[2] ⛅

51 18 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tidak,"

"setidaknya aku tetap ingin bermain denganmu. Selagi kamu masih di desa ini."

Suaraku berubah, kesedihan perlahan menyusup masuk ke dalam hatiku, tanpa bisa ku tahan.

༄.°༄.°༄.

Aku tidak ingin kehilangan momen ini, meski aku tahu, waktu kami tidak akan lama lagi. Azz menghentikan laju sepedanya, berbalik menatapku.

"Kita masih punya cukup waktu kok,"

Katanya dengan suara meyakinkan. Tapi aku tahu, waktu kami tidak sebanyak yang dia pikirkan.

"Eh? Masih punya banyak waktu? Kamu akan pergi dua minggu lagi kan?" tanyaku, suaraku tercekat.

"Ya, dua minggu, tapi itu masih lama. Kita masih bisa ke pasar malam 14 kali, pergi ke ladang 14 kali, bahkan kita juga bisa berboncengan 14 kali setelah itu,"

Jawabnya ringan, seolah semuanya bisa dihitung dengan mudah, seolah semua itu tidak akan membuat kami terpisah lebih jauh. Tapi aku tidak bisa menahan semuanya lagi.

"Setelah itu kita akan berpisah, tidak tahu kapan akan bertemu lagi! Lantas, apa yang membuatmu berpikir ini masih menyenangkan? Aku tidak mau semua itu, aku tidak mau ke pasar malam, ke ladang, atau berboncengan. Semua itu tidak berarti apa-apa kalau kau pergi, Azz. A-Aku hanya ingin dirimu....hanya dirimu!" Kata-kataku pecah bersamaan dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.

Aku menangis. Aku yang biasanya tegar, kali ini tak kuasa menahan semua perasaan ini. Rasa takut, kehilangan, kesedihan semuanya bercampur jadi satu. Kami baru 12 tahun, tapi entah kenapa rasa ini begitu kuat, menyesakkan hingga dadaku terasa berat.

Azz terdiam, tampak kaget melihatku menangis seperti ini. Dia mendekat, menyentuh pipiku yang basah karena air mata.

"Miku... aku... aku tidak bermaksud membuatmu sedih,"

Ucapnya pelan, suaranya lembut, berusaha menenangkan ku. Tapi aku tetap menggenggam tangannya yang ada di pipiku, menahannya di sana.

"Tidak, kau tidak membuatku sedih, Azz. Aku hanya... aku takut. Aku takut kehilanganmu. Aku tidak tahu kenapa, tapi ini begitu menyakitkan. Bahkan lebih menyakitkan daripada tenggelam tadi!"

Azz terlihat bingung, tapi dia juga sedih. "Miku, aku juga ingin terus bersamamu, tapi aku harus ikut ayahku ke kota besar. Di sana akan ada banyak hal yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Gedung-gedung tinggi, jalanan yang ramai, banyak mobil mobil, dan orang-orang hebat."

Aku tahu, dia selalu bercerita tentang itu dengan mata berbinar-binar. Tapi sekarang, mendengarnya lagi justru membuat hatiku makin berat.

"Ya... kamu pernah cerita," jawabku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.

"Tapi kenapa kau harus pergi jauh? Kenapa kau tidak bisa tetap di sini saja, Azz? Kita bisa tetap bersama, kan?"

Azz menatapku, dan dengan suara yang tenang,"Aku ingin, Miku. Tapi aku tidak bisa. Aku hanyalah seorang anak-anak, sama seperti kamu. Aku tidak bisa memilih."

Dan air mataku kembali jatuh. Aku tahu dia benar, tetapi aku tidak bisa menerima itu.

"Aku tidak mau kamu pergi, Azz. Aku tidak mau di sini tanpamu."

Dia mencoba menenangkan ku lagi, "Miku, kita tidak akan benar-benar terpisah. Meskipun aku jauh, kita masih bisa saling kirim surat atau telepon. Aku akan tetap ada bersamamu."

"Tapi itu berbeda, Azz," jawabku dengan suara bergetar. "Itu tidak sama seperti kita bertemu setiap hari, bermain bersama, tertawa bersama... Itu tidak akan sama."

Azz terdiam, menghela napas panjang, seolah dia tahu aku benar. Jarak akan memisahkan kami, mengubah segalanya. Tapi kemudian dia menggenggam tanganku lebih erat.

"Tapi... aku janji, Miku. Meski aku jauh, aku tidak akan pernah melupakanmu. Kamu akan selalu jadi sahabat terbaikku, dan tidak ada yang bisa menggantikannya, tidak seorang pun."

Aku menatap tangan Azz yang menggenggam ku, dan perlahan mengangkat kepalaku. Mataku menatap dalam ke matanya, mencari kebenaran dari kata-katanya.

"Janji?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Janji," jawabnya tegas. Meski aku tahu, di dalam hatinya, dia juga mengerti bahwa dunia kami akan berubah selamanya.


"Rada' pendek, hehe"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rada' pendek, hehe"

"sudah vote? Aww makasih 🥰✨ "

Lanjooot
↓↓↓
↓↓

SKY : A Tale of PatienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang