Sesuai dengan rencana, Alicia dan Catur akhirnya terbang menuju Indonesia. Pagi itu, mereka tiba di Dulles International Airport dengan koper-koper besar yang tersusun rapi di atas troli mereka. Langit di Washington tampak cerah, namun di hati Alicia terasa campur aduk—antara kegembiraan karena akhirnya bisa pulang dan sedikit kekhawatiran tentang bagaimana semuanya akan berjalan nanti. Ini adalah kali pertama mereka kembali ke Indonesia sejak rencana pernikahan mereka dimulai, dan Alicia berharap semuanya akan berjalan sesuai rencana.
"Aku gak nyangka akhirnya kita bisa terbang juga ke Indonesia" kata Alicia sambil menghembuskan napas lega, menatap ke arah Catur yang sedang memeriksa tiket elektronik mereka di ponselnya.
Catur tersenyum kecil, matanya sedikit lelah karena pekerjaan yang masih terus mengejarnya bahkan saat mereka bersiap untuk perjalanan ini. "Iya, sayang. Semoga gak ada kendala delay atau masalah lain selama penerbangan" jawabnya sambil menarik napas panjang.
Alicia mengangguk. "Aku udah cek semuanya, pesawat kita akan transit di Dubai sekitar empat jam, jadi kalau gak ada kendala, kita akan sampai di Soekarno-Hatta besok malam."
Mereka melanjutkan langkah menuju gerbang keberangkatan, suara roda koper yang beradu dengan lantai bandara menjadi pengiring perjalanan mereka. Alicia menatap sekitar, mengamati suasana bandara yang penuh dengan orang-orang berlalu-lalang, masing-masing sibuk dengan tujuan mereka sendiri.
"Kira-kira di Dubai kita sempat makan gak ya?" Alicia bertanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari kecemasannya soal perjalanan.
Catur tertawa kecil. "Mungkin sempat, tapi aku lebih khawatir soal tidur. Ini perjalanan 24 jam lebih, dan kalau aku gak bisa tidur di pesawat, mungkin aku bakal sampai di Jakarta dengan wajah kayak zombie."
Alicia tertawa, meski hatinya masih terasa sedikit cemas. Perjalanan ini memang panjang dan melelahkan, tapi ia tahu bahwa ini langkah penting untuk memastikan semua persiapan pernikahan mereka berjalan sempurna. "Apa kita di Dubai nanti istirahat sebentar di hotel?" tanyanya, setengah berharap bisa beristirahat dengan nyaman.
Catur menggeleng ringan, senyumnya tetap tenang. "Enggak usah, lagipula cuma empat jam."
"Are you sure?" Alicia menatapnya sedikit khawatir. Melihat Catur yang kembali menggeleng dengan keyakinan, Alicia hanya bisa menghela napas pasrah. Ia tahu Catur selalu berpikir praktis, meski terkadang Alicia merasa sedikit khawatir soal rencana yang terlalu padat.
Setelah melewati pemeriksaan keamanan, Alicia merasa lelah dan mulai mencari tempat duduk di ruang tunggu. Namun, saat ia hendak berjalan menuju ruang tunggu umum, Catur dengan santai menepuk pundaknya dan memberi isyarat untuk mengikuti arah yang berbeda. Alicia mengerutkan kening, bingung.
"Kita ke sana, Al" ujar Catur sambil menunjuk ke arah ruang tunggu First Class Emirates yang tampak mewah dan eksklusif.
Alicia tertegun sejenak, merasa bingung. "Lho, kok ke sana? Bukannya kita di sini aja?" tanyanya, sambil menunjuk ke arah ruang tunggu umum yang biasanya mereka datangi saat bepergian.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATUR [Republished]
Novela Juvenil[disclaimer; harsh words | please be a smart and wise reader, don't take it to real life.] Seorang lelaki berwajah tampan, memiliki rahang tegas, hidung mancung, dan mata tajam. Catur Kstaria Hamizan, bagi Catur menjadi pusat perhatian sudah biasa b...