[4] ☁️

46 17 0
                                    

Hari ini mungkin memang penuh masalah, tapi entah kenapa, di tengah semua itu, hati ku terasa hangat, penuh dengan sukaria karena semua itu kulalui bersamanya, Azz sahabat ku.

ᯓ ✈︎

ᯓ ✈︎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

༄.°༄.°༄.

Sore mulai beranjak malam, dan langit yang tadinya oranye dan keunguan kini berubah menjadi hitam legam, dihiasi pancaran bulan dan bintang yang bersinar indah tepat di atas kepala kami. Azz datang ke rumahku dengan sepeda birunya, seperti biasa, sepeda yang sudah banyak mengantarkan kami berkeliling desa.

"Ayo, Miku, kita berangkat sekarang," katanya sambil menepuk sadel sepedanya, mempersilakan aku untuk duduk.

Aku mengamati Azz saat aku naik ke boncengannya. Sepeda biru itu melaju cepat, angin malam mengalir sejuk menyusuri jalanan yang sepi. Keheningan menyelimuti kami sejenak, hanya terdengar bunyi derit rantai rol dari sepeda yang menjadi irama perjalanan kami.

Di balik keheningan itu, ada perasaan tak terkatakan, kata-kata yang ingin kami sampaikan sebelum kami berpisah dua minggu lagi.

"Kamu tahu, Miku," Azz tiba-tiba memecah keheningan, "Aku ingin sekali menjadi pilot seperti ayahku."

Aku terkejut, menatap punggung Azz tak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan. Azz adalah si pemalas di kelas, selalu terlambat, jahil, dan pembuat masalah. Ketika beberapa guru bertanya tentang cita-cita atau masa depan, Azz selalu acuh tak acuh, tetapi entah kenapa sekarang dia membicarakan tentang cita-cita.

"Apa?," Tanya ku yang tidak percaya dengan apa yang kudengar tadi.

"Aku ingin menjadi pilot Miku," ulang Azz lagi.

"Tumben sekali, kenapa tiba-tiba kau bilang begitu?"

Azz menghela napas, "Entahlah, Miku. Aku merasa menjadi pilot itu sangat luar biasa. Mereka mengendarai mesin-mesin bagaikan elang yang menari, seolah-olah langit adalah panggungnya. Rasanya, aku bisa menggapai langit jika aku mengendarai pesawat itu."

Suasana hening kembali menyelimuti kami. Aku masih terkejut dengan keinginan Azz yang baru dan ambisi yang tak terduga. Jujur, ini membuatku sedikit bingung. Mengapa Azz tiba-tiba begitu bersemangat?

Aku menggenggam erat sisi belakang sadel sepeda.

"Itu... bagus, tetapi... Azz... Kuharap kau tidak berniat menjadi pilot dari pesawat tempur seperti ayahmu kan?"

"Miku," jawab Azz dengan nada serius,

"jika kita hidup di masa damai, aku pasti bisa menjanjikannya. Aku ingin menjadi pilot pesawat penumpang jika memang bisa. Dan kau tahu paman ku punya banyak teman dari angkatan udara di Tokyo, oleh karena itu aku ingin belajar banyak hal di sana."

"Baguslah, kalau begitu kau pasti akan menjadi pilot handal di masa depan..." balasku, suara khawatirku tak dapat disembunyikan.

"Aku akan berusaha, Miku." Azz mengayuh sepedanya lebih cepat, tampak lega setelah berbagi cita-citanya denganku.

Kami tiba di pasar malam, tempat yang selalu ramai, dipenuhi anak-anak yang berlarian, suara bising para pedagang dan pengunjung yang tawar-menawar. Aroma manis gula kapas dan hangatnya makanan mengundang selera kami.

Azz memarkir sepedanya di dekat toko ibunya yang menjual onigiri. Ibunya tampak sibuk melayani pelanggan dan segera menyuruh Azz untuk membantunya.

"Miku, kau pergi dulu saja ke tempat biasa. Aku akan menyusul mu nanti," kata Azz sambil mengenakan celemek nya, bersiap membantu ibunya.

Aku mengangguk, lalu pergi dari toko Azz. Seperti yang dia bilang, aku menuju Jembatan Shinkyo
(jembatan yang biasa terletak di dekat kuil ⛩️).

Jembatan lengkung berwarna merah yang terletak tepat di bawah bukit. Tempat ini sangat mudah diakses semua orang, meski tetap sepi. Banyak rumor beredar di sekitar jembatan ini, terutama karena letaknya yang dekat dengan kuil.

Walau begitu, tempat ini menenangkan. Langit tampak lebih jelas, hanya terdengar suara tsurigane dari langit-langit kuil yang tidak jauh dariku. Sambil menunggu Azz, aku duduk bersandar di salah satu pilar jembatan, mengamati ribuan cahaya entah itu dari bulan, bintang, atau kunang-kunang. Aku tidak pernah bosan berada di sini.

Tempat ini adalah album memori kami, kenangan saat dua anak yang baru masuk SD tersesat.

༄.°༄.°༄.

Aku, seorang anak perempuan yang duduk di anak tangga, dan Azz, seorang anak laki-laki yang duduk di sepedanya, mata kami bertemu, dan akhirnya dia menawarkan tumpangan. Ya, itulah kami, lima tahun lalu. Azz selalu membantuku meski kadang dia yang paling membuatku repot.

Setengah jam berlalu, tetapi Azz masih belum datang juga. Sepertinya toko benar-benar ramai hari ini. Aku memutuskan untuk pergi dari Jembatan Shinkyo dan menyusul Azz di tokonya.

Namun, apa yang tidak aku ketahui adalah bahwa perpisahan yang tak terhindarkan akan segera tiba, bukan dalam dua minggu lagi, melainkan kurang dari dua jam lagi. Semua akan berubah dalam waktu singkat.

 Semua akan berubah dalam waktu singkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᯓ ✈︎

Udah Vote? Terimakasih 💫

SKY : A Tale of PatienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang