cari duit itu sulit - 6

83 20 2
                                    


[×]


Masih malu perkara telanjang dadakan di depan orang asing, Danar tidak bisa menelan sarapan paginya dengan benar. Seluruh muka terasa panas serta kini telinganya merah seperti berdarah. Audrey saja yang jadi satu-satunya penonton canggungnya bukan main, apalagi dirinya. Gugur sudah wibawanya yang telah dibangun dengan pertumpahan darah itu, hiperbola.

Danar berdehem, barangkali cukup untuk mengusir cekikan kaku antara mereka yang kini sedang menikmati sarapan. Namun sepertinya tindakannya itu makin memperparah keadaan.

"Papa berangkat kerja dulu."

Iya, memang lebih baik segera pergi saja dari pada harus menanggung malu lebih lama. Danar buru-buru memakai jas formalnya, terlihat begitu gagah dengan potongan rambut pendek yang keningnya dibiarkan terlihat. Usianya yang hampir menginjak kepala empat itu memang tak elak dimakan waktu, walaupun belum pantas disebut parah baya, tetap saja jika dibandingkan dengan Audrey atau usia putranya, Danar pantas dianggap sudah berumur.

Dani yang mendengar itu segera menghentikan acara makannya, yang lebih seperti sedang memainkan makanan.

"Ikut."

Bocah itu turun dari kursinya kemudian berjalan ke arah sang papa dan memeluk paha lelaki duda tersebut. Kepalanya menggeleng ke arah sang putra kesayangannya.

"Papa mau kerja, Dani di rumah aja sama...ekhmm, kak itu." Untuk kata terakhir, ia sengaja memelankan suara seraya melirik Audrey sekilas. Kedua-duanya lantas secara kompak membuang muka.

"Gak, Dani ikut papa!"

Dengan mata berkaca akan menangis, Dani memandang sang papa agar mendapatkan rasa iba. Barangkali tahu betul apa kelemahan si pria berusia tiga puluh lima tahun itu.

Seperti dugaan, Danar membuang napas berat. Di pandangnya sang putra semata wayangnya itu lamat-lamat, rasa bersalah muncul setelahnya. Mungkin memang dirinya tidak bisa menjadi orang tua yang baik bagi Dani, karena sungguh, berperan menjadi dua sosok sekaligus itu sangat menyulitkan.

"Kamu siapin barang-barang Dani buat dibawa, saya tunggu di mobil. Jangan lama-lama."

Setelah mengatakan itu, ia menggendong Dani di lengannya. Meninggalkan Audrey yang masih mencoba mencerna perintah dari Danar. Kelopaknya mengerjap berulang kali penuh rasa bingung. Menatap punggung lelaki yang lebih tua darinya itu semakin menjauh dari jaraknya.

"Itu bapak-bapak maunya apa sih, anjir. Nyuruh seenak jidat mentang-mentang dia yang ngasih gaji."

Meneguk habis air putih di dalam gelas, Audrey pun segera mengemas barang-barang yang mungkin akan dibutuhkan Dani di kantor papanya nanti. Sepenuhnya lupa pada insiden memalukan tadi, syukurlah.

[×]


Bagaimana di sebuah sinetron lapuk, Audrey benar-benar terpana tentang betapa besarnya gedung perusahaan milik Danar. Ia tidak mau tahu pria itu bekerja dalam bidang apa, namun yang pasti Danar memang seorang konglomerat. Andaikan sewaktu lahir ia bisa memilih akan lahir di keluarga mana, maka Audrey sudah sangat jelas akan pergi ke keluarga kaya. Yang tidak perlu memusingkan mau mengisi perut dengan makanan macam apa untuk esok hari.

Sibuk dengan pikirannya sendiri, Audrey tidak sadar bahwa kini dirinya berada di dalam lift berdua dengan Danar. Tidak, bertiga termasuk si bocah kecil. Ia memandang tampak belakang pria itu, masih menggendong Danar di lengannya tanpa terlihat lelah sedikit pun. Kalau dari jarak ini, Danar nampak begitu gagah. Jika saja sifatnya tidak menyebalkan, sudah sangat yakin ia pasti akan menyukai laki-laki tersebut. Hemeh.

PAPA DANAR & DANI - SUNSUN VER(Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang