Hana bangun paling awal. Sebenarnya tidak bisa tidur karena terus terpikirkan kejadian semalam. Ia melihat sekelilingnya masih terlelap, mungkin mereka kekurangan tidur.Matahari belum meninggi, hawa dingin menusuk sampai ke tulang. Semalam sepertinya badai salju. Ketebalan salju bertambah begitu Hana menginjakkan kaki keluar.
Tepat di depannya, jarak belasan meter, sebuah danau di bukit ini menyita perhatiannya. Kaldera yang membeku itu mengingatkannya pada satu hal. Hana melangkah ke sana dengan langkahnya yang tinggi karena salju yang tebal.
Hana menyisir tepiannya, lalu berhenti pada satu titik yang paling dekat dengan suatu cekungan, membelakangi bangunan-bangunan. Ia menatap cekungan itu nanar.
Hana ingat betul itu ulah Wonwoo yang berusaha menahan abu orang tuanya agar tidak terseret air hujan ke danau. Ia berjongkok, menyentuh cekungan itu dengan jari telunjuknya.
Suara salju yang terinjak membuat Hana mendongak ke atas hingga wajahnya bertemu dengan wajah lain. "Kak Jisoo terbangun karena aku?" Tanyanya, membuat Jisoo beralih duduk di sebelahnya. Ia tampak tidak terusik dengan tumpukan salju dingin yang nyaris menenggelamkan kakinya saat duduk.
"Bukan, aku hanya tidak bisa tidur karena sangat dingin," jari telunjuk Jisoo menyentuh lengan Hana yang tidak terbalut kain. Lebam menghitam masih terlihat jelas. "Kau benar-benar beradaptasi dengan baik, ya?"
Hana menggenggam tangan Jisoo yang terasa sangat dingin begitu menyentuh lengannya. "Kak, tanganmu sangat dingin. Hangatkan dirimu di dalam saja," ucap Hana khawatir.
Bibir Jisoo tertarik ke dua arah, senyumnya begitu tipis. "Sejak masuk ke bukit ini, kita jadi jarang bicara, kau tahu?" Kekehnya pelan.
"Kau kecewa padaku?" Sama seperti malam tadi, baik senyuman ataupun kekehan Jisoo ini terlihat pilu di mata Hana. Ia mengubah tubuhnya menjadi serigala, ukuran tubuhnya yang jauh lebih besar itu melingkar di sekitar tempat duduk Jisoo.
Tubuh Hana terasa hangat begitu Jisoo bersandar seakan jaket tebal sedang mengelilinginya. "Bukannya kecewa, aku hanya tersadar bahwa aku tidak akan memiliki saudara di rumah setelah ini."
Tangan Jisoo mengelus kepala Hana yang berada di dekat kakinya, ekor Hana di sebelahnya yang lain bergerak pelan untuk menyingkirkan salju. "Aku justru bangga karena keluargaku membesarkan serigala yang ternyata berperan penting di sini."
Hana terdiam, ia ingin bicara pada Jisoo. Tapi jika ia berubah menjadi manusia, Jisoo akan kedinginan. Jadi ia hanya diam dan mendengarkannya.
"Kau sangat polos dan lugu pertama kali kita bertemu. Tidak banyak bicara, tapi ketika sudah nyaman, kau jadi banyak tanya sampai aku jengkel, hahaha. Tapi dari situ aku bisa belajar berbagi, menghabiskan masa kecilku dengan baik. Aku benar-benar menikmati masa kecilku sebagai anak-anak yang sering bertengkar."
"Melihatmu seperti ini ada perasaan bangga tersendiri, meskipun sebagian sisi serigalamu itu mengubah perilakumu yang kukenal. Kau bahkan nekat masuk ke dalam hutan tengah malam demi mencari pasanganmu," lagi-lagi Jisoo terkekeh. Senang sekali menggoda Hana.
Derap langkah dari beberapa orang terdengar. Jisoo menoleh ke belakang, begitu juga dengan Hana. Cahaya matahari yang baru saja muncul membuat mereka menyipitkan mata.
Seungkwan berjalan lesu, ia duduk sambil menempel pada serigala Soonyoung karena kedinginan. Akhir-akhir ini mereka tidak banyak bertengkar. Itu bagus karena tidak ada Seokmin yang akan melerai. "Melihat kalian berdua, aku jadi kepikiran Kak Soobin. Perasaanku tidak enak."
Benar juga, sibuk pada diri sendiri dari pelarian sosok itu membuatnya hampir lupa bahwa kakak perempuannya itu tidak bersamanya. Keempat serigala dan Jisoo menatap Seungkwan bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECLIPSE THAT NIGHT •|SEVENTEEN|•
WerewolfBukit Roth lenyap, nyaris tidak ada kehidupan karena jumlah penghuninya semakin surut. Sosok yang menginginkan kecantikan dan keabadian dengan bengisnya menghisap jiwa-jiwa muda. Sosok itu menyebar, bahkan manusia yang tidak bersalah pun terkena imb...