lan mungkin benar. Tapi rasa bersalah itu terlalu dalam untuk dihilangkan dengan kata-kata.
Chen Weikong, yang sedari tadi hanya diam mengamati, akhirnya buka suara. Tatapannya penuh pengertian, meski biasanya ia bersikap acuh. "A'Ying, kadang orang yang bertarung bersamamu bukan karena mereka harus, tapi karena mereka ingin. Mereka percaya padamu. Mereka tidak meninggal karena kau, tapi karena dunia ini memang keras dan penuh pertarungan. Jangan biarkan itu membunuh semangatmu juga."
Xiao Ying tidak menatap Chen Weikong, tapi dia mendengarnya. Untuk pertama kalinya, dia merasakan beban itu sedikit terangkat, meskipun tidak sepenuhnya hilang. Tetap saja, dia belum siap melepaskan rasa bersalah itu sepenuhnya.
"Aku... butuh waktu," ucap Xiao Ying akhirnya, dengan yang lebih tenang. "Untuk menerima apa yang sudah terjadi... dan mungkin suatu hari, untuk memaafkan diriku sendiri."
Yue Lan dan Chen Weikong mengangguk pelan, paham bahwa luka-luka seperti ini membutuhkan waktu untuk sembuh. Mereka akan tetap ada di sisinya, memberi dukungan, meski mereka tahu, hanya Xiao Ying yang bisa menyembuhkan dirinya sendiri.
"Aku ingin mencari udara segar, jika sudah selesai kembalilah ke penginapan duluan jangan menungguku." Xiao Ying berkata sembari memperlihatkan senyumannya seolah tak terjadi apapun. Setelah itu, ia berdiri dan berjalan meninggalkan ruangan, meninggalkan orang-orang terdiam dalam keheningan.
Selama beberapa menit, keadaan ruangan begitu hening tanpa ada yang berniat berbicara setelah Xiao Ying pergi. Delapan pemuda Beili yang sedari tadi diam, mencoba untuk mengutarakan isi pikirannya. Namun, sebelum mereka bisa berbicara Tuan Li memotong dengan mengatakan, "sudahlah, kita di sini bukan hanya untuk membicarakan tentang Xiao Ying dan Yue Lan. Tapi juga untuk merayakan diterimanya murid terakhir ku, Dongba," Tuan Li berkata sembari tersenyum. Ia mencoba mencairkan suasana yang sebelumnya sangat menegangkan dan emosional.
(Berlebihan sekali author ini🙂)Chen Weikong yang pertama menanggapi ucapan Tuan Li, "Ah, benar juga. Lebih baik kita kesampingkan dulu masalah ini, dan jika kalian masih penasaran kalian bisa bertanya pada Yue Lan atau A'Ying sendiri nanti jika dia sudah lebih tenang," ia berbicara dengan senyuman terpatri diwajahnya.
Setelah itu, suasana mulai terasa ringan. Di mana Tuan Li mengajak para muridnya untuk minum arak bersama, dan tentu saja mereka tak bisa menolaknya. Sedangkan Yue Lan, dia hanya diam. Dia masih memikirkan tentang sahabat yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri itu. Xiao Ying memang terlihat kuat dari luar. Dia memang orang yang cuek tapi terkadang sifat manja dan jahilnya juga akan keluar jika dia bersama dengan orang yang bisa membuatnya nyaman. Namun, dibalik sifatnya itu, dia sebenarnya sangat rapuh. Yah, meskipun dia tak pernah mengatakannya tapi Yue Lan tau Xiao Ying menyimpan begitu banyak luka dan yang pasti rahasia.
Suasana ruangan saat ini cukup tenang. Para pemuda Beili bahkan sudah tak sadar karena minum terlalu banyak. Ah, tidak semua. Masih ada Tuan Li, Dongjun, Xie Xuan yang memang tidak minum dan asik membaca saja sedari tadi, serta tentu saja Yue Lan. Jika kalian bertanya di mana Chen Weikong, dia sudah pergi sebelum Tuan Li mengajak muridnya minum arak. Katanya sih ada urusan yang harus diselesaikan.
Saat Dongjun sedang melihat saudara seperguruannya yang sudah mabuk, Xie Xuan yang sedang memakan makanan di atas meja dan Yue Lan yang termenung. Mereka dikejutkan oleh Tuan Li yang tiba-tiba mengatakan, "Arakku sudah habis. Sudah waktunya aku bertarung."
"Hah!"
Setelah itu, Tuan Li langsung terbang ke atap, bahkan atap ruangan itu jebol karenanya. Dongjun, Xie Xuan dan Yue Lan saling berpandangan sejenak, sebelum menyusul Tuan Li ke atap.
"Energi pedang ini kuat sekali," gumam Dongjun saat ia merasakan energi yang sangat kuat.
Saat itu, muncullah seorang perempuan? Memakai payung yang kedatangannya disertai dengan aura yang sangat kuat. Bahkan langit pun menjadi gelap, disertai gemuruh petir yang menambah suasana menegangkan itu.
Ditengah suasana yang menegangkan itu, Tuan Li berkata, "Kalian lihat. Akhirnya orang yang lebih berlagak dari murid ke-6 Xuan telah muncul. Dia membuat keributan sebesar ini, seolah takut orang lain tidak tahu siapa dia."
"Tapi Shifu, siapa dia?" tanya Dongjun.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Note :
Sorry telat updatenya🙏
Lagi buntu ide nih, dan maaf ya kalo ceritanya jadi makin ngebosenin. Udah makin bingung aku ini cerita mau dibawa kemana🙂
Dan aku juga mau nginfoin aja kalo mungkin ke depannya aku gk bkl Update satu minggu sekali kayak sebelumnya. Karena, lagi sibuk mikirin masa depan hehe...
Minta doanya ya, biar cepet dapat pencerahan dan gak mumet lagi deh😁
Jadi kalo nanti sering telat update maaf ya, tapi semoga aja gak lah. Kawal sampe End gk sih😌
Udah deh itu aja...Jangan lupa vote and comments!!!
See you in the next chapter 👋
Published » 20 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Mission in the Past ( Dashing Youth )
FanficXiao Ying seorang gadis yang ahli dalam seni bela diri maupun pengobatan. Ia adalah seorang pengembara misterius, menyimpan begitu banyak rahasia yang begitu dalam dan tidak ada yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Bagaimana jika tiba-tiba ia da...