Catur melangkah menuju kantin dengan wajah datarnya, tanpa menunjukkan sedikit pun emosi. Ketika ia tiba di sana, beberapa siswi yang sedang duduk mulai berbisik-bisik, takjub melihatnya. Ini bukan hal baru baginya—Catur sudah terbiasa dengan perhatian semacam ini.
"Kusut amat tuh muka" celetuk Efraim begitu Catur duduk di salah satu kursi kosong. Catur hanya menautkan alis, seolah tidak peduli.
Efraim mendengus sambil mengerling ke arah teman-temannya. "Pengen aja tuh muka gue warnain biar lebih berwarna" gumamnya, tapi tetap terdengar oleh mereka yang lain. Shabian tertawa, lalu memukul pundak Efraim dengan santai.
"Sakit!" Efraim memprotes sambil meringis.
Di tengah canda tawa itu, Izar yang sedang sibuk dengan semangkuk bakso tiba-tiba bersuara. "Gue denger Tante Fio masuk rumah sakit." Semua mata langsung tertuju pada Catur, yang hanya mengangguk, membuat teman-temannya terkejut.
"Kenapa?" tanya Rafian, wajahnya berubah serius.
Catur menelan ludah sebelum menjawab. "Kanker."
"Hah?!"
"Ya Tuhan.."
Keheningan seketika menyelimuti meja mereka. Suara bising di kantin tiba-tiba terdengar semakin jelas, mengingatkan mereka bahwa hidup terus berjalan meski berita buruk datang. Keenam cowok itu menoleh bersamaan ke arah pintu masuk kantin, di mana Zahrah, Hani, Elvana, Shabrina, dan Alicia baru saja masuk, mencari meja kosong. Tatapan Catur langsung tertuju pada Alicia yang terlihat lebih muram dari biasanya.
"Gue engga bisa lihat senyum Ibu kost lagi" ucap Shabian pelan, matanya tertuju pada Alicia yang hanya diam dengan wajah datar. Tak ada senyuman yang biasanya menyinari wajah gadis itu.
"Oh, kaki Alicia udah baikan?" celetuk Efraim.
Catur mengangguk. "Udah, dia maksa buat belajar jalan walaupun sakit" balas Catur.
Semua terdiam.
Alicia memilih duduk sendiri sementara keempat temannya sibuk membeli makanan. Ia meletakkan kepalanya di atas meja, tangan menjadi bantalan. Biarkan orang-orang melihatnya, ia tidak peduli.
"Lo udah cerita tentang Bang Aksara?" suara Rafian memecah keheningan. Catur menatap temannya itu, diam seribu bahasa.
"Kalau belom, cepetan bilang" tambah Efraim, ikut bersuara. Catur menatap Efraim, yang hanya mengangkat alis menantang. Catur tahu, jika Alicia mendengar dari orang lain, ia akan semakin marah. Tapi bagaimana kalau Alicia marah saat mendengar langsung darinya?
"Hmm..."
Di sisi lain kantin, empat perempuan sudah duduk dengan makanan mereka masing-masing. Hani dan Elvana menikmati soto hangat, sementara Zahrah dan Shabrina sibuk dengan nasi goreng. Alicia? Ia hanya mengaduk-aduk bubur ayamnya tanpa semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATUR [Republished]
Teen Fiction[disclaimer; harsh words | please be a smart and wise reader, don't take it to real life.] Seorang lelaki berwajah tampan, memiliki rahang tegas, hidung mancung, dan mata tajam. Catur Kstaria Hamizan, bagi Catur menjadi pusat perhatian sudah biasa b...