8 (2)

475 48 3
                                    

Moran terlihat sedikit terganggu dengan foto itu. Tapi ia tampak pandai dalam menutupi ekspresinya. Ia masih tenang dalam menghadapi pembicaraan dengan Zhan.

“Aku… aku tidak pernah bertemu dengannya. Kau baru saja memberitahuku,” jawab Moran berusaha menutupi rasa tidak nyaman.

“Hmm. Dia seorang detektif kepolisian. Sayang sekali ada orang yang tega mencelakainya. Sekarang semua polisi di Bei An sedang menyelidikinya. Untungnya, pelakunya sudah ketemu,” kata Zhan dengan sedih.

Moran terhenyak. Ada hal yang mengganjal di benaknya. Ada juga hal yang tak boleh sampai diketahui oleh Zhan.

“Jadi… kepolisian sudah menangkapnya?” tanya Moran dengan hati-hati.

“Mereka memang menemukan pelakunya, tapi sebenarnya dia cuma orang bayaran. Ada orang lain yang rupanya benar-benar benci padanya melebihi golongan mafia yang dihadapinya,” kata Zhan memancing.
Moran terdiam sesaat. Berpikir untuk menghadapi situasi ini.

“Hua Moran, sekali lagi kukatakan padamu. Pacarku itu seorang polisi. Apa kau mau melawannya hanya karena aku lebih memilihnya dibanding dirimu?”

Moran berang menghadapi Zhan. Ia ingin mengungkapkan semuanya pada Zhan saat ini juga.

“Sean, apa maksudmu? Kau lebih memilih lelaki itu daripada aku? Kau tidak melihat perjuanganku sejauh ini? Kau tidak lihat aku meninggalkan keluargaku di Nan Yang demi dirimu? Aku sudah begitu lama memiliki perasaan padamu tapi kau tak pernah peduli. Sekarang apa? Kau mengusirku? Begini caramu memperlakukan aku?”

“Moran, aku dijodohkan oleh orangtuaku dan aku menerimanya. Aku setuju dan memilihnya sebagai pasanganku. Sekarang kau mencelakainya, siapa yang tahu kalau kau akan mencelakai keluargaku yang lain setelah tahu tentang hal ini? Pilihannya hanya kau kembali ke Nan Yang atau kau dipenjara di sini,” balas Zhan dengan serius.

“Sean, kau setega itu padaku?” tanya Moran tidak percaya.

“Kau ingin aku tega? Baik,” ujar Zhan. Ia menghubungi seseorang di ponselnya.

“Selamat malam, dr. Li. Aku meminta waktumu sebentar. Ah, tentang perizinan praktek. Tidak, aku minta tolong kepadamu untuk mencabut izin praktek dr. Hua Moran. Ia terlibat dengan dugaan kasus percobaan pembunuhan terencana, kepolisian akan mengeluarkan berita acaranya paling lambat dua hari lagi. Ah, ya, ya. Terimakasih.”

Moran tercengang. Izin prakteknya dicabut. Ia tak bisa lagi bekerja di Tiongkok. Hanya karena pacar Sean yang tak seberapa itu nasibnya jadi sangat buruk.

“Kau… kau dengan sengaja membuatku kehilangan pekerjaan?” pekik Moran.

“Kau sendiri dengan sengaja hampir membunuh seorang polisi,” balas Zhan sengit.

“Apa maumu sekarang?”

“Pulanglah ke Nan Yang. Kau akan dipenjara di sini dan tak bisa bekerja lagi. Dan jangan membuat cerita yang tak sesuai dengan kenyataan. Kau tahu, jika kepolisian sangat serius menghadapinya, kau mungkin berakhir jadi buronan di manapun. Jadi saranku yang terakhir, pulanglah ke Nan Yang, dan jangan pernah kembali ke sini.”

Moran terisak. “Sean, kau menganggapku sebagai apa?”

“Aku menganggapmu sebagai seorang teman. Rekan yang hebat,” jawab Zhan.

“Hanya teman?”

“Kalau bukan teman, aku pasti sudah menyeretmu ke penjara karena mencoba membunuh calon suamiku, Moran,” kata Zhan dingin.

“Dan aku tak akan peduli jika kau dipenjara belasan tahun, tak dapat suaka, atau Nan Yang tak mau menerimamu lagi karena catatan kriminalmu,” pungkasnya.

“Astaga, Sean. Kau, kenapa kau jadi begini padaku?! Kau tidak peduli lagi padaku?!” tanya Moran dengan emosional.

“Detektif Wang memang kekasihku dan maaf jika fakta itu membuatmu sakit hati. Tapi di luar itu, pernahkah ia dengan sengaja mencelakaimu? Lagipula, orang bodoh mana yang dengan sengaja mencari masalah dengan polisi?” balas Zhan retoris.

Moran terdiam sesaat karena ia sudah ketahuan, dan Sean tidak sedikitpun berpihak padanya. Sekarang ia bukan siapa-siapa dan tak punya siapapun. Tak ada keberuntungan yang bisa ia gunakan untuk melindungi dirinya.

“Mintalah maaf kepada keluarga Detektif Wang. Selesaikan perkaramu dengan tertutup. Bersikaplah kooperatif dengan kepolisian sehingga mereka mempertimbangkanmu untuk dikembalikan ke Nan Yang. Relakan pekerjaanmu untuk sementara waktu. Aku tak akan bicara begini padamu jika aku tak peduli padamu sebagai seorang teman,” kata Zhan dengan lebih tenang supaya Moran bisa memikirkan dampaknya.

“Sean.”

“Apa?”

“Kau tidak mencintaiku?”

“Aku peduli padamu.”

“Tapi kau tidak mencintaiku.”

“Aku memang tidak cinta padamu. Aku tak punya cinta seperti itu untukmu.”

Zhan sudah mengukuhkan pendiriannya. Moran tidak bisa lagi mendebatnya. Sudah jelas jawaban baginya dan tak ada lagi yang pintu yang bisa ditemukan Moran untuk masuk ke dalam hati Zhan.

Sewaktu masih di Nan Yang, Xiao Zhan hanya peduli pada studi dan pekerjaannya. Ia selalu menepis semua hal yang berhubungan dengan cinta. Ia tak mau dijodohkan dengan siapapun. Moran masih beruntung karena mendapat respon baik dari Zhan, sehingga mereka bisa berteman baik.

Tapi Moran hanyalah teman. Zhan sudah menunjukkan bahwa ia punya kekasih. Moran menolak untuk menerima fakta bahwa Zhan lebih memilih orang lain yang baru dikenalnya dibanding dirinya.

“Buatlah keputusanmu dengan bijak,” tutup Zhan sambil berlalu. Ia membayar bill restoran dan beranjak pergi meninggalkan Moran sendirian di sana.

Zhan pulang dan merasa sangat lelah ketika sudah sampai di rumah. Ia segera mandi dan berganti pakaian. Setelah itu ia merebahkan diri di kasurnya yang empuk.

“Banyak sekali kejadian hari ini,” gumamnya dengan helaan napas lelah.

Ia melihat layar ponselnya. Tidak ada pesan konyol dari Yibo, tidak ada gombalan remehnya. Ia merasakan ada hal yang hilang dari dirinya.

Ia memikirkan kembali penolakannya pada Moran yang sangat tegas. Apakah ia sudah memutuskan untuk mencintai Wang Yibo?

Sejujurnya, Zhan merasa bahagia ketika bersamanya. Ia sangat ingin bersandar pada bahu kokoh Yibo dan dirangkul dengan hangat. Ia ingin memandang wajahnya yang begitu tegas dan tajam, tapi wajah itu akan mengembangkan senyum berbentuk hati ketika bertemu dengan tatapannya. Pria muda itu selalu berusaha membuatnya tertawa lepas dan meringankan hatinya.

Xiao Zhan terlelap tak lama kemudian. Ia terlalu lelah menghadapi hari yang panjang setelah masa sibuknya selesai di awal karirnya dan di perantauan. Ia berharap dirinya dan Yibo bisa hidup aman dan bahagia di masa depan.

Oh My Heart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang