04. masa remaja

13 12 0
                                    


.

.

.

Bertahun-tahun telah berlalu, hingga sekarang Lingga menginjak usia 17 tahun, Lingga tumbuh menjadi remaja yang terkenal baik hati dan pemberani di desanya bersama dengan kedua temannya yaitu Raden dan Dipta yang selalu setia menemaninya sejak kecil.

Di pagi hari saat matahari mulai memunculkan dirinya dari ufuk timur, sinarnya yang lembut membelai bumi, membawa kehangatan dan harapan-harapan baru. Udara dingin pagi yang segar menyapu wajah seolah membisikkan bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk bermimpi lebih tinggi dan melangkah lebih jauh dari hari-hari sebelumnya. Lingga bangun dari tidurnya dan mulai bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Selesai bersiap-siap ia pun keluar dari kamarnya.

"Lingga sini makan dulu, sama ini bekel makan buat disekolahnya nanti jangan lupa dibawa." -Asmita

"Iya ibu, Lingga makannya dikit saja soalnya ini lingga sudah telat." -Lingga

"Iya gapapa, yang penting harus tetap makan biar ga kelaparan nanti di kelas kan istirahat juga siang." -Asmita

"Siap." Jawab lingga yang memahami kekhawatiran padanya karena takut kalau ia tidak makan. Lingga pun mengambil nasi dan lauk pauk yang sudah dimasak oleh ibunya, ia membawa piringnya itu ke depan dan makan sambil menggunakan sepatu dan menggendong tasnya.

"Lingga kalau makan itu yang bener, jangan sambil terburu-buru seperti itu, nanti tersedak tahu rasa kamu ya." Cakra adalah ayah Lingga yang selalu saja menasehati anaknya yang mulai tumbuh dewasa itu, dan benar saja setelah ia mengucapkan itu lingga pun tersedak karena ulahnya sendiri yang makan secara terburu-buru.

"Baru saja ayah bilang kan, makannya dengerin kalau orang tua ngomong itu." -Cakra

"Ini minum airnya." -Cakra

"Makasih ayah."  Lingga pun meminum air tersebut karena tenggorokannya yang terasa sakit akibat tersedak tadi. Setelah minum ia pun selesai dengan makannya lalu berjalan menuju sepedahnya yang akan ia gunakan untuk menuju sekolahnya itu.

"LINGGA PERGI DULU YA." Teriaknya dari luar agar terdengar oleh Ibu dan Kakeknya yang berada di dalam dan di balas anggukan oleh Ayahnya yang berada di luar. Lingga pun mengendarai sepedahnya itu hingga ia sampai ke sekolah menengah akhir Bakti Karsa yang jaraknya memang sedikit jauh dari rumahnya, kali ini Lingga tidak pergi berangkat sekolah bersama kedua temannya yaitu Raden dan Dipta karena mereka memutuskan untuk bertemu di sekolah saja.

Lingga sampai di sekolahnya dan memarkirkan sepedahnya itu diparkiran dan berjalan masuk ke gedung sekolah yang memang cukup besar. Desa itu kini sudah sedikit maju mengikuti perkembangan jaman tapi tetap tidak melupakan adat dan budaya mereka.

Lingga sekarang menginjak kelas 3 SMA yang akan segera menghadapi ujian akhir, ia segera memasuki kelasnya itu dan disambut oleh Raden dan Dipta yang lebih dulu tiba dikelasnya dibandingkan dirinya, Lingga pun menaruh tasnya di samping mereka.

"Ko kamu lama banget datangnya sih ling?" -Dipta

"Tadi aku bangunnya kesiangan, jadinya telat deh." – Lingga

"Memangnya kamu semalem apa saja si?" -Raden

"Malemnya aku ngerjain dulu tugas matematika sama kimia buat hari ini, terus tidurnya kemaleman." -Lingga

"EH IYA LUPA ADA TUGAS." -Dipta

"Untung aku sih sudah." -Raden

"Hayoloh mampus kamu dip, apalagi matematika nanti pasti Bu Anggi marah."

"Kepada Lingga dan Raden yang baik hati dan juga ganteng, tolong bantu temanmu yang lucu ini dong." - Dipta

"Ih geli dip, kamu muji kalau ada maunya doang." -Lingga

"Lagian males banget dip nolongin kamu." -Raden

"Tolongin aku pls." -Dipta

"Yaudah deh, karena aku ini baik hati dan tidak sombong jadi aku bantu kamu." -Lingga

"Ternyata sama saja kamu Ling." -Raden

Akhirnya Lingga dan Raden pun membantu Dipta untuk mengerjakan tugasnya itu. Dipta banyak mengeluhnya saat diajari oleh Lingga dan Raden karena ia tak paham tapi ia tetap melanjutkan mengerjakannya agar tidak dimarahi oleh Bu Anggi yaitu guru mata pelajaran Matematika sekaligus wali kelas mereka.

Bel pun berbunyi, semua siswa-siswi mulai memasuki kelasnya dan di kelas Lingga pun mulai memasuki jam pertama yaitu pelajaran Matematika, untungnya Dipta selesai mengerjakan tigasnya dengan cepat.

.

.

.

Bel istirahat sudah berbunyi, Lingga, Raden, Dan Dipta pun pergi menuju kantin untuk membeli beberapa makanan. Mereka duduk di meja yang beraja di pojokkan kantin yang tak begitu besar, Lingga pun membuka bekalnya itu dan memakannya begitu pula sama halnya dengan kedua temannya itu yang sama-sama membawa bekal dari rumah.

"Eh kita kan sebentar lagi lulus nih, ujian akhir juga dimulai minggu depan, aku juga mau nanya sesuatu ke kalian." -Raden

"Kalian masih penasaran dengan Hutan Rahasia ga?" -Raden

"Tentu saja masih, aku selalu memikirkan itu tiap malam." -Lingga

"Jujur saja, aku juga selalu penasaran dengan hutan itu." -Dipta

"Bagaimana kalau setelah kita lulus, kita masuk ke dalam hutan itu diam-diam?" -Raden

"Ide yang bagus, baiklah aku setuju." -Lingga

"Aku ikut saja, lagi pula hutan itu selalu menghantui pikiranku." -Dipta

"Kita pikirkan lagi nanti setelah selesai ujian akhir." -Lingga

Lingga pun mendapatkan anggukan dari mereka berdua dan melanjutkan kembali untuk memakan bekalnya itu. Tak lama suara bel berbunyi menandakan bahwa istirahat telah selesai. Mereka pun bergegas untuk kembali masuk ke kelas dan melanjutkan pelajaran.

.

.

Jam pelajaran terakhir pun selesai, mereka bertiga pun pergi keluar dan berjalan menuju parkiran sepedah. Mereka tak langsung pulang, melainkan pergi berkumpul di warung dekat sekolah. Tempat itu memang sering menjadi tempat tongkrongan anak muda setelah selesai sekolah, tempat ternyaman di desa itu untuk menjadi tempat bermain dan mengobrol anak-anak SMA.

"Eh kalian sudah belajar buat nanti ujian belum, jujur aku bingung banget, rasanya ingin mempercepat waktu agar tak merasakan ujian itu." -Lingga

"Lah aku mikirin saja engga apalagi belajar." -Dipta

"Biarkan saja Dipta ini, jujur aku juga pusing tentang ujian itu." -Raden

"Tapi yasudahlah, aku mau nyerah saja sama ujian itu tapi tetap belajar tentunya." -Lingga

"Daripada mikirin ujian, mending makan saja yang jelas bikin perut kenyang." -Dipta

Lingga dan Raden sudah terbiasa dengan sifat Dipta yang selalu saja acuh tak acuh dengan apapun, ia tak mau memikirkan hal yang sulit dan membiarkan hidup berjalan semestinya takdir yang sudah diatur itu. Mereka terus mengobrol yang sesekali diiringi gelak tawa itu, tak terasa hari mulai gelap dan mereka pun memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.

....::::**•°✾°•**::::....

Disini langsung aku skip ke saat mereka udah dewasa ya, jujur aku bingung sama alurnya itu jadi maaf kalau aga sedikit kurang nyambung. Kalau ada saran boleh komen ya! aku bakal bales semua komen dari kalian. Kira-kira mending aku ceritain saat mereka lagi ujian atau langsung aku skip ke saat kelulusan mereka ya?

jangan lupa vote, komen+follow

16/09/2024

The Secret Forest(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang