Chapter 7: Masih Belum Yakin

35 5 0
                                    


———

Setelah kesepakatan mereka untuk memulai kembali hubungan, Shanera dan Adnan benar-benar berusaha untuk lebih jujur satu sama lain. Mereka tahu bahwa ini bukan hanya soal kebersamaan, tapi juga tentang kesediaan untuk menghadapi masalah yang pernah mereka hindari. Namun, untuk sementara, mereka berdua sepakat untuk tidak membahas hal-hal berat, terutama tentang masa depan yang terlalu jauh. Mereka memutuskan untuk fokus pada hal-hal kecil yang bisa membuat mereka merasa lebih baik.

Beberapa minggu setelah pertemuan di taman, Adnan mengajak Shanera ke salah satu lokasi syuting film terbarunya. Bagi Shanera, ini adalah pengalaman yang menarik—melihat dunia Adnan yang selama ini hanya ia dengar dari cerita. Syuting berlangsung di sebuah hotel mewah yang baru saja dibangun di tengah kota, dengan pemandangan laut yang memukau. Adnan sengaja memilih momen yang lebih santai untuk memperkenalkan Shanera pada tim produksinya.

"Jadi, ini tempat kamu syuting sekarang?" kata Shanera sambil memandang sekeliling, mengagumi tata letak set yang begitu mewah.

Adnan mengangguk. "Iya, aku pengen kamu lihat. Ini bagian dari dunia yang bikin aku sibuk belakangan ini."

Meski awalnya canggung, Shanera mulai merasa lebih nyaman. Para kru dan pemain lain menyambutnya dengan ramah, dan Adnan memastikan ia selalu berada di dekatnya. Di sela-sela pengambilan gambar, Adnan sering kali melirik ke arah Shanera dan tersenyum, sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan.

“Gimana rasanya?” tanya Adnan setelah mereka selesai syuting dan duduk di sebuah lounge yang tenang.

Shanera tersenyum. “Rasanya aneh, tapi aku senang kamu mau ajak aku ke sini. Aku jadi ngerti kenapa kamu begitu sibuk.”

Adnan meraih tangan Shanera. “Aku nggak mau kamu merasa diabaikan lagi. Makanya aku mau lebih terbuka soal pekerjaanku. Kalau kamu ngerti apa yang aku hadapi, mungkin kita bisa lebih saling memahami.”

Shanera mengangguk, merasa harapan baru mulai tumbuh. “Aku akan coba, Nan.”

Namun, di balik senyum dan kebersamaan mereka, Shanera masih menyimpan sedikit kekhawatiran. Meski Adnan tampak lebih terbuka sekarang, kesibukannya tidak berkurang. Shanera tahu bahwa jadwal syuting dan proyek hotel keluarga akan terus menekan mereka. Tapi untuk saat ini, ia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Setidaknya, mereka sudah memulai kembali—dan itu yang terpenting.

———

Beberapa hari setelah kunjungan Shanera ke lokasi syuting, mereka mulai kembali ke rutinitas masing-masing. Shanera sibuk mengurus Pawkie’s yang makin ramai dengan pesanan, terutama setelah ia meluncurkan menu cookies baru yang mendapat sambutan hangat. Sementara itu, Adnan terbenam dalam jadwal syuting yang semakin padat. Meski mereka berdua berusaha untuk menjaga komunikasi, intensitas pertemuan mereka mulai berkurang lagi.

Suatu malam, setelah seharian bekerja di toko, Shanera menerima pesan dari Adnan yang memberitahukan bahwa syuting malam itu harus diperpanjang hingga larut. Ia merasa kecewa, tapi berusaha memahaminya. Namun, rasa sepi itu tak bisa dihindari. Setiap kali Shanera menghabiskan malam sendirian, ia tak bisa menahan pikirannya yang kembali mengingat masa-masa ketika Adnan selalu ada di sisinya.

Lego dan Smokie melompat ke pangkuannya, seakan tahu bahwa Shanera butuh pelukan hangat dari mereka. Shanera mengelus kepala kedua kucing itu sambil menatap ke luar jendela. Hujan turun deras, mengiringi suasana hatinya yang galau.

"Kenapa rasanya masih berat ya?" gumamnya pada diri sendiri.

Keesokan harinya, Shanera memutuskan untuk pergi berjalan-jalan sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir dan menjernihkan pikirannya. Meski Adnan sudah berusaha memperbaiki hubungan mereka, Shanera tak bisa menghilangkan perasaan bahwa mereka masih berada di tempat yang sama—terjebak dalam rutinitas yang melelahkan.

Di taman tempat mereka dulu sering duduk bersama, Shanera duduk sendirian, memandangi daun-daun yang gugur ditiup angin. Ia tahu bahwa perubahan tidak terjadi dalam semalam, tapi ia juga mulai bertanya-tanya berapa lama lagi ia bisa bertahan dalam hubungan ini.

Saat itulah, ponselnya berdering. Shanera mengangkatnya dan mendengar suara Adnan di ujung sana.

“Sha, aku lagi break sebentar. Mau ketemu?” tanya Adnan.

Shanera terdiam sejenak. Ia ingin mengatakan ya, tapi di saat yang sama, ia merasa butuh waktu untuk dirinya sendiri.

“Aku lagi di taman. Mungkin aku butuh waktu sendirian dulu,” jawab Shanera dengan jujur.

Adnan terdiam sejenak sebelum berkata, “Aku ngerti. Aku nggak mau maksa. Kalau kamu butuh waktu, ambil saja, Sha.”

Mereka mengakhiri percakapan itu dengan kata-kata yang sedikit menggantung. Meski tidak ada rasa marah atau kesal, Shanera merasa bahwa ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka. Dan itu membuatnya semakin ragu—apakah hubungan ini masih layak diperjuangkan?

———

Seeking for Clarity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang