"WOY, bersihin yang bener ya, soalnya kelasnya mau dicek satu-satu sama OSIS!"
"OSIS kurang kerjaan amat, dah."
"EDO SEPATU LO BUKA MONYET!"
Pagi ini temanya bersih-bersih kelas. Marin sebenarnya paling malas kegiatan begini pagi-pagi, soalnya dia gampang capek. Tapi kalau nggak kerja malah diamuk sama Fiona-si Ketua Kelas, alias singanya 11 IPA 2.
Suasana kelas benar-benar heboh banget sekarang, apalagi Fiona yang terus koar-koar menuntun anak kelasnya, terlebih sama para cowok-cowok yang susah dibilangin.
"Dirga, lo mau berhenti main HP atau gue lapor ke wali kelas?" Fiona berkacak pinggang pada Dirga yang sejak tadi asyik bermain game di ponselnya sementara siswa lain sudah pada bekerja.
Dirga meringis. "Bentar. Eh, anjing anjing mati lo, mati!" umpatnya sambil menggerutu di depan layar.
Melihat itu Fiona mengepalkan jari jemarinya kesal. "Bener-bener ni anak..."
Tapi belum sempat Fiona bergerak menghampiri Dirga, saat Nadira sudah lebih dulu menahan tubuhnya dengan kemoceng. "Lo urus yang lain aja, Fi. Biar jamet Majapahit satu ini gue yang urus."
Fiona mengangguk. Bukan hal yang perlu diragukan lagi jika Nadira sudah bergerak untuk seorang Dirga. Hanya tinggal menghitung selama satu ... dua ... tiga-
PLETAK!
Kemoceng itu berhasil mendarat pada Dirga dan menimbulkan suara benturan yang renyah.
"Eh, anjir sakit!" Dirga refleks berdiri dari duduknya, tampak tak terima. "Apa-apaan sih lo?!"
"Kurang asem lo ya lo, jamet Majapahit!" Nadira menyilangkan tangan di dada, tampak tidak mau kalah. "Orang lain pada bersih-bersih kelas dan lo malah enak-enakan main HP?! Punya otak nggak, sih?!"
"Pinyi itik nggik, sih?!" Dirga meledek, membuat Nadira semakin naik pitam.
"Ngelunjak ya lo, Amar!"
"Nggak usah bawa-bawa nama ortu, Julia!"
"MONYET, LO JUGA!"
Dan begitulah perdebatan antara Dirga dan Nadira yang tak akan pernah habis-habis dari zaman mereka SMP. Entah kenapa juga keduanya disatukan dalam satu kelas dan ekskul yang sama.
Kata Leo, itu namanya jodoh. Tapi kalau salah satu dari Dirga dan Nadira mendengar itu, maka sudah dipastikan setelahnya Leo hanya tinggal nama.
Sementara itu Fiona beralih ke arah lain, tidak mau begitu peduli dengan kerusuhan Nadira dan Dirga yang sudah bukan menjadi hal yang asing lagi. Kali ini ia berjalan ke arah Moka.
"Moka, lo kan tinggi, bisa bersihin sela-sela kaca bagian atas sana nggak?" tanya Fiona.
Cowok itu hanya mengangguk sebagai jawaban, lantas meraih kemoceng dan mulai membersihkan lubang ventilasi di atas. Moka tidak perlu berjinjit lagi karena dia sudah tinggi, jadi seharusnya bukan hal yang sulit.
"Gue juga mau, gue juga mau!" Lalu Marin datang menghampiri sambil menggeret kursinya ke dekat Moka.
"Lo serius mau bersihin juga?" Fiona mengerutkan dahi. "Mending lo bagian nyapu aja, gih."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOKAMARIN
Teen Fiction"Moka, ayo pacaran!" "Kita kan temen, Rin?" Marina Alodya adalah gadis dengan tinggi 145 cm yang sering dijuluki sebagai Kurcaci. Selama mengenal Mokaza Sadean, si tiang dengan tinggi 185 cm, hari-hari Marin rasanya menyenangkan. Dia menyukai cowok...