Jamuan makan malam mewah yang terdiri dari foie grass truffle dan sup krim kepiting juga appetizer dan dessert yang mewah telah selesai. Kini para hadirin disuguhkan dengan pertunjukan musik yang merdu.
Banyak dari mereka yang mulai meninggalkan meja masing-masing untuk berkoneksi. Mencari dan membina koneksi, lebih tepatnya.
Kubu terbagi menjadi tiga. Mereka yang mengerubungi Presiden Evangeline, para taipan dan konglomerat yang mengerubungi Gage untuk membuat jembatan koneksi dengan kemiliteran negara dan para pejabat yang mengerubungi Banila untuk menariknya masuk ke dalam partai politik untuk mendapatkan sokongan sponsornya.
Banila sama sekali tidak tertarik dengan segala macam hal bertetek-bengekan politik. Dia murni hanyalah pebisnis. Tapi dia tidak akan berbohong bahwa dia sedang memasang umpan agar orang yang dia incar datang kepadanya setelah melihat seberapa banyaknya pejabat yang mencoba untuk membina hubungan dengannya.
Hanya saja, umpan tersebut sepertinya belum terpancing. Sudah hampir sekitar satu jam Banila harus meladeni para orang-orang penting dengan senyum palsunya dan penolakan halus. Kepalanya terasa mumet.
Ketika akhirnya ada sedikit jeda yang diberikan untuknya ketika panggung tengah mementaskan tarian tradisional, Banila langsung pamit diri untuk menyingkir ke balkon luas.
Udara malam musim gugur yang terasa segar di malam itu membuat Banila refleks menarik napasnya yang panjang.
Ada beberapa orang yang juga berada di balkon. Namun berbeda dari hadirin yang berada di dalam ruangan, mereka tampak acuh dengan keberadaan masing-masing dan sibuk sendiri. Ada yang sedang menelepon dan ada yang sedang menikmati hisapan rokoknya.
Banila menghampiri ujung balkon dan menyandar di sana sebelum mengeluarkan sebatang rokok dan pemantik api dari purse kecilnya. Dengan gerakan yang sudah terlatih, dia menyalakan rokok dan mengambil hisapan pertama sebelum menghembuskan asap putih yang dengan cepat tertiup pergi oleh angin malam. Dalam sekejap, seluruh sarafnya yang bertaut sedari tadi kini berubah rileks.
"Anggur merah, Nona?" tawar seorang pelayan yang datang menghampirinya dengan sebuah nampan berisikan gelas-gelas kosong dan sebotol anggur merah mahal.
Banila mengambil satu gelas kemudian pelayan tersebut menuangkan anggur ke dalam gelas Banila dengan sigap sebelum beranjak pergi menghampiri orang lain yang ada di balkon untuk menawari anggurnya.
Banila mengambil satu tegukan kecil anggurnya kemudian kembali menghisap rokoknya dalam diam. Pikiran penuh dengan berbagai macam hal.
"Aku tidak tahu kamu merokok selama ini. Sejak kapan?"
Datangnya suara familiar yang tidak terduga itu membuat Banila menoleh. Gage Gingham berdiri tak jauh di belakangnya dengan sosoknya yang senantiasa tampan.
Ya, Gage tidak pernah tidak tampan. Bahkan ketika mereka duduk di bangku sekolah sekalipun. Kini, setelah menjadi Jenderal dengan segudang pengalaman tempur, hanya semakin mematangkan ketampanan pria itu.
"Sejak aku menjadi Crowning," jawab Banila pendek, lalu mengembalikan perhatiannya ke depan.
Gage beralih ke sampingnya, ikut menatap ke kejauhan yang perlahan mulai menggelap seiring dengan hilangnya sinar mentari.
"Seberat itukah menjadi Crowning hingga kamu perlu mencari pelarian ke nikotin?" tanya Gage.
Banila menyeringai miring tanpa melirik Gage. Dia menyesap sedikit anggurnya sebelum menjawab, "Tidak berat. Ini hanyalah sebuah gaya."
"Gaya yang akan membawamu ke dalam penyakit dan kematian."
"Oh, Gingham." Banila memutar bola matanya sekarang. Namun suaranya mengindikasikan bahwa dia cukup terhibur. "Kamu adalah seorang jenderal sekarang. Bukan lagi siswa teladan menyebalkan yang suka menegur di bangku sekolah. Jadi maklumilah aku, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Picture Perfect Match (On Hiatus)
RomanceBanila Rose Crowning memiliki semuanya kecuali sebuah agenda yang dapat membuatnya jatuh ke dalam jurang apabila dia tidak berhati-hati. Namun kepalang basah sudah, dia telah terbakar oleh rasa dendam yang berakar dari orang-orang yang menyakitinya...