Ada rasa penasaran yang besar dalam diri Hana setelah mendengar cerita Paman Myungdae mengenai bukit itu. Pikiran yang sempit mengarahkannya pada satu hal. Ia mencari sumber dari sebuah film.
Seungkwan menatap ke arah Hana dengan geli, "Kenapa tiba-tiba mencari film 'Twilight'? Kau penasaran dengan serigala itu? Kau bukan orang yang betah menonton, kan? Pasti ketiduran."
Refleks Hana menarik ponselnya, menjauhkannya dari Seungkwan, "Apa, sih?"
Daging panggang itu tidak tersisa, Hana yang menghabiskan. Di luar memang turun salju, tidak sampai badai. Tapi wahana rumah hantu itu tetap tidak dioperasikan. Lagipula pelanggannya hanya sedikit, orang-orang yang menginap di sekitar sini saja.
Penginapan terasa sepi setelah Hana menanggapi Seungkwan. Ia berbaring di sofa untuk melihat film dari ponselnya. Sinyalnya sedikit buruk, tapi tidak masalah. Hana orang yang sabar, sepertinya.
Seperti dugaan Seungkwan sebelumnya, Hana menguap lebar. Film baru beberapa menit berjalan, padahal masih ada beberapa musim lagi. Suara dari ponsel itu seolah menyanyikan lagu tidur untuknya.
Hawa dingin yang terhalang jaket itu membuatnya nyaman. Kelopak matanya sangat berat. Hana hampir jatuh ke alam mimpi jika saja ia tidak mendengarnya.
"AAH!"
Gadis itu terkesiap. Ia terkejut dan langsung duduk. Kepalanya pening karena bangun dengan tiba-tiba. "Kak? Kak Soobin?" Panggilnya pelan sambil mendesis karena pening.
Senyap. Suara dari ponsel mendadak hilang. Hana mengernyitkan dahinya. Salju berhenti turun. "Kak Jisoo?" ia memanggil lagi, tanpa menoleh ke arah manapun.
Teriakan kencang membuatnya refleks menoleh. Bola matanya membulat ketika melihat Seungkwan keluar dari kamarnya dengan kalut. Sesuatu berwarna gelap melayang mendekatinya. Hana merinding, jemarinya menjadi lemas.
Gadis berparas cantik namun memiliki aura gelap tak mengenakkan itu menoleh ke arah Hana dengan pelan. Seungkwan pun menoleh ke arahnya dengan gelisah. Hana tak sempat berpikir, sosok itu terbang dengan cepat ke arahnya.
"WAAAAHHH!!!!"
Hana terjingkat, menjerit nyaring. Ponselnya jatuh dengan suara film yang masih terdengar. Dua orang laki-laki menatap ke arahnya dengan heran. Salju masih turun dengan lebat. Jantungnya berdegup kencang beserta napasnya yang naik-turun.
Tidak ada gadis cantik yang terbang ke arahnya, Seungkwan pun menatapnya dengan tatapan iba. "Nah, sudah kubilang, kan? Kau pasti ketiduran. Mimpi buruk, kan?"
Ketiduran? Hana hanya mimpi?
Kepanikan Hana hanya dianggap angin lalu. Seungkwan kembali menatap ponselnya sambil menyanyikan lirik diselingi petikan gitar Jisoo. Padahal dalam mimpinya Seungkwan nyaris terbunuh.
Degup jantungnya masih belum kembali normal. Ia mengambil ponselnya, beranjak ke kamarnya. Suara nyanyian Seungkwan terdengar jauh saat ia berdiri di depan kamarnya.
"Kak Ahrin?" Panggil Hana saat ia tak sengaja melihat Ahrin keluar dari kamarnya dengan pandangan kalut ke arah kamarnya sendiri. "Eonnie?" Hana memekik, mengernyitkan dahi sambil mendekat.
Tangan Ahrin terangkat, mengisyaratkan Hana untuk diam, bibirnya sangat pucat dan kering, tatapan kalutnya masih mengarah ke arah kamarnya. Semakin Hana mendekat, suara cicitan Soobin terdengar, ia semakin bingung.
Tepat saat Hana berdiri di sebelah Ahrin, ia melihat Soobin dengan tubuh gemetar menarik dirinya perlahan untuk keluar kamar. Sleep mask itu berserakan di lantai. Saat Hana melihat ke arah mana kedua perempuan ini menatap, jantungnya kembali memompa dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECLIPSE THAT NIGHT •|SEVENTEEN|•
WerewolfBukit Roth lenyap, nyaris tidak ada kehidupan karena jumlah penghuninya semakin surut. Sosok yang menginginkan kecantikan dan keabadian dengan bengisnya menghisap jiwa-jiwa muda. Sosok itu menyebar, bahkan manusia yang tidak bersalah pun terkena imb...