7

378 43 2
                                    

Yuwen gila : Heh bocah, kau tega meninggalkan kakakmu di rumah sendirian selama berjam-jam?

Yuwen gila : Bawakan aku mi pangsit yang sedikit pedas tapi tidak pakai daun bawang, kuahnya dipisah, ayamnya bagian dada saja, jangan disuwir terlalu kecil, dan teh manis dengan gula satu sendok, hangat tapi jangan terlalu panas jadi aku bisa langsung minum, oke?

Yibo menatap ke arah langit. Ia bahkan tak bisa memilih untuk menghadapi Zhan yang sedang merajuk atau menahan kesabaran agar tidak ikut gila karena kakaknya yang menyebalkan. Ia harus menghadapi keduanya.

“Sabar, Yibo, sabarrr…. Bulan depan Ziqi akan menjemputnya dan kita bebas dari tekanan jiwa ini… sabarrr…,” kata Yibo pelan sambil menghela napas. Ia segera berjalan menuju parkiran dan pulang dengan motornya.

Tidak, ia tidak bisa langsung pulang. Harus beli pesanan Yuwen dulu daripada si gila itu mengacaukan kamarnya dan mengekspos aib-aibnya.

Sampai di rumah, ia tentu saja langsung ditodong oleh kakaknya yang sudah siap dengan segala omelannya. Tinggal mereka berdua karena ayah dan ibunya sedang pergi ke luar kota.

Yibo yang pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian meninggalkan ponselnya di atas meja ruang tengah. Tinggal Yuwen saja yang sedang makan di sana. Entah mengapa keinginan itu muncul, tapi Wang Yuwen penasaran dengan ponsel adiknya itu, siapa tahu ia bisa mendapat bahan baru untuk menjahili Yibo. Ia melihat screensaver ponsel Yibo dan membulatkan mulutnya.

“Jadi ini pacarnya… manis juga,” gumam Yuwen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jadi ini pacarnya… manis juga,” gumam Yuwen. “Siapa namanya ya?”

Tiba-tiba sebuah pesan masuk. Dari dr. Sean🫀♥️. Isinya Cuma satu kata, "Tidak".
Yuwen meletakkan kembali ponsel adiknya dan melanjutkan makan dengan tenang seolah tak ada apapun yang terjadi.

Yibo yang turun dengan kaos dan celana pendek bergabung dengan Yuwen di ruang tengah untuk makan. Ia segera mengambil ponselnya dan berfokus sehingga tak segera menyuapkan makanannya.

“Bo, kalau tidak mau, berikan saja padaku,” goda Yuwen.

“Ih, enak saja. Aku capek mengantre tau,” balas Yibo tanpa menoleh ke arah Yuwen.

“Daripada mi nya dingin menunggu kau selesai bertengkar dengan pacarmu,” sindir Yuwen.

“Dari mana Jiejie tahu aku punya pacar? Kau menguntitku?” sergah Yibo.

“Sembarangan. Wallpaper-mu saja sudah jelas begitu, masih menuduh yang tidak-tidak.”

“Kau tidak mengganggunya kan?” tanya Yibo dengan curiga.

“Yaampun aku saja baru tahu lima menit yang lalu. Tidak kusangka bocah ingusan sepertimu bisa dapat pacar.”

“Jiejie bicaramu itu ngawur sekali,” kata Yibo dengan kesal. Akhirnya ia memakan mi miliknya daripada direbut Yuwen.

“Dia dokter dari mana?” tanya Yuwen penasaran.

“Dia dokter jantung di RS. Bei An. Dulu dia bekerja di Nan Yang, tapi dia ingin pulang. Jadi dia kembali ke Bei An,” jawab Yibo.

“Oh, tempatnya dr. Zhao juga?”

“Iya. Makanya aku sekalian menitipkan makan siangnya sambil mengantarmu.”

“Kau membuatnya marah?” tanya Yuwen lagi.

“Apa? Kok bisa kau menyimpulkan seperti itu?” balas Yibo bertanya.

“Lihat chat-mu. Jawabannya singkat sekali. Aku juga begitu kalau sedang kesal pada suamiku,” kata Yuwen menjelaskan. Ternyata ada gunanya juga dia selain mengusik ketenangan hidup adiknya, mendandani Yibo ketika mereka masih kecil, dan menyuruhnya mencoba gaun-gaun buatannya ketika masih kuliah.

“Astaga aku bahkan tak tahu apa salahku. Jadi aku harus apa?”

“Apa ya…, Ziqi biasanya menenangkanku dulu dan membujuk supaya aku bisa memaafkannya. Tapi ya tentu saja tidak bisa dengan kata-kata, apalagi dari telepon atau chat untuk menjelaskannya,” sambung Yuwen.
“Ah sudahlah. Kalau begitu aku akan ke rumahnya.”

Yuwen tertawa melihat Yibo. Yibo sendiri kebingungan mengapa kakaknya tertawa tanpa alasan yang jelas.

“Jie, masih waras?” tanya Yibo pelan. Jaga-jaga jika Yuwen memang sudah terlanjur.

“Tentu saja! Enak saja bicaramu. Aku cuma tidak menyangka saja kalau bocah culun sepertimu yang tahunya hanya belajar dan bekerja tiba-tiba punya pacar,” jawab Yuwen.

Yah, Yibo hanya melengos dengan ejekan dari Yuwen. Tetap saja Yuwen itu kakaknya dan Yibo juga tak bisa mengelak dari utang budinya kepada Yuwen karena sering menolongnya ketika ia dirundung.


“Tidak diangkat lagi… ah, sudahlah.”
Wang Yibo mendengus kesal. Sudah beberapa hari ini Xiao Zhan tidak membalas pesannya dan mengabaikan teleponnya. Bahkan ketika ia menitipkan makan siang, resepsionis berkata Zhan sedang tidak berada di rumah sakit. Ia tahu Zhan berbohong karena mobilnya ada di rumah ketika ia melewati komplek perumahannya sepulang kerja.
“Ini sudah kejauhan. Mau sampai kapan dia merajuk seperti ini? Dia bahkan tidak mau menjelaskan apa salahku, bahkan bicara padaku saja tidak mau.”

Yibo yang sudah terlanjur pusing memutuskan untuk menyusun laporan sampai larut dan tak peduli dengan jam.
Malam itu, setelah selesai melakukan rekap penyelidikan terhadap terduga personel jaringan mafia bawah tanah, Yibo memutuskan untuk pulang. Sudah hampir larut malam dan Yuwen juga di rumah sendirian. Ia kasihan kepada kakaknya jika harus menunggu lebih malam lagi.

Ia mengendarai motor dengan kecepatan standar. Jalanan kota memang sudah sangat sepi, tapi ia tidak ingin tergesa-gesa. Ia selalu mematuhi aturan lalu lintas, bahkan jika ia bukan seorang polisi sekalipun. Lampu hijau terlihat di persimpangan jalan. Ia terus berkendara dengan tenang.

Sampai sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi membuyarkan koordinasi tubuhnya. Melepaskan genggamannya dari setir motornya lalu membuatnya terbang menjauh beberapa meter dan jatuh teguling-guling sampai akhirnya pandangannya gelap. Ia tak ingat apa-apa lagi.

Oh My Heart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang