Rencana liburan sedikit berubah. Mereka menambah satu personil. Soobin mengajak rekan kerjanya yang baru saja berduka minggu lalu. Tiga orang lainnya tidak keberatan soal itu.
Ibu bergantian memberikan pelukan kepada Jisoo dan Hana. Bekal-bekal juga diberikan untuk menginap 3 hari 2 malam ke depan. Mereka hanya berencana untuk tidur di lingkungan desa saja tanpa aktivitas apapun.
Jisoo menyetir, Seungkwan di sebelahnya membacakan peta. Tiga perempuan di belakang. Musik rap terdengar menghidupkan suasana seru. Akhir musim dingin, Jisoo berkendara dengan kecepatan normal.
"Ahrin, matamu benar-benar bengkak. Kau betulan tidak apa-apa?" Soobin menoleh ke sebelah kanannya.
Ahrin, gadis berambut pendek itu mengangguk. "Saat kau menawariku untuk ikut, kupikir ini akan membantuku untuk tidak terus sedih."
"Maaf, tapi apa adikmu itu remaja korban meninggalnya...itu?" Seungkwan sedikit menoleh ke belakang untuk menatap lawan bicaranya.
Masyarakat di kota itu menyebutnya urban legend, seorang wanita yang akan menghisap jiwa-jiwa remaja. Tidak ada yang tahu tujuannya untuk melakukannya. Tidak ada yang berhasil mengingat wajahnya, entah bagaimana bisa mereka tidak pernah melihatnya.
Ahrin mengangguk. "Kami baru saja merayakan ulang tahunnya yang ketujuh belas. Esoknya dia sudah seperti itu."
Soobin merangkul Ahrin, "Semoga dengan cara liburan tiga hari ini bisa membantumu bangkit. Kau benar-benar sedih sampai seminggu tidak masuk kantor."
"Jangan sungkan, anggap saja kita sudah lama berteman," Jisoo menimpali. "Hana tidur? Aku tidak mendengar suaranya sejak tadi," ia melihat kaca depan, melihat tempat duduk Hana.
"Foto dia! Cepat!" Seungkwan menunjuk Hana. Soobin terkekeh pelan sambil mengeluarkan ponselnya. Beberapa potret diambil. "Posting ini saat dia ulang tahun!"
"Apakah kalian keluarga? Kalian terlihat sangat akrab," Ahrin bertanya dengan pelan.
Seungkwan berhenti tertawa, "Aku adik Kak Soobin, Kak Jisoo dan Hana adalah kakak adik, kami bertetangga sejak kecil."
Ahrin mengangguk mendengarnya. "Hana sering tidur di pagi hari, ya?"
"Bukan seperti itu, dia memang akan tidur jika Jisoo yang menyetir," Soobin menjelaskan, ia menekan-nekan pipi Hana hingga gadis itu bergerak tak nyaman.
"Jangan diganggu," ujar Jisoo dari kursi kemudinya.
Seungkwan menoleh ke arah Jisoo, "Aku iri pada Hana. Kak Jisoo terlihat peduli, berbeda dengan Kak Soobin yang tidak bisa melihatku tenang."
Soobin menjulurkan lidah, ia bersandar pada bahu Ahrin.
"Aku juga sering mengganggunya, kok. Kita akan pergi ke tempat yang Hana tidak sukai, jadi biarkan dia tidur. Dia pasti akan merengek minta pulang jika dia tahu," Jisoo terkekeh.
Seungkwan menoleh ke arah Jisoo lagi, ia memicingkan mata, "Wah, kau lebih buruk dari Kak Soobin. Kau ingin membawa kami ke mana?"
"Di desa. Dekat desa itu ada proyek bangunan setengah jadi, hanya ada satu lantai. Proyeknya mangkrak karena ada banyak kejadian mistis, katanya karena tanah yang dibangun bukan atas izin warga. Akhirnya, bangunan itu malah dijadikan rumah hantu oleh warga di sana. Kau tahu video viral itu tidak?"
"Hooo! Aku tahu," Soobin memekik, ia mengangguk kencang. "Aku pernah melihat video itu bersama Ahrin. Ya, kan? Wah, itu kelihatannya seru."
"Ah, aku juga membencinya," Seungkwan bersungut. "Apa tidak ada tempat lain di sana?"
"Taman stroberi, sauna, air terjun...," Jisoo menjeda, ia terlihat fokus karena melihat lampu merah. "Ya...tempatnya seperti kebanyakan bukit-bukit lain. Ada kafe yang bagus juga karena saat kabut terlihat seperti di atas awan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ECLIPSE THAT NIGHT •|SEVENTEEN|•
WerewolfBukit Roth lenyap, nyaris tidak ada kehidupan karena jumlah penghuninya semakin surut. Sosok yang menginginkan kecantikan dan keabadian dengan bengisnya menghisap jiwa-jiwa muda. Sosok itu menyebar, bahkan manusia yang tidak bersalah pun terkena imb...