5. Perempuan yang sedang cemburu

277 74 266
                                    

Jangan lupa vote commentnya 🤍
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad.

------

Aku, Inezza Hindirahayu.

Aku tersenyum saat telah selesai menulis sesuatu di buku diaryku, dan mengakhirinya dengan tanda tangan namaku. Mengenai apa, sepertinya hanya aku dan Tuhan yang tahu. Biarlah ini menjadi rahasia antara aku dan Rabb-ku.

Lepas kututup buku itu dan kusimpan pada nakas meja belajarku, aku pun bangkit dari meja belajar dan bersiap keluar dari kamar. Baru saja kubuka pintu, aku lihat adikku; Rikki, sudah rajin mengepel lantai.

"Aaaa rajinnya adikku," aku memujinya dengan senyuman, yang lantas baru kusadari sesuatu. "Eh, kamu gak sekolah?"

Rikki menggeleng. "Emang Kak Nezza gak sadar dari pagi aku kerjaannya cuman ngetuk pintu Kak Nez supaya makan?"

Mendengar jawabannya, aku menjadi merasa seperti akibat akulah yang membuat adikku tak pergi sekolah. "Gara-gara Kakak?!"

Rikki bereaksi menggeleng cepat. "Nggak. Bukan karena Kak Nez, kok. Tapi karena mau jaga Bang Barra. Aku udah izin pakai surat, kok."

Mataku membulat, melihat ke arah pintu kamar Bang Barra. "Bang Barra kenapa!?" Panikku, membuat Rikki terkekeh.

"Nggak apa-apa, Kak. Rikki cuman mau jaga Bang Barra aja," jawaban Rikki membuatku kembali tenang.

"Oh, ya udah sini," aku mengambil alih alat pel dari Rikki. "Biar Kak Nez aja yang lanjut."

Raut wajah Rikki mendadak menjadi senyum mengejek. "Tumben."

"Apa maksudmu?" Tatapanku tajam pada Rikki. Awas saja jika dia berani memberi jawaban yang membuatku malu.

"Mau megang sapu. Biasanya, kan, cosplay jadi tuan putri yang anti sama pekerjaan rumah."

Benar saja, membuatku malu. Aku layangkan sapu ke arahnya yang kini sudah pintar berlari lebih dulu menghindariku. "RIKKI!! SOPAN KAMU BILANG GITU!?" teriakku sambil berlari.

"AMPUNNN PRINCESSS!" Tawa Rikki pecah saat bisa menghindari pukulanku. Kami saling berputar-putar pada lingkaran sofa ruang tamu.

"KE SINI, NGGAK!"

"WLEKKKKK!"

Tingkah Rikki yang semakin membuatku geram, lariku juga semakin kencang untuk mengejarnya. Awas aja.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Aku dan Rikki menoleh ke sumber suara, pada Bang Barra yang baru saja keluar dari kamar. Sepertinya terganggu dengan keributan kami. Kulihat Rikki berlari ke arah Bang Barra. "ABANG! TUAN PUTRI KITA MENGAMUK," Rikki bersembunyi dibalik badan Bang Barra.

Aku menghela napas kesal. Dasar aduan. Jika ada Mama, aku juga akan demikian. Mengadu.

"BANG BARRA! Rikki ngejek! Masa adik perempuanmu satu-satunya ini dibilang...."

"Beban."

"RIKKI!" Aku semakin dibuat mengamuk oleh Rikki yang kembali memotong bicaraku. Kukejar dia yang kembali berlari-lari menghindari seranganku.

Bang Barra, melihat kami. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepala sembari terkekeh sendiri. "Mama, Mama harus lihat ini," batinnya senang. Rumah ini, menjadi sangat ramai. Jika saja ada Mama, pasti ikut tertawa bersamanya melihat kedua adiknya itu bertengkar selalunya.

"Sudah, berhenti di sana." Mendengar permintaan lenbut dari Bang Barra, membuat kami tak berlari lagi dan langsung membeku di tempat. Menuruti apa kata Bang Barra.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Detak-DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang