3

454 42 1
                                    

YB.Wang85 : Dr.Sean, ini Wang Yibo. Simpan nomorku ya😉

“Cih! Genit sekali! Dia kira aku mau dengan cara murahan seperti ini?” omel Zhan di kamarnya.

Kau jangan menghubungiku jika tidak penting, balas Zhan dengan ketus.

YB.Wang85 : Tapi ini penting sekali ☹️

Penting apanya? Balas Zhan sambil mengernyitkan dahi. Ia tak tahu apa lagi yang akan dilakukan detektif aneh itu.

YB.Wang85 : Penting untukku mengenali dirimu 😉

Zhan memutar bola matanya. Ia mematikan ponselnya dan mencoba untuk tidur. Ia berharap besok Wang Yibo sudah waras dan tidak mengganggunya lagi. Tidak di rumah sakit, tidak di rumahnya, dan tidak di ponselnya.

Keesokan harinya, Xiao Zhan bangun dengan wajah muram. Normalnya ia akan merasa lebih segar, tapi kali ini ia merasa kesal. Wang Yibo mengganggu tidurnya. Bahkan dalam tidur masih harus bertemu dengan polisi menyebalkan itu.

Zhan bersiap menuju ke rumah sakit pagi itu. Siang nanti ada jadwal operasi yang harus ia lakukan. Ia cepat menghabiskan sarapannya dan segera berangkat dengan mobilnya.

Sesampainya di rumah sakit, masih ada dua jam sebelum operasi dimulai. Zhan mengecek ponselnya dan memicingkan mata untuk yang kesekian kalinya.

8 pesan belum dibaca dari YB.Wang85

3 pesan belum dibaca dari Hua Moran

Ia memilih membuka pesan dari Hua Moran. Sahabatnya di Nan Yang.

Sean, how are you? Why didn’t you text me huhu 🥲🥲 Aku akan menyusulmu ke Bei An. See you soon 😉❤️

Zhan mematikan ponselnya. Ia menutup mata sejenak. Ia mencoba mengingat lagi sosok Hua Moran.

Amore Hua. Usia 28 tahun. Dokter kecantikan dan bedah plastik. Temannya selama di Nan Yang.

Moran merupakan wanita yang cantik. Perawakannya seperti model. Ia selalu menemani Zhan waktu masih di Nan Yang. Bagaimanapun juga, hutang budinya besar kepada Moran.

Meskipun begitu, ia tak pernah tertarik pada Moran. Meskipun Moran bersikap manis kepadanya, atau Moran yang mencoba membuatnya kagum, semua itu tak berhasil. Baginya, Moran hanyalah seorang teman. Tidak lebih dan tidak kurang.

Berbeda dengan Wang Yibo. Pria itu tampan dan gagah. Seandainya dia mau lebih dewasa sedikit, Zhan akan menyukainya. Jujur saja, ia sulit berkonsentrasi saat mengobati luka di wajah Yibo. Kulitnya putih seperti porselen, terlihat rapuh, tapi nyatanya ia begitu tangguh. Sebenarnya Yibo membuatnya sedikit tertarik. Yibo juga kelihatan seperti anak baik-baik. Senyumnya mengembang seperti hati—

Tunggu, kenapa membandingkan Moran dengan Yibo?

Zhan mulai berpikir bahwa otaknya tidak beres. Ia membuka pesan dari Yibo yang menyebalkan itu dan menyimpan kontaknya agar tidak berisik.

Yibo : dr. Sean, jika aku terluka lagi, apakah kau mau mengobatiku?

Yibo : dr. Sean, mengapa matamu sangat indah?

Yibo : dr. Sean, kau pasti sudah mengantuk.

Yibo : tidurlah dengan nyenyak.

Yibo : kau pasti akan merindukanku.

Yibo : mimpi indah.

Yibo : SELAMAT PAGI DR. SEAN 😁😁😁

Yibo : Hari ini aku akan membawakanmu makan siang 😁😁

Zhan tidak membalasnya. Ia mematikan ponsel dan meletakkannya di laci. Pakaiannya diganti dengan seragam hijau steril untuk operasi. Ia harus konsentrasi penuh pada operasi kali ini.
Dan mengesampingkan rasa penasarannya pada Wang Yibo.



Sementara itu di lain tempat…


“Ini yang kau sebut pendekatan secara profesional? Aduhh… Payah sekali detektif muda kita ini….”

Ji Li merasakan sebuah pukulan di lengannya lalu mengaduh kesakitan. Sedangkan Detektif Liu mengerutkan keningnya. “Ji Li benar. Levelnya sudah bukan amatir, tapi benar-benar terlihat payah, Bo,” imbuhnya.

“Kalian tidak memberikan saran, hanya bisa komentar saja,” omel Wang Yibo sambil memakan bakpao-nya.

“Tentu saja kami lebih jago. Kami tidak meremehkanmu dalam pemecahan kasus tapi kau tidak boleh menganggap kami enteng soal pacaran,” kata Ji Li. “Benar begitu kan, Senior Liu?”

“Hmm… kurasa kau butuh bimbingan dari yang lebih berpengalaman.”

“Oke, aku percaya Senior Liu, tapi kalau kau… sepertinya nggak dulu,” sahut Yibo sambil menoleh ke arah Ji Li.

Detektif Liu memang sudah menikah dan memiliki satu orang putri kecil, jadi Yibo bisa percaya. Tapi Ji Li? Astaga… Ji Li itu playboy. Mana mungkin ia mengikutinya?

Ji Li mengambil bakpao milik Yibo yang masih berada di kotak makannya. Seketika Wang Yibo memukul tangan Ji Li yang sudah terjulur sebelum bisa menyentuh bakpao-nya.

“Ini bukan untukmu tahu,” kata Yibo kesal.

“Cih. Bilang saja ini untuk ‘Dokter Sean yang manis ututututu…’, “ goda Ji Li.

“Mendingan kau diam kalau tidak mau membantu,” tukas Yibo. Ia melirik jam di tangan kirinya dan menyadari bahwa sekarang adalah jam istirahat rumah sakit. Yibo menutup kotak makannya dan beranjak dari tempatnya.

“Mau kemana?” tanya Ji Li heran.

“Biasa,” jawab Yibo sambil berlalu.

“Paling juga ke rumah sakit. Kasihan sekali anak itu, tidak pernah pacaran sampai lulus kuliah,” kata Detektif Liu ketika Yibo sudah agak jauh.

“Senior Liu tidak kasihan padaku juga? Aku kan tidak punya pacar.”

“Kau terlalu sering gonta-ganti pacar, mana bisa aku kasihan padamu. Sudahlah, kembali ke mejamu sana,” pungkas Detektif Liu.

Ji Li melengos dan kembali ke meja kerjanya. Sementara Detektif Liu melanjutkan makan bekalnya dari rumah.

Wang Yibo memacu motornya dengan kecepatan standar. Ia ingin segera sampai di rumah sakit, tapi ia tak ingin terlihat terlalu mengejar dr. Sean. Sesampainya di sana, ia segera menuju meja resepsionis.

“Halo, apa ada yang bisa dibantu?” tanya sang resepsionis ramah.

“Halo, aku mau mengantar makan siang dr. Sean. Apakah ia ada di ruangannya?”

“Oh, maaf, hari ini dr. Sean ada jadwal operasi, mungkin masih sejam lagi.”

Yibo sebenarnya agak kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Zhan. “Kalau begitu, apa aku boleh menitipkannya?”

“Ya, boleh. Saya akan menyampaikannya kepada dr. Sean. Mohon tulis nama di sini.”

Sang resepsionis memberikan kertas dan Yibo menuliskan namanya. Ia menyerahkan kotak makan berisi tiga buah bakpao yang masih hangat untuk dr. Sean ke resepsionis. Karena tak bisa berlama-lama, Wang Yibo segera kembali ke kantornya.

Sesampainya di kantor, Yibo mengecek ponselnya.

2 pesan belum dibaca dari Wang Ziqi

3 pesan belum dibaca dari Yuwen gila

“Jangan bilang ini bencana,” gumam Yibo pelan.

Wang Ziqi : Adik, maaf aku akan membuatmu kerepotan

Wang Ziqi : Istriku sedang hamil dan ingin pulang sebentar ke rumah kalian, dia tidak mau ikut ke Inggris bersamaku. Maafkan aku sudah merepotkan kalian.

Wang Ziqi, kakak ipar yang baik, menikah dengan Wang Yuwen, kakak sepupunya yang agak tidak beres. Dan sekarang Yuwen ingin pulang sebentar selama Wang Ziqi di luar negeri. Mimpi buruk? Tidak, lebih buruk daripada sekedar mimpi.

Ia membuka pesan dari Yuwen. Kali ini ia menghela napas sebagai pembukaan.

Yuwen gila : YIBO BO BO HOOOO

Yuwen gila : Buatkan aku sambutan yang meriahhh HAHAHAHA

Yuwen gila : Tuan putri mau dataaaangg lalalalala

Kadang Yibo mempertanyakan kewarasannya setelah menghadapi kegilaan Yuwen. Kadang ia juga mempertanyakan kewarasan kakak ipar setelah dua tahun menikah dengan Yuwen.

Yibo mengalihkan pikirannya dengan kembali bekerja. Hanya saat ia belajar dan bekerja saja Yuwen tidak mengganggunya, selebihnya, bernapas pun bisa saja diganggunya.

Sean yang baru menyelesaikan operasi satu jam yang lalu terkejut dengan ketukan di pintu ruangannya. Ia sedang memakan bakpao dari kotak makan berwarna hijau. Dengan buru-buru ia menyimpan kotak makan itu dan menelan bakpao yang sudah dikunyahnya.

“Hai, Sean! Sudah lama sekali kita tidak bertemu!”

Seorang perempuan cantik dengan tinggi semampai sedang berdiri di hadapan dr. Sean. Perempuan itu tersenyum manis dan memberikan tangannya untuk berjabat tangan. Sean menyambut tangan itu dan berjabatan tangan dengannya.

“Dr. Hua. Ternyata datang lebih cepat dari perkiraanku. Masuklah,” kata Sean dengan ramah.

“Sepertinya aku mengganggu waktu istirahatmu,” kata perempuan yang dipanggil dr. Hua itu.

“Ah, tidak, tidak. Tidak apa-apa. Kau, bagaimana kabarmu? Dan tujuan ke Bei An? Apa ada bisnis baru?”

“Hmm… Sebenarnya aku ke sini karena kau ada di sini. Dan soal bisnis baru… ya mungkin aku akan mempertimbangkan saranmu untuk membuka cabang untuk di sini,” jawab perempuan itu dengan agak centil.

“Baguslah, kau memang berbakat dalam bisnis. Kalau ada hal yang bisa kubantu, hubungi saja aku,” pungkas Sean.

“Ah, ya. Kalau begitu, bagaimana kalau nanti malam kita makan bersama?” tawar dr. Hua.

Sean hampir mengernyitkan dahinya. Ia mau-mau saja untuk makan malam, tapi dr. Hua akan punya anggapan lain jika mereka hanya berdua saja. Itu akan jadi merepotkan untuknya.

Tiba-tiba ia teringat si tengil yang mengajaknya ke pasar malam festival lampion nanti malam.

“Um… Moran, aku tidak bermaksud menolak, tapi sayang sekali aku sudah ada janji dengan orang lain untuk malam ini. Mungkin lain kali ya,” kata Sean kepada dr. Hua.

Dr. Hua Moran, mengejar Xiao Zhan dari Nan Yang sampai ke Bei An dengan harapan bisa mendapatkan hatinya, merasa kecewa dengan jawaban yang ia dapatkan. Tetapi bagaimanapun juga, selama ia di Bei An, ia merasa kesempatannya masih begitu besar untuk mendapatkan Xiao Zhan.

“Oh… baiklah kalau begitu. Sepertinya orang yang spesial?” tanya Moran dengan rasa kecewa dan sedikit terbakar yang berusaha disembunyikannya.

Sean yang teringat dengan senyum Wang Yibo yang berbentuk hati itu tersenyum dan menunduk. “Iya. Dia itu… haha, menyebalkan, tapi unik juga,” jawab Sean.

Moran harus tahu bahwa ia sudah tidak bisa mengejarku, batin Sean.

Baginya, Moran hanyalah seorang teman. Ia tidak suka ada orang lain yang berkorban demi dirinya, tapi Moran membuatnya terus merasa berutang budi dengan bantuannya. Membuatnya merasakan bahwa pertemanan yang dibuatnya jadi tidak terasa tulus lagi.

Moran berusaha untuk tetap menjaga ekspresinya meskipun ia begitu kesal. Seharusnya Xiao Zhan setidaknya melihat pengorbanannya sampai ke titik ini. Ia begitu ingin tahu siapa sosok yang telah merebut Xiao Zhan darinya. Apakah memang ia begitu luar biasa hebat untuk menyingkirkannya?

“Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi. Selamat melanjutkan istirahat,” kata Moran dengan tangan yang menggenggam erat tasnya.

“Terimakasih sudah berkunjung, lain kali kita bertemu kembali.”

Sean mengantar Moran sampai di depan pintu dan langsung menutup pintu ketika Moran sudah agak jauh.

“Huff… untung masih selamat,” desahnya lirih.

Ia mengambil ponsel di kantong jasnya dan membalas pesan Wang Yibo dengan cepat.

Jam 7 harus sudah siap. Aku yang menjemput.

Oh My Heart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang