4

312 40 2
                                    

“Halo, kau sudah siap di posisi?”

“Sudah, Nona. Kami akan terus mengikuti mereka dan mengirimkan hasilnya pada Anda.”

“Bagus. Lakukan dengan baik dan jangan sampai ketahuan.”

Telepon ditutup dan seorang pria mulai bekerja dengan mengikuti sebuah mobil. Ia terus menjaga jarak demi menghindari kecurigaan orang. Ia benar-benar melakukannya dengan sangat hati-hati.

Mobil itu berhenti di sebuah kawasan pasar malam di Bei An. Saat pengendara dan penumpangnya keluar dari mobil, pria itu dengan cermat mengambil potret mereka sejelas mungkin dan mengirimkannya kepada kliennya yang bernama ‘Nona Hua’.

 Saat pengendara dan penumpangnya keluar dari mobil, pria itu dengan cermat mengambil potret mereka sejelas mungkin dan mengirimkannya kepada kliennya yang bernama ‘Nona Hua’

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tiba-tiba, sang klien meneleponnya. Sepertinya begitu terburu-buru.

“Kau— KAU YAKIN KAMERAMU TIDAK RUSAK?” tanya Nona Hua dengan sedikit syok.

“Nona, ini benar. Bahkan mereka masih ada di dekat sini. Apakah Anda perlu video secara live?”

“TIDAK! Tidak, tidak, tidak. Maaf. Aku hanya tidak menyangka seperti ini hasilnya. Tolong cari tahu saja siapa pria dengan kemeja hitam itu. Semua detailnya. Siapa dia, apa pekerjaannya, latar belakangnya, dan koneksinya dengan dr. Sean Xiao,” ujar Nona Hua berusaha mengatur emosinya lagi.

“Baik Nona.”

Pria itu segera menghubungi seseorang, sementara di lain tempat, nona klien sedang mengecek ponselnya dengan perasaan tak tentu. Ia membuka berbagai sosial media dan menemukan foto di story instagram targetnya. Ia terperangah melihat orang yang berfoto bersama sang target.

“Siapa lelaki yang berani mendekati Sean?” gumam wanita dengan geram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Siapa lelaki yang berani mendekati Sean?” gumam wanita dengan geram.

Lelaki itu memang terlihat tampan dan lebih maskulin, tetapi mengapa harus Sean yang ia pilih? Memangnya tidak ada perempuan, atau lelaki lain?

Tak lama kemudian, wanita itu menerima pesan berisi data pribadi lelaki yang mendekati Sean itu.

Marga : Wáng
Nama : Yī-bó
Usia : 26 Tahun 7 bulan
Pangkat : Superintenden kelas 3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marga : Wáng

Nama : Yī-bó

Usia : 26 Tahun 7 bulan

Pangkat : Superintenden kelas 3

Pekerjaan : Detektif Kepolisian Negara (NRP. 852058) Satuan Penyidik Khusus Narkotika

Penugasan : Kota Bei An

Alma Mater :
1. Akademi Kepolisian Negara, lulus 3 tahun yang lalu.
2. Pascasarjana Universitas Bei An, Magister Hukum, lulus 1 tahun yang lalu.

Pesan lanjutan yang diterima wanita itu membuatnya lebih berang.

‘Maaf, Nona. Jika Anda meminta kami untuk melakukan tindakan yang berbahaya, kami tidak akan mengambil risiko untuk berurusan dengan kepolisian. Kami minta maaf karena tidak bisa membantu lebih lanjut.’

Wanita itu mematikan ponselnya dan hampir membantingnya ke meja. Ia melihat ke arah pemandangan malam Kota Bei An. “Aku tak peduli kau polisi atau apapun. Kau merebut milikku dan harus menerima akibatnya,” tuturnya dengan penuh amarah.



Di sisi lain Kota Bei An.

“Yibo, kau serius memberikan panda imut ini untukku? Aiyah, lihatlah, dia imut sekalii…,” kata Zhan sambil memeluk erat boneka panda hasil kemenangan Yibo di permainan menembak.

Bagi Yibo yang merupakan seorang polisi, tentu saja menembak sudah menjadi latihan rutin mereka, jadi mudah saja untuk menang.

“Hmm? Bagiku sih, yang paling imut adalah Zhan-ge,” jawab Yibo dengan telinga yang memerah.

Zhan terdiam sejenak dan menoleh ke arah Wang Yibo. Mereka saling bertatapan, bedanya Zhan menatap Yibo dengan memicingkan mata dan Yibo membalasnya dengan wajah tanpa dosa.

“Kau— ah, sudahlah,” kata Zhan menyerah. Sebenarnya ia ingin sekali mencubit Wang Yibo karena gemas.

Tunggu. Wang Yibo? Menggemaskan? Mengapa Zhan berpikir seperti itu?

Sepertinya otaknya benar-benar semakin korslet karena berada di dekat polisi tengil ini. Ia berusaha mengabaikan rayuan murahan pemuda tampan di sampingnya dengan melihat-lihat ke sekeliling jalanan.

“Aku lapar,” kata Zhan.

“Mau makan apa?”

“Hmm…,” gumam Zhan sambil mengerucutkan bibirnya. Yibo tersenyum dalam diam ketika melihatnya.

“Mau hotpot? Tapi jangan terlalu pedas, aku tidak kuat,” tawar Yibo.

“Baiklah! Hotpot yang tidak terlalu pedas sepertinya enak,” jawab Zhan dengan semangat.

Zhan memegang boneka panda dengan tangan kanannya dan entah kapan tangan kirinya dengan antusias menggandeng Yibo menuju kedai Hotpot yang menarik hatinya.

“Bos, Hotpot untuk dua orang, pisahkan cabainya ya!” kata Zhan dengan semangat.

“Oke! Silakan duduk,” jawab sang pemilik kedai.

Zhan memilih tempat duduk dan meletakkan bonekanya di samping kursinya, sedangkan Yibo dengan canggung duduk dan melepaskan maskernya.

“Wajahmu merah? Apa di sini terlalu gerah?” tanya Zhan sambil merasa-rasa suhu ruangan. Rasanya normal.

“Ti-tidak. Aku baik-baik saja, Ge. Sungguh,” kata Yibo dengan agak gelagapan saat Zhan menjulurkan tangan untuk memeriksa pipi dan dahi Yibo.

“Jika kau kelelahan, kita pulang saja setelah makan,” tukas Zhan dengan khawatir.

“Tidak, tidak. Aku sangat sehat kok,” pungkas Yibo.

Setelah makanan dihidangkan, mereka menikmatinya dengan lahap. Yibo entah mengapa ingin fokus saja pada makanannya. Ia tak berani melihat lurus ke depan karena merasa Zhan memperhatikannya. Sedari tadi jantungnya berdebar keras.

“Sebenarnya kau imut sih,” kata Zhan dengan santai di tengah aktivitas makan mereka.

“A-aku… imut?” tanya Yibo dengan ragu.

“Hahh…,” Zhan menghela napas. “Kalau menurutku, kau memang sosok yang tampan dan maskulin, apalagi jika sedang bekerja. Tapi kalau begini, kau tampak imut dan polos,” lanjutnya.

Dada Yibo semakin tak karuan, ditambah wajahnya yang memerah setelah menelan makanan yang tadi dikunyahnya. Ia harus berusaha tenang bagaimanapun caranya. Ada perasaan yang membanjirinya dan mendorong senyumnya untuk mengembang sempurna di hadapan pria manis bergigi kelinci di depannya.

Debaran jantung yang membuatnya merasa aman dan bahagia, tidak seperti debaran jantungnya ketika operasi penyergapan. Matanya yang menatap lurus kepada iris cokelat bening di depannya yang begitu indah. Ia merasa dunianya lebih baik berhenti saat ini agar momen seperti ini bisa ia nikmati dengan tenang.

“Apa kau pernah punya pacar?” tanya Zhan tiba-tiba.

Oh My Heart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang