biang rusuh - 1

338 28 3
                                    

[×]

Danar memijat batang hidungnya frustasi. Helaan napas berat dibuang kuat-kuat selagi menunggu sambungan telepon yang sedang ia ajukan untuk segera disambut. Pening kepalanya kini dihiasi oleh pekik tangis bocah laki-laki yang sekarang sedang memukul-mukul bantal pertanda tengah murka.

"PAPAAAAA MAUUU PERMENNNN!!!"

Dana pilih untuk tuli sementara, tidak mau mendengarkan rengekan perkara makanan manis satu itu. Ia sengaja menyembunyikan benda tersebut karena jika tidak, maka bisa berakibat fatal.

"HUEEEEEEE PAPAAAA!!"

Huh...

Bisa-bisa smartphone di tangannya ia banting jika orang yang sedang dihubungi tidak menjawab sama sekali.

"Hooh, Pak Dan??" Akhirnya, suara seorang perempuan yang kebingungan menyambut gelisahnya Danar.

"Kamu dari mana aja kok baru jawab?" Danar bertanya dengan nada ditekan. Tidak mau melawan teriakan yang saat ini jadi backsound di ruang kamar hotel tersebut. Ia tidak akan kaget jika nanti ada pegawai hotel yang menegurnya karena membuat keributan.

"Hehehe, abis dari toilet pak. Kenapa ya pak, tumben nelpon saya?"

"Ya siapa lagi yang mau saya hubungi selain kamu? Kamu kan sektretaris saya!" Sabar mungkin adalah pilihan terbaik yang harus di pilih di situasi sekarang. Danar melirik dari sudut matanya, bocah laki-laki tadi sekarang sedang berguling-guling di lantai. Mainan-mainan yang telah rapi kembali berantakan menyebar kemana-mana.

"Eh, iya lupa."

"Duh, terserahlah. Kamu buruan cariin saya penerbangan ke Indonesia malam ini. Harus malam ini."

"Cepet banget pak liburannya. Baru tiga hari, seriusan mau pulang?"

"Gak usah banyak tanya."

"Iya-iya, galak banget abis liburan padahal."

"Rina!!"

"Canda pak, jangan tegang gitu. Ada lagi pak?? Mumpung saya baik ini mau bantuin bapak."

Nama pendek gadis di seberang sambungan telepon itu adalah Rina. Telah menjadi sekretaris Danar sejak awal dia diangkat jadi direktur utama di perusahaan orang tuanya. Perempuan itu slengean dan ceroboh, tetapi anehnya Danar betah-betah saja meski kadang merepotkan. Alasannya karena malas cari orang lain yang pasti akan makan banyak waktu terbuang juga menguras tenaga lebih banyak.

"Sama tolong cariin pengasuh buat Dani. Terserah kamu gimana caranya, yang penting harus dapet. Secepatnya! Ngerti?"

"Seyapp pak! Dadah, Pak Dan."

Danar malas menyahut lagi kemudian memutus panggilan tersebut. Dan kembali beralih pada bocah laki-laki tadi, masih betah menangis kencang. Ia menggeleng kepala frustasi, entah sudah ke berapa kali membuang napas berat.

"Dani, kalo kamu gak mau diem, Papa beneran gak bakal kasih kamu permen selamanya."

Dani, begitu sapaan pendek untuk si bocah kecil dengan kulit putih kemerahan, mata kecil, pipi gembil, juga lesung pipi yang mirip dengan papanya. Danar. Entah bagaimana bisa hampir 80% wajah Danar mirip dengannya, dan sisanya adalah turunan dari sang mama.

Bocah itu sedikit meredakan sedu sedannya, memandang sang Papa dengan tatapan terkejut yang nampak lucu. Danar bisa saja luluh dengan mudah hanya karena tidak tega. Apalagi saat ini carian lendir putih mengalir keluar dari hidung si bocah.

PAPA DANAR & DANI - SUNSUN VER(Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang