Menuruni tangga yang membawa mereka ke bawah tanah, Banila dan Sonora akhirnya sampai di kelab Morfim yang seluruh pengunjung telah dievakuasi.
Yang Banila temukan di dalam Morfim saat ini adalah keramaian para polisi dan tim forensik yang sedang mengerjakan tugas mereka. Mengumpulkan sebanyak mungkin data dan barang bukti. Mulai dari memotret seisi ruangan dan jasad korban yang belum dipindahkan hingga ke pembuatan diagram tempat kejadian perkara.
Banila dan Sonora yang berdiri di depan ruangan VVIP yang menjadi tempat kejadian perkara saling memandang satu sama lain tanpa bersuara.
Di sana, mereka melihat tiga orang jasad yang telah terbujur kaku. Seorang wanita di atas sofa dengan mata terbuka kosong dan dua orang pria lainnya yang tergeletak di atas lantai.
"Hei! Kenapa bisa ada orang biasa yang diperbolehkan masuk kemari?!" seru salah seorang polisi yang menyadari kehadiran Banila dan Sonora.
Polisi tersebut berjalan mendekat ke arah mereka berdua dengan raut wajah galak sebelum kemudian kesadaran menghantamnya. Berbeda dari polisi yang berjaga di luar Morfim, polisi kali ini dengan cepat menyadari identitas dari Banila setelah melihatnya dari dekat.
"Anda... Nona Crowning?" tanya polisi itu memastikan.
Banila mengangguk. "Dan ini adalah Sonora Crowning. Kami baru saja mendapat kabar bahwa ada insiden overdosis obat-obatan di salah satu kelab malam kami dan segera kemari untuk melihatnya."
Polisi tersebut melihat Banila dan Sonora secara bergantian dan kemudian menundukkan kepalanya sebagai sapaan hormat.
"Anda berdua diperbolehkan untuk berada di sini. Namun mohon agar jangan melakukan apapun yang dapat meleburkan jejak DNA yang ada di tempat kejadian peristiwa," kata polisi itu.
"Ya, Tuan polisi. Kami akan memastikan sikap kooperatif kami," kata Sonora.
"Banila, aku akan berbicara dengan Dustin dan Tuan polisi ini mengenai kronologi peristiwa. Tidak apa kalau aku meninggalkanmu sebentar?" tanya Sonora.
Banila tergelak kecil. "Ya ampun. Kamu kira aku adalah anak kecil? Tentu saja tidak masalah. Carilah Dustin. Dia pasti sudah kembali setelah memarkir mobilku."
Begitu Banila selesai berbicara, atensi seluruh orang yang berada di dalam ruangan TKP tersebut tersita oleh perseteruan kecil yang terdengar nyaring. Semua orang secara kolektif mengangkat kepala dan melihat ke arah sumber suara tersebut.
"Maafkan saya, Jenderal Gingham. Tapi ini bukan bagian dari jurisdiksi kewenangan anda. Serahkan semua ini kepada kepolisian," tegas salah seorang polisi lainnya di depan pintu ruang VVIP.
Gage Gingham, yang berdiri menjulang dengan perawakannya yang tinggi nan gagahnya dalam balutan kaus katun dan jins biasa tetap bisa terlihat mengintimidasi lawan bicaranya.
Dengan tenang, Gage mengeluarkan sepucuk kertas yang terlipat dari saku celananya juga lencana yang kemudian dia sodorkan ke depan wajah sang polisi.
"Ini adalah mandat yang diberikan Presiden Evangeline kepadaku. Presiden telah memberikanku kewenangan dan kebebasan untuk terlibat dan mengusut segala kasus yang berhubungan dengan Pickaboo."
Sang polisi menyipitkan matanya untuk melihat tulisan yang tertera pada kertas tersebut dengan seksama sebelum kemudian menarik napas panjang yang jengkel.
"Baiklah," ujarnya. "Silahkan Jenderal menginspeksi semua detail dari tempat ini. Saya tidak bisa melarang anda apabila Presiden sudah turun tangan ke dalamnya."
"Terima kasih. Mohon kerjasamanya, Kepala Polisi," sahut Gage.
"...... Mohon kerjasamanya juga."
Selesai berbicara, Gage segera masuk ke dalam ruang VVIP tersebut. Matanya langsung bersiborok dengan milik Banila. Serta merta, wajah pria itu merekah dengan senyuman lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Picture Perfect Match (On Hiatus)
RomanceBanila Rose Crowning memiliki semuanya kecuali sebuah agenda yang dapat membuatnya jatuh ke dalam jurang apabila dia tidak berhati-hati. Namun kepalang basah sudah, dia telah terbakar oleh rasa dendam yang berakar dari orang-orang yang menyakitinya...