Light Pov's
“Tidak perlu.”
Aku tersentak, begitu Lea menaikkan tangannya. Ada jeda saat itu, ku perhatikan Lea mengelap sendiri ujung bibirnya dengan tisu. Sementara aku mematung dengan tangan yang terhenti, menggantung di udara.
Jakunku turun diikuti kekehan pelan. Begitupun tanganku, ku turunkan dengan malu. Bahasa tubuh Lea seolah menyuruhku berhenti melewati batasannya. Bahkan saat tanganku sendiri belum sama sekali menyentuh tisu. Apalagi bibirnya.
Persetan dengan kencan!
Bahkan aku tak merasa akan suasana keromantisan sedikitpun.
Lea masih saja dengan sikap waspada dan mandirinya sebagai seorang wanita karir. Seolah dengan tatapan terangnya saja menyiratkan bahwa aku adalah lelaki tak berguna. Yang mampu dibuang kapan saja.
Fuck!
Aku sungguh tak suka dengan mata amber nya yang menyala. Yang selalu menghunus tenang, namun berbahaya.
Setelah aksiku yang ingin memulai keromantisan gagal, kami melanjutkan makan kembali dengan tenang. Mulut kami membisu, hanya suara denting alat makan yang menemani heningnya malam.
“Kau tampak berbeda,” celetukku memecah keheningan.
Ku lihat kunyahan Lea memelan hingga akhirnya ia meneguk wine dan menatapku datar. Tak lama bibirnya melengkung tipis. Lea mendongak. Mata amber nya cantik menyala tersorot lampu; yang sayangnya sangat ku benci.
“Kau baru menyadarinya?” balas Lea. Tak menyangkal apapun.
Aku terdiam sekejap. Riuh dadaku bergemuruh. Ingin rasanya tanganku mengepal. Karena bukan itu jawaban yang ingin ku dengar.
Lantas aku mencondongkan badan ke depan. Menilik sayu mata Lea sembari memegang tangannya. “Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku membuatmu tak nyaman?”
Terlepas dari hubungan kami yang dingin, tujuanku mengajak kencan Lea adalah untuk meluruskan jika ada kesalahpahaman. Mewarnai hubungan kami yang sudah terasa hambar.
Kendatipun, aku yang tak sengaja mencium Ivy. Hal itu juga yang mendesak diriku ingin bertemu dengan Lea.
Perasaan bersalah memenuhi relung hatiku. Aku sempat shock dengan perbuatanku sendiri. Aku seperti tengah berselingkuh. Namun sialnya, sekali mencoba bibir Ivy membuatku ingin lagi. Mencicipinya lagi dan lagi.
Maka malam ini, aku sungguh berharap Lea menyerahkan bibirnya untuk ku kuasai. Mengganti rasa bibir Ivy yang akhir-akhir ini menghantui.
Kuburlah khayalan itu, Light──batinku mengingatkan.
Nyatanya, wanita yang memiliki schedule padat dan sok sibuk luar biasa ini; baru bisa ku ajak kencan setelah sekian lama. Dengan bujukan dan rayuan maut yang terdengar basi mungkin di telinganya.
“Tidak ada.” Lea menarik tangannya yang ku pegang.
Lihatlah, saat aku menyentuh kulit tangannya saja seperti tak sudi.
Aku menyudahi makan malamku. Ku simpan alat makan acuh hingga menimbulkan suara sedikit nyaring. Entah mengapa, kali ini aku benar-benar dongkol dengan sikap keras kepala Lea.
Wanita bebal dan sulit diatur.
“Kau berubah Lea. Sikapmu, nada suaramu, bahkan caramu memandangku. Jujur, aku tak suka,” pungkasku tanpa basa-basi.
“Lalu kau ingin aku seperti apa, Light?” Alih-alih menjawab. Lea melontarkan pertanyaan tak terduga. “Bukan sedari dulu aku sudah begini. Bahkan kau dengan bangga mengatakan pada semua orang bahwa aku adalah kekasihmu. Apa sekarang aku bukan tipe wanita idaman mu lagi, hm?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Revenge
Mystery / Thriller(Sequel of Abstract Love) Terbangun dari bunga tidur yang mengerikan, membuat Azalea Kathleen merubah cara pandangnya pada dunia dan orang-orang di sekitarnya. "No-no, honey. I'm not bad. It's just, I'm not a good person for you." "So, enjoy the rev...