Alarm bergetar pelan, cukup untuk membangunkan salah satu penghuni rumah yang tampak terbenam dalam mimpi indah di atas ranjang.
bip
Catur menggeram pelan, matanya masih berat untuk dibuka. Malam sebelumnya, ia terjaga lebih lama dari yang diinginkan, dan sekarang, pagi yang dingin menuntutnya untuk bangun dan bersiap berangkat ke sekolah. Dengan semangat yang kurang, dia memutar tubuhnya di atas kasur, menarik selimut yang terasa terlalu nyaman untuk ditinggalkan. Setiap inci dari selimut itu seolah mengajak untuk kembali tidur, menjanjikan momen-momen manis yang sepertinya tak akan pernah ada di ruang kelas nanti.
"Males" gumaman keluar dari bibir tebal milik cowok itu, suaranya terdengar serak karena baru bangun tidur.
Dengan enggan, Catur bangkit dari kasur dan menyeret kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tanpa lama, mungkin hanya membutuhkan waktu sepuluh menit saja, ia keluar, rambut sedikit basah hingga meneteskan air di bahunya. Ia segera mengenakan kaos putih sebelum akhirnya memakai seragam sekolahnya. Seragam batik yang sedikit kusut, celana abu-abu pensil yang membuatnya tampak lebih tinggi, serta kaos kaki semata kaki. Ia berdiri sejenak di depan cermin, mencoba menata rambutnya yang masih basah, sebelum mengambil tas sekolahnya dan melangkah keluar kamar.
Setelah merasa rapih, Catur mengambil tas hitamnya dan sebuah jaket. Ia menatap dua kunci yang tergeletak di atas meja, lalu tersenyum tipis. Tangan Catur terulur mengambil kunci mobil, seolah tahu bahwa hari ini bukan hari untuk naik sepeda motor.
"Kalau engga nyetir mobil kaya pembalap, pasti kena hukuman" gumamnya dalam hati. Tapi hari ini, entah kenapa, ia merasa malas untuk mendapatkan hukuman.
Perjalanan menuju sekolah dari apartemennya sebenarnya hanya memakan waktu beberapa menit. Jalanan ibu kota pagi ini juga tidak terlalu ramai, memberi kesempatan bagi Catur untuk memacu mobilnya dengan lebih cepat. Di dalam mobil, ia merasakan getaran mesin yang familiar, menemaninya melalui jalanan yang mulai ia hafal di luar kepala. Ia menyalakan radio, membiarkan musik mengalun dan mengisi kekosongan pagi itu.
Setibanya di sekolah, ia memarkir mobilnya dengan cekatan. Begitu keluar dari mobil, angin pagi menyapa wajahnya, membuatnya tersenyum tipis.
Kaki jenjangnya berjalan menyusuri koridor. Tujuan utamanya adalah kelas. Namun, takdir punya rencana lain.
Bruk!
Catur tersentak saat seseorang menabraknya dan terjatuh begitu saja, membuat buku-buku yang dibawa gadis tersebut berserakan di lantai. Mata Catur langsung tertuju pada gadis yang sedang berusaha mengumpulkan buku-bukunya, wajahnya tampak memerah karena malu.
"Sakit?" tanya Catur sambil mengangkat alis kanannya setelah membantu berdiri gadis yang menabraknya. Alicia. Iya gadis tersebut adalah Alicia.
Alicia menggeleng pelan, matanya masih menatap lantai, enggan untuk menatap wajah Catur. Tanpa disangka, Catur mengacak rambut Alicia dengan lembut. Gadis itu terkejut, matanya membesar seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATUR [Republished]
Teen Fiction[disclaimer; harsh words | please be a smart and wise reader, don't take it to real life.] Seorang lelaki berwajah tampan, memiliki rahang tegas, hidung mancung, dan mata tajam. Catur Kstaria Hamizan, bagi Catur menjadi pusat perhatian sudah biasa b...