Templung sore itu benar-benar berbeda dari biasanya. Suara bising bercampur tawa dan obrolan riuh terdengar hingga ke luar, seolah ada acara besar yang sedang berlangsung. Semua anggota Tigris tampak berkumpul, bercanda, dan berbincang dengan santai. Namun, Catur duduk di sudut, bersandar dengan satu kaki diangkat ke atas kursi. Matanya kadang melirik ke arah anggota yang sedang tertawa, namun pikirannya jelas berada di tempat lain.
Baru beberapa hari lalu ia keluar dari rumah sakit, tapi rasa bosan membuatnya tidak tahan berdiam diri di rumah terlalu lama. Ia mengeluarkan ponsel dari saku, mengetik beberapa kata dengan cepat, lalu menunggu.
Catur meletakkan ponselnya dengan sedikit kekesalan. Pesan yang sudah dibaca tanpa balasan membuatnya semakin kesal. Ia memejamkan mata, mencoba meredam emosi, tapi suara Efraim yang tiba-tiba memecah ketenangan membuatnya membuka mata kembali. Ia menatap Efraim dengan pandangan datar, hampir tanpa ekspresi.
"Kenapa, kenapa?" Efraim, yang sedari tadi memperhatikan Catur, lantas menghampiri. Tawa kecil keluar dari mulut Efraim saat melihat tatapan tajam dari Catur.
"Berisik" ucap Catur singkat.
"Boho—
ting
Ponsel Catur bergetar, memunculkan sebuah pesan dari nomor asing. Ia mengernyit bingung, jantungnya tiba-tiba berdegup lebih kencang saat membaca pesan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATUR [Republished]
Teen Fiction[disclaimer; harsh words | please be a smart and wise reader, don't take it to real life.] Seorang lelaki berwajah tampan, memiliki rahang tegas, hidung mancung, dan mata tajam. Catur Kstaria Hamizan, bagi Catur menjadi pusat perhatian sudah biasa b...