2. Gagal bukanlah akhir

1K 196 1.1K
                                    

Allahumma shali ala sayyidina Muhammad.

***

"Gagal bukanlah sebuah tanda untuk menyerah. Tapi jadikan gagal, sebagai motivasi untuk terus berusaha sampai titik berhasil."

Suara decakkan terdengar, kaki kanannya terhentak di tanah. Sekali lagi, dia memikir keras. "Gagal bukanlah ujung dari perjuangan. Jadikan gagal, sebagai motivasimu untuk terus mencoba lagi. Coba dan coba lagi, sampai keberhasilanmu tinggal selangkah lagi."

"AAAAHH!!" Ekspresi yang awalnya tampak pekat serius, kini berubah menjadi raut kesal. Dia berteriak frustasi seraya memukulkan buku ke kepalanya. Menyerah. Tak menemukan kata-kata bagus untuk dirangkai.

"Dia yang gagal, kenapa harus aku yang mikirin gimana cara supaya dia gak menyerah." Rikki dengan ketusnya, memilih duduk di bangku putih panjang yang berada di pinggir jalan, dia sudah malas lagi untuk mengarang tugas Bahasa Indonesia yang diwajibkan membuat kata-kata motivasi dari kegagalan. Bukan dari kalimat orang lain, harus dari pikirannya sendiri. Huh, lama-lama karena tugas payah ini, dia akan membenci pelajaran Bahasa Indonesia.

"Gagal? Perjuangan memang akan selalu dilalui dengan kegagalan. Jalan tak selalu mulus. Para ahli bisa mencapai kesuksesannya, bukan sebab perjalanannya tak ada beban. Melainkan, ketika mereka menemukan kegagalan, mereka tidak menjadikan itu buntu apalagi menyerah begitu saja. Tapi, mereka malah jadikan kegagalan itu, untuk gairahnya terus mencoba, berusaha, sampai mereka bisa menemukan titik keberhasilannya. Dibalik satu kesuksesan, mereka pasti pernah mengalami kegagalan puluhan kali. Pantas saja, kalau kau menyerah begitu saja. Ketika gagal datang saat kau baru mengarang dua kali, kau langsung memilih berhenti. Menciptakan jalan semangat berhasil saja tidak bisa, apalagi menjalankannya?"

Rikki kini langsung menolehkan kepalanya ke samping, menatap lelaki yang duduk duduk santai di sebelahnya. Rikki mengkedipkan mata, meski lelaki itu tampak fokus menatap buku yang dibacanya, tapi perkataannya itu berhasil menyinggungnya. Rikki berdeham singkat, menghilangkan rasa malu dan canggungnya. "Maaf, Bang. Otakku memang pas-pasan."

Rikki menoleh kembali saat tak mendapatkan sahutan apa pun. "Abang... pasti anak sastra, kan?"

"Anak ibukku."

Rikki berdeham sembari berbatuk ringan. Sepertinya pertanyaannya cukup ambigu. Pandangan Rikki kini fokus mengarah depan; menatap lapangan sepak bola yang kosong takda pengunjung. "Kebanyakan... orang-orang yang suka baca buku, itu pakai kacamata."

"Mataku masih jernih." Lelaki itu menjawab seraya menutup bukunya.

Punggungnya yang awalnya bersandar, kini menjadi membungkuk, menyanggahkan lutut tangannya pada area lutut kakinya. "Kelas 10?" tanyanya pada Rikki, mulai membuka obrolan.

"Iya, Bang," jawab Rikki sembari memasukkan buku tugasnya ke tas kembali.

"Dua Tahun lagi, bersiaplah menghadapi usia kedewasaanmu. Tentukan dari sekarang ke mana arah tujuanmu. Meski perjalanan kita sudah diatur, tapi kau masih bisa menentukan jalan mana yang harus kau pilih. Kita tidak pernah tahu takdir kita nanti seperti apa, maka berusahalah untuk tetap memiliki tujuan hidupmu. Jangan sampai, menyesal, ketika di masa depan, kau menjalani kehidupan yang tak kau inginkan. Lalu menyalahkan takdir, dan mengatakan itu nasib. Padahal, jalan yang diatur Tuhan, adalah ketika kau berusaha, menentukan mana yang baik untukmu dimasa depan."

"Aku mengatakan, supaya kau tak menyesal di masa depan. Menyesal itu tidak datang saat kau baru memulai, tapi dia datang saat semua sudah berakhir. Kau harus segera mengubahnya dengan baik sebelum mengalaminya. Ketika kau sudah berusaha dibantu dengan doa, namun nyatanya memang tak seperti yang kau inginkan. Itu berarti memang takdir yang Tuhan inginkan. Dan ingat, sudah pasti yang Tuhan inginkan, lebih baik dari apa yang ingin kau rencanakan. Jadi, janganlah kau menyerah sebelum menemukan jalan hidup, kau harus memiliki pilihan. Kau harus memiliki tujuan. Kau juga harus tahu mengapa kau diciptakan, dan tahu mengapa kita juga akan dikembalikan. Bahkan nanti kita akan dimintai pertanggungjawaban, atas apa yang telah kita lakukan. Di bumi, berusahalah menjadi yang terbaik. Maka Tuhan akan memberikan yang terbaik. Di dunia, mau pun di kehidupan selanjutnya."

Detak-DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang