Abimanyu Nareswara

305 37 8
                                    

"Baik, saya rasa perkuliahan kali ini cukup. Kita bertemu lagi minggu depan." Ucap Abimanyu, sang dosen sejarah.

"Pak!" Seorang mahasiswa memanggilnya.

Abimanyu menoleh, dan menemukan seorang mahasiswi mendekatinya.

"Ada apa, Citra?" Tanya Abimanyu dengan suara berat dan medhok kas jawanya. Jujur saja itu pesona tambahan yang tak ditemui di dosen manapun selain, Pak Abimanyu. Kata semua mahasiswi yang pernah masuk ke kelasnya.

"Pak kalau tugas yang kemarin masih boleh ngumpulin nggak? Saya lupa." Tanya Citra agak ragu karena wajah dosen di hadapannya ini berubah datar.

"Kamu tahu khan aturan di kelas saya? Telat lima menit saja saya tolak, apalagi kemarin." Kata Abimanyu sambil membereskan berkas mengajar dan memasukkannya ke tas selempang coklatnya.

"Pleaseeee, i swear i'll never do that again, pak." Ucap Citra sambil mengatupkan kedua tangan di wajahnya.

Abimanyu menghela napas.

"Ya sudah, put it on my desk, but i have to decrease your point, Citra." Jika Abimanyu berbicara dalam bahasa inggris, ia seolah menjadi pria berbeda, karena aksen medhoknya menghilang, digantikan menjadi aksen bahasa inggris yang fasih.

Citra menatapnya dengan bahagia.

"Ok pak, siap!!"

Abimanyu menyampirkan tasnya dan berjalan keluar dari kelas.

Abimanyu Nareswara, seorang dosen sejarah di kampus ternama di Yogyakarta. Ayahnya, yang semua pembaca sudah tahu, ia adalah Raden Mas Bumi Anjasmara. Sebenarnya Abimanyu adalah keturunan ningrat, ayahnya adalah pure blood bangsawan, namun menikah dengan ibunya, Gendhis Putri Arghani yang berasal dari warga sipil biasa. Sebenarnya bisa saja ia meletakkkan gelar di depannya, Raden Mas, tapi Abimanyu tidak terlalu berambisi memasangkan gelar itu di depan namanya.

Abimanyu sudah berusia tiga puluh tahun, sudah waktunya ia menikah, dan berumah tangga. Namun ia tak tertarik dengan dunia yang namanya 'pernikahan', ia masih betah untuk menyendiri. Hal itu yang membuat Gendhis, sang Kanjeng Ibu sangat khawatir dan sempat berpikir apakah putra pertamanya itu memiliki kelainan secara seksual.

"Tapi kamu masih suka cewek khan , bi?" Tanya Gendhis ketika mereka sedang berkumpul di ruang keluarga, kebiasaan yang selalu ditanamkan sejak Raden Mas Tjokro, eyang buyut mereka.

"Nimas, pertanyaan apa itu?" Tanya Bumi, sang Kanjeng Rama

"Aku khawatir kangmas, masak ya, putra kita, setampan itu, nggak punya pacar?"

"Yo wes biarin tho, nimas. Nimas lupa, kangmas menikahi nimas umur berapa coba?" Tanya Bumi pada istrinya itu.

Abimanyu geleng-geleng kepala. Ia menutup buku sejarah di pangkuannya.

"Kanjeng Ibu, ndak usah khawatir, aku masih suka perempuan kok. Tapi ya, saya masih ndak mau menikah." Kata Abimanyu sambil melepaskan kacamatanya.

"Kenapa?" Tanya Gendhis

"Belum ada yang cocok, ibu."

"Ckckckk, kamu pasti pilih-pilih ya?"

Abimanyu tertawa pelan, paham kekhawatiran sang ibu, tapi menurutnya menikah di usianya sangatlah riskan. Pekerjaannya pun masih belum ajeg. Emosinya masih labil, ia pun masih suka menyendiri. Pilihannya bekerja menjadi dosen, karena ia ingin menantang diri sendiri agar senantiasa mau berbaur dengan sesama.

Abimanyu masuk ke ruangannya, dan meletakkan tas selempangnya di atas meja. Ia menyambungkan speaker bluetooth, lalu memutar lagu jazz kesukaanya.

Orang bilang, Abimanyu pria yang keluar dari buku jaman Sherlock Holmes. Bagaimana tidak, ia pria dengan tampilan elegan vintage. Di perkembangan jaman yang sudah maju, ia memilih menggunakan jam analog, ketika yang lain menggunakan smart watch. Jika ia berkumpul dengan sahabatnya, ia memilih ke sebuah bar atau restoran dengan suasana syahdu, dengan musik jazz yang mengalun atau berolahraga polo, karena keahlian berkuda sudah ia dapatkan sejak remaja hasil belajar bersama Ramanya. Pakaian sehari-harinya tak lepas dari celana kain, kemeja, juga baju berkerah. Sepatu loafers lebih ia pilih untuk bekerja ketimbang kets. Jika ia tinggal di luar negri, sudah pasti setiap hari pria itu akan mengenakan coat panjang, juga barret hat, tapi karena ini Yogykarta, cuaca sangat panas, maka ia lebih memilih menggunakan kemeja. Rambutnya tak lepas dari pomade, setiap ia mengajar, tak pernah ia tampil berantakan. Rambutnya selalu rapi, dengan kacamata besar yang bertengger di hidung mancungnya. Abimanyu terkenal sebagai pria terbersih, terwangi dan ter elegan sepanjang para mahasiswa itu kuliah disana. Setiap Abimanyu meninggalkan kelas atau mengajar, harum tubuhnya selalu mengiringinya. Harumnya seperti citrus, rempah dan aroma kayu, tapi jika sudah siang hari harumnya seperti aroma cedar, tonka bean dan musk yang memberikan kesan tetap segar namun elegan.

Sasmitaning WektuWhere stories live. Discover now