tujuh

139K 9.3K 965
                                    

"Tur!" seru Efraim sambil melemparkan ponselnya ke arah Catur, yang tengah terbenam dalam kesendiriannya di sofa empuk markas mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tur!" seru Efraim sambil melemparkan ponselnya ke arah Catur, yang tengah terbenam dalam kesendiriannya di sofa empuk markas mereka. Catur menoleh, raut wajahnya berubah penasaran, dan menangkap ponsel tersebut.

"Ngapain nih?" tanya Catur, alisnya mengerut bingung.

"Itu, coba lihat. Ada video Rexna yang lagi ngeroyok anak sekolah lain" jawab Efraim, suaranya penuh ketegangan.  Catur mengarahkan pandangannya pada layar, menatap intens sekelompok remaja membully seorang anak lelaki.

"Rexna emang bisanya cuma keroyokan" dengus Izar dari pojok ruangan, jari-jarinya sibuk bermain game, matanya tetap terpaku pada layar. Catur dan Efraim hanya mengangguk setuju, wajah mereka menunjukkan kesamaan emosi.

"Setiap ngeliat si Dimas, gue langsung pengen ngamuk" ucap Zaher tiba-tiba, suaranya mengandung frustrasi yang mendalam. Kali ini, Catur tidak bisa hanya duduk diam.

Dengan langkah cepat, Catur berdiri, mengambil jaketnya dari sandaran kursi, dan melangkah keluar. "Gue pergi sebentar" gumamnya, meninggalkan gema kekesalan di antara dinding Templung. Malam itu, Catur tidak hanya mencari kesegaran, tapi juga kejernihan dalam benaknya yang kacau.

Catur memutari jalanan kota yang masih ramai meski sudah pukul 10 malam. Lampu-lampu jalan bersinar terang, membuat bayang-bayang panjang di trotoar. Suara deru kendaraan masih terdengar, namun tidak seramai sebelumnya. Saat berada di jalan sepi, pandangannya tertuju pada sosok yang berdiri tidak jauh darinya. Matanya menyipit, mencoba mengenali wajah di kejauhan.

Catur melepaskan helmnya perlahan, memperlihatkan wajah yang membuat orang di depannya terkejut. Rambut hitamnya sedikit acak-acakan, memberi kesan liar dan penuh misteri. Alis Catur bertaut seakan bertanya Ngapain ada di sini?

"Al?"

Alicia menatap Catur yang berdiri di atas motor dengan jaket kebanggaan Tigris. Ia mengangkat sedikit plastik berisi jajanan yang dibawanya agar Catur memahami situasi saat ini.

"Gue anter pulang" ucap Catur tiba-tiba, nada suaranya tegas.

Alicia hanya bisa diam, terpaku pada mata tajam Catur serta wajah datar cowok itu, membuatnya tak punya pilihan lain selain mengangguk setuju. Catur menggeser sedikit di atas motor, memberi ruang bagi Alicia. Tanpa banyak kata, mereka melaju di jalanan kota yang mulai lengang. Sepanjang perjalanan, Alicia bisa merasakan angin yang mengacak rambutnya, sementara pikirannya melayang-layang, mencoba memahami perasaan yang tiba-tiba muncul.

Catur yang biasanya terlihat dingin dan tak terjangkau, kali ini berbeda. Ada sesuatu dalam sikapnya, hal itu membuat Alicia penasaran.

Sesampainya di depan rumah Alicia, Catur mematikan mesin motornya. Ia menoleh, menatap Alicia sejenak sebelum berkata. "Al" panggil Catur.

"Hah?"

Catur melepas jaketnya dan menyodorkannya pada Alicia, membuat kening Alicia berkerut. Ia terdiam, hanya menatap jaket di tangan Catur tanpa mengerti maksudnya.

CATUR [Republished]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang