Keesokan harinya, mereka benar-benar memanfaatkan waktu bersama untuk menjelajahi kota Washington. Matahari pagi baru saja terbit ketika Catur dan Alicia memulai perjalanan mereka. Udara musim semi yang sejuk menyapa mereka, membawa semilir angin yang terasa menyegarkan. Catur terlihat tenang dan menikmati momen itu, sementara Alicia tampak berseri-seri dengan senyum lebarnya, penuh antusiasme terhadap rencana hari ini.
Mereka mengunjungi beberapa tempat terkenal, tetapi yang paling istimewa adalah Fogo de Chão Brazilian Steakhouse, tempat mereka makan siang. Alicia menikmati setiap potongan daging yang disajikan, sementara Catur tidak bisa melepaskan pandangannya dari gadis di hadapannya. Wajah Alicia bersinar, bukan hanya karena makanan lezat di hadapannya, tetapi juga karena kebahagiaan yang memenuhi hatinya.
Di sela-sela makan siang itu, Alicia meletakkan garpunya sejenak dan memandang Catur dengan senyum kecil yang penuh makna. "Kamu tau gak, waktu aku dengar Zaher dan Ana mau menikah, aku benar-benar kaget. Aku kira mereka cuma bercanda. Tapi ternyata... mereka serius."
Catur tersenyum dan menyesap minumannya. "Wah, padahal Zaher selalu muncul di group tapi dia gak ada omongan apa-apa."
Alicia tertawa pelan. "Mungkin dia malu, tapi kamu sendiri tau kan kalau Zaher ada hubungan sama Ana?" tanya Alicia.
Lelaki itu mengangguk. "Zaher tuh suka update di grup tentang kehidupannya, Al. Bahkan dia pernah video call aku cuma buat pamer kalau dia habis dinner sama Ana." Lelaki itu tertawa pelan, mengenang tingkah laku Zaher yang meskipun sudah mendekati usia 30-an, masih saja suka pamer seperti remaja.
Alicia ikut tertawa, membayangkan bagaimana reaksi Catur saat menerima panggilan dari Zaher. Pasti saat itu Catur dibuat kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Sejenak, suasana menjadi hening. Keduanya menikmati makanan masing-masing dalam keheningan yang nyaman.
Catur memandang Alicia dengan penuh perhatian, memecah keheningan. "Gimana perasaan kamu soal itu?"
Alicia merenung sejenak, sebelum akhirnya berbicara lagi. "Aku seneng, tentu saja. Aku ikut bahagia buat mereka. Tapi waktu undangan itu sampai, ada perasaan aneh. Semacam... aku merasa udah semakin dewasa. Seperti waktu berlalu begitu cepat, dan sekarang giliran kita yang bersiap menuju masa depan."
Catur tersenyum lembut dan meraih tangan Alicia di atas meja. "Itu karena kita memang sudah di titik itu. Dan aku bersyukur bisa sama kamu, Al."
Alicia tersenyum, hatinya terasa hangat mendengar kata-kata Catur. Ia meremas lembut tangan Catur, menikmati momen kebersamaan mereka yang terasa begitu sempurna. "Aku juga. Terima kasih ya."
Mereka melanjutkan makan siang dengan suasana yang lebih tenang dan penuh rasa syukur. Meski banyak hal yang masih belum terungkap, keduanya tahu bahwa apa yang mereka miliki sekarang sudah lebih dari cukup.
Setelah makan siang selesai, mereka melanjutkan perjalanan menuju taman yang teduh. Di sepanjang jalan, Alicia terus saja berbicara, antusias menceritakan rencana pernikahan Zaher dan Ana, sambil sesekali menyelipkan kabar terbaru tentang teman-teman mereka yang lain. Catur, seperti biasa, hanya mengangguk-angguk mendengarkan, sesekali tersenyum kecil melihat bagaimana Alicia begitu bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATUR [Republished]
Teen Fiction[disclaimer; harsh words | please be a smart and wise reader, don't take it to real life.] Seorang lelaki berwajah tampan, memiliki rahang tegas, hidung mancung, dan mata tajam. Catur Kstaria Hamizan, bagi Catur menjadi pusat perhatian sudah biasa b...