6

375 45 2
                                    

Sean, besok adalah ulangtahunku. Kuharap kau tidak keberatan untuk ajakan makan malam bersamaku.

Moran kembali mengajak Zhan untuk makan malam. Bagaimanapun juga, di sini Moran tidak punya siapa-siapa. Lagipula, setelah hari itu, Moran tak lagi menghubunginya kecuali meminta bantuan Zhan untuk perizinan praktek dan hal-hal yang sifatnya profesional.

Zhan mengiyakan ajakan Moran dengan perasaan sedikit mengganjal. Sambil melihat kotak makan berwarna hijau di samping mejanya, ia bertanya sendiri dalam batin. Kira-kira… apa si tengil Wang Yibo akan marah jika tahu tentang Moran?

“Hmph, memangnya kenapa kalau dia tahu soal Moran? Apa mau marah?” sangkal Zhan. Ia mendadak sadar mengapa harus mempertimbangkan perasaan Yibo. Toh juga Moran adalah teman. Apa salahnya jika pergi bersama teman? Lagipula Yibo bisa dikabari lewat chat atau telepon dan dia bukan anak kecil. Tidak perlu ribut soal ini.

Akhirnya, Zhan menepati janjinya untuk makan malam bersama Moran di sebuah restoran di pinggir Kota Bei An. Zhan sangat menjaga sikap dan perkataannya supaya dapat mengendalikan alur pembicaraan mereka. Tidak ada yang berkaitan dengan perasaan.

Selesai Zhan makan malam dan mengendarai mobilnya untuk pulang, ia melihat sebuah pemandangan yang… mencurigakan dan menyesakkan.

Pria dengan kemeja biru muda, dasi berlogo kepolisian negara, dan celana biru dongker. Tinggi dan kulitnya seputih pualam. Super tampan. Mata tajamnya melunak ketika menatap seseorang.

Wanita yang sedang hamil muda dalam gandengan tangannya.

Zhan menyipitkan mata dan bertanya dalam hati, siapa wanita itu? Mengapa ia bisa bersama wanita itu?

“Aku harus menanyakannya,” ujarnya pelan.

Tunggu. Kok aku jadi peduli dengannya?

Zhan menyadarkan dirinya kembali saat mereka sudah jauh dari jangkauan pandangannya. Zhan seharusnya tidak ingin terlalu mengurusi urusan Yibo dengan orang lain.

Tapi… wanita itu hamil. Memangnya kenapa? Kan aku bukan pacarnya Yibo. Tapi kalau memang begitu, mengapa Yibo masih berusaha mengejarku? Ah, bodoh. Playboy kan bisa saja seperti itu. Apa Yibo playboy? Tapi dia kelihatan…
Tapi wanita itu sudah hamil. Kalau… kalaupun aku memiliki perasaan padanya… Aku tak bisa memaafkan yang seperti itu…

Batin dan pikiran Zhan bergejolak. Kali ini untuk pertama kalinya, ia tak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia merasa ada yang mencekat di dadanya, tapi ia terus menolak perasaannya kepada Yibo. Ia harus menenangkan dirinya dulu.
Apa Yibo balas dendam karena tahu aku pergi dengan Moran? Pikirnya dengan asal.

Zhan membawa mobilnya berkeliling kota sembari meluruskan kembali pikirannya. Sangat tidak adil jika balas dendam Yibo seperti ini. Ia hanya makan malam sekali dengan Hua Moran tapi Yibo sendiri menghamili wanita lain di belakangnya? Apa Yibo mau mempermainkan perasaannya? Apa Yibo menganggapnya pria gampangan?

Entah bisa dihindari atau tidak, Zhan merasa marah dan kecewa pada Yibo. Tapi ia tak akan langsung melabrak. Ia harus mempelajari dulu situasinya. Ia tidak boleh bertindak bodoh karena emosional.

Sejak kapan aku jadi emosi karena Yibo?

“Cih! Dasar Wang Yibo menyebalkan!” decihnya dengan kekesalan. Ia semakin memacu kecepatan mobilnya melintasi jalanan kota yang sudah agak sepi.




Siang itu, Zhan sudah menyelesaikan operasinya. Ia berjalan keluar dari ruang operasi dan akan kembali ke ruangannya. Ia melepaskan maskernya— tidak jadi.

Ia melihat wanita hamil yang digandeng Wang Yibo malam itu. Ia juga melihat Wang Yibo mengantarnya dengan riang masuk ke ruangan dr. Zhao, dokter kandungan.

“Wah… dia bahkan tidak berusaha menutupinya,” gumam Zhan dengan geram.

Yibo tidak merasa bersalah, tidak menjelaskan apapun pada Zhan. Bahkan Yibo tetap mengirim pesan konyol dan gombalan remeh setiap hari seperti biasa. Dan jangan lupakan makan siang yang tetap dibelikan oleh Yibo jika ia sedang tidak turun ke lapangan.

Zhan kembali ke ruangan dan berganti pakaian dengan sedikit emosi. Ia harus membuat Yibo menyadari kesalahannya. Ia tidak boleh membiarkan Yibo seenaknya mempermainkan perasaannya. Pertama-tama, ia harus mencari tahu siapa wanita itu. Siapa dia dan apa hubungannya dengan Wang Yibo.

Sore harinya, Zhan pulang dengan muka masam. Auranya gelap, sampai Jiangguo kucingnya pun bahkan tidak berani mendekatinya. Seisi rumah bertanya-tanya mengapa Zhan yang biasanya ceria dan manis menjadi muram.

“Zhanzhan, apakah ada masalah di rumah sakit?” tanya Nyonya Xiao dengan hati-hati ketika sedang makan malam.

“Hmm? Tidak. Tidak ada,” jawab Zhan singkat sambil mengunyah makanannya. Tentu saja masih dengan cemberut di wajahnya.

Semua orang tahu bahwa Zhan semakin imut ketika cemberut, tapi kali ini tidak. Kali ini cemberutnya membuat hawa suram yang tidak wajar.

“Ah, apa… apa mungkin kau bertengkar dengan Wang Yi—“

“Tidak Pa. Aku tidak sedang bertengkar dengan detektif menyebalkan itu.”

Ayah dan ibunya saling bertatapan. Sekarang jawabannya sudah jelas.Zhan sedang marah kepada Yibo. Mungkin ini sedikit tidak sopan tapi Zhan yang selalu dimanja akan sulit juga untuk mengalah demi perdamaian sehingga ibunya harus turun tangan.

Ketika sudah memastikan Zhan berada di kamarnya, Nyonya Xiao menelepon Wang Yibo secara sembunyi-sembunyi.
“Halo, selamat malam,” sapa Nyonya Xiao untuk membuka percakapan.

“Ah, Bibi, selamat malam. Apa kabar, Bibi?” balas Yibo dengan ceria di ujung telepon.

“Aku baik-baik saja. Ah, apakah kau sedang sibuk?”

“Mm, tidak. Aku baru saja akan pulang dari kantor, tapi aku tidak sedang buru-buru kok.”

“Baiklah kalau begitu. Ada… yang ingin kutanyakan kepadamu, Nak,” kata Nyonya Xiao dengan pelan-pelan.

“Hmm? Ada apa Bibi? Apa ada yang bisa kubantu?”

“Um… mengenai Zhanzhan… apa… apakah kalian sedang ada masalah?”

“Hah? Masalah? Sepertinya tidak. Seingatku sih tidak.”

“Ah, maaf maaf, Bibi tidak bermaksud menuduhmu. Tapi… Zhanzhan kami murung dan agak sensitif ketika mendengar nama Yibo, jadi… yah, begitulah. Ah, maaf, Zhanzhan kami memang manja,” kata Nyonya Xiao dengan hati-hati.

“Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Karena Bibi sudah menyampaikannya, jadi aku akan berusaha menenangkan Zhan-ge. Terimakasih Bibi.”

“Terimakasih Wang Yibo, sampai jumpa.”

“Sampai jumpa.”

Wang Yibo menutup teleponnya dan menghela napas. Ia meninjau kembali pesan-pesan lamanya dengan dr. Sean. Balasannya tak lebih dari sekedar ‘iya’, ‘hm’, ‘terserah’, dan berbagai jawaban singkat yang begitu cuek.

Cantik cantik, tukang ngambek, batin Yibo gemas pada Zhan.

Oh My Heart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang