Banila mencoba untuk membuka matanya yang terasa berat seperti direkatkan dengan lem. Tidak hanya matanya yang berat, tapi seluruh tubuhnya juga terasa berat.
Sambil beradaptasi dengan sinar cahaya matahari pagi yang menyisip masuk dari gorden yang tidak tertutup rapat, Banila merengutkan wajahnya kala rasa sakit yang berkedut-kedut pada tangan sebelah kanannya menyeruak.
Banila mengangkat tangan kanan tersebut untuk dilihat dan mendapati bahwa tangan yang terluka tersebut kini telah dibalut apik dengan perban berwarna putih.
Kelebat-kelabat kejadian semalam di Morfim segera berputar di dalam benak Banila yang masih sedikit mengambang.
Dia ingat bagaimana Gage membawanya keluar dari Morfim menggunakan pintu belakang agar terhindar dari tatapan penasaran para pihak berwajib yang sedang mengamankan tempat kejadian di luar. Ingat Gage menyetirinya pulang kembali ke kediaman Crowning dan menunggu disana hingga Sonora pulang dan membukakan pintu gerbang untuknya sambil dengan telaten menangani luka tangan Banila dengan kotak P3K yang senantiasa dibawa pria itu di dalam mobilnya.
Gage oh Gage. Pria itu tidak berubah. Dulu dan sekarang, pria itu masih cenderung membersihkan kekacauan yang Banila perbuat dengan sukarela.
Dengan langkah yang berat dan lambat, Banila bangun dari pembaringannya dan berjalan keluar kamar. Dia masih merasa sedikit mengambang ketika berjalan, namun sensasi ledakan euforia dan kepercayaan diri yang dia rasakan sudah hilang tak berbekas. Tangan kanannya yang terluka berdenyut-denyut nyeri. Membuatnya berdecak sebal sekaligus menyadari kengerian dari efek Pickaboo. Tidak heran orang-orang itu tewas dengan cara bodoh. Banila yang hanya mengkonsumsi satu tablet saja sudah merasa layaknya superman dan dengan dungunya meninju hancur cermin wastafel, apalagi mereka yang ketagihan dan overdosis.
"Makanlah bubur ini selagi. Aku sudah menghangatkannya untukmu," kata Sonora saat Banila telah tiba di dapur utama Crowning yang didesain dengan aksen royal.
Banila mengambil tempat duduk di atas konter berbatukan pualam yang indah. Di atas sana sudah tersajikan semangkuk bubur bayam dan segelas susu. Walau aroma dari bubur bayam yang Sonora buat sangat harum, tapi Banila belum merasa lapar.
"Aku benar-benar tidak habis pikir denganmu, Banila. Bagaimana bisa kamu menjadikan dirimu sendiri tester hidup dengan meminum Pickaboo?" Sonora mulai berceloteh.
"Beruntunglah dirimu karna ada Gage saat itu," lanjutnya, "Aku tidak bisa membayangkan apa yang harus kita lakukan apabila pihak berwajib yang berada di TKP sampai mendapatimu juga mengonsumsi barang seperti itu. Kamu hampir saja menjerumuskan Crowning ke dalam masalah yang lebih besar."
Banila tidak menyahut. Dia sedang tidak ingin berdebat. Dia memiliki alasannya sendiri, yaitu karna dia tahu Gage berada di sana. Dia tahu bahwa Gage tidak akan membiarkannya melakukan hal bodoh setelah mengkonsumsi Pickaboo.
Sambil memaksakan diri untuk memakan suapan pertamanya, mata Banila jatuh pada sekotak kardus merk susu segar yang diletakkan di ujung konter. Keningnya mengerut bingung.
"Susu siapa itu? Seingatku kamu tidak suka minum susu, tidak juga denganku." Mata Banila kini beralih ke segelas susu yang disiapkan oleh Sonora untuknya.
Sonora yang tadi berceloteh dengan menggebu-gebu kini mengulum bibirnya dengan senyum sambil menggelengken kepalanya.
"Ah, anak muda," gumamnya singkat. Lalu, "Ini pemberian dari Jenderal Gingham. Baru sampai pagi ini. Dia berpesan kepadaku untuk mencekokimu dengan susu segar ini sebanyak mungkin hingga lambung dan sistem tubuhmu bersih dari sisa-sisa Pickaboo."
Mendengarkan kenyataan tersebut, membuat Banila mau tak mau tertawa kecil. Dia tidak menyangka Gage sampai berbuat selucu ini.
"Terkesan dengan sikapnya, huh?" ledek Sonora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Picture Perfect Match (On Hiatus)
RomanceBanila Rose Crowning memiliki semuanya kecuali sebuah agenda yang dapat membuatnya jatuh ke dalam jurang apabila dia tidak berhati-hati. Namun kepalang basah sudah, dia telah terbakar oleh rasa dendam yang berakar dari orang-orang yang menyakitinya...