biro jodoh - 3

107 26 2
                                    

[×]

"Oh, jadi kamu temennya Rina?"

Audrey yang tadinya sibuk memainkan jari karena bosan itu dengan terkesiap mendongak kala sebuah pertanyaan lolos dari mulut Danar. Ia instan mengangguk, dan hanya di balas deheman oleh laki-laki itu sembari kembali meneliti data diri pribadinya.

"Pantesan dia maksa banget suruh nerima kamu," gumam Danar sungguh pelan.

Audrey pun tidak yakin apa yang pria itu katakan dan memilih meminta pengulangan. "Hah, gimana pak?"

"Gak, gapapa."

Audrey cemberut, kalau sedang tidak butuh uang dan dia terlahir kaya raya, sudah barang tentu orang congkak macam Danar ini akan dia tendang menuju neraka saat itu juga. Sudah lah tua, menyebalkan pula.

Tidak ingin terus menumpuk dosa dengan menyumpah serapahi Danar dalam hati, Audrey kembali ke kegiatan awalnya. Melamun. Meski tidak ada satu menit, sebuah telapak tangan kecil menepuk pahanya. Membuat dirinya secara langsung mengarahkan pandangan pada si pemilik tangan. Yaitu adalah Dani, si bocah menggemaskan dengan alis setebal harapan orang tua yang menawan. Audrey menggumam iri.

"Minta pelmen," Dani berkata pelan.

Audrey menaikkan satu alisnya mendengar ucapan anak itu, kemudian meneliti ke seluruh tubuh si kecil guna mencari benda yang tadi masih berwujud sebagai lolipop. Padahal belum lama ia melihat Dani mengulum dengan bahagia permen tangan tersebut, namun sekarang telah lenyap bak ditelan bumi.

"Loh, permennya yang tadi mana?"

Dani menukik bibir ke bawah, kepalanya menggeleng sedih. "Abis."

"Ya udah, entar lagi aja. Nanti giginya sakit loh kalo kebanyakan makan permen." Audrey berbicara selembut mungkin, sebagaimana biasanya ia membujuk adiknya di rumah sana. Biasanya itu akan bekerja, meski masih harus di iringi tangisan protes tidak setuju. Namun agaknya, jurus itu tidak bekerja pada bocah di hadapannya ini.

"Gak mau!! Pelmen!!"

Dani memekik kencang, menyita perhatian Danar yang meneliti betul riwayat hidup Audrey yang tidak terlalu istimewa itu. Dia hanya lulusan SMK, tentu saja yang namanya pengalaman kerja tidak terlalu banyak didapat selain dari PKL.

Tadinya akan memarahi putra semata wayangnya itu karena berlaku tidak sopan pada orang baru, namun Danar urungkan niat saat itu juga. Tepat ketika Audrey bersimpuh di hadapan si kecil.

"Sini kakak ceritain. Jadi tuh ya, di gigi itu ada yang namanya bakteri. Bakteri itu jahat, kalo misalnya dikasih permen terus nanti mereka seneng. Terus, kalo udah seneng gimana dong? Ya nanti bakterinya jadi makan giginya Dani sampe bolong. Misalnya giginya bolong pasti entar bakalan sakit banget. Kan kalo giginya sakit, berarti gak bisa makan permen lagi. Dani mau gak bisa makan permen selamanya?" Selayaknya berkisah dongeng, Audrey bercerita dengan sangat ekspresif.

Yang tentu saja membuat bocah laki-laki itu tenggelam dan terbawa perasaan. Menutup bibirnya dengan kedua tangan mungil sembari membulatkan mata begitu lucu. Tampaknya sangat termakan akan cerita fiksi yang Audrey karang dadakan. Terbukti sekarang pupil hitam kecil itu dipenuhi air mata yang menggenang.

"Pelmen... ndak boleh?"

Audrey mengangguk mengiyakan.

"HUAAAAA!! PELMENNN!!!!" tangis Dani malah meledak saat itu juga.

Audrey pikir, si bocah kecil akan menurut dan berhenti bertanya perkara si bulatan gula itu. Namun ternyata perkiraannya salah, malah kini anak itu dengan isak tangis kencang menjambak rambutnya kuat, kemudian menariknya agar tersungkur di lantai. Dan sekarang, suara gaduh dihasilkan oleh pekik tangis Dani dan juga keluhan sakit dari Audrey.

Danar memperhatikan segalanya, namun tidak melakukan apapun selain diam untuk beberapa saat. Entah apa yang saat ini ada di kepalanya, namun yang pasti pria itu terhibur dengan pemandangan di hadapannya.

"Oke, kamu saya terima. Selamat kerja."


Jadi, standar dasar bagi Danar untuk seorang pengasuh anaknya bukanlah yang hanya bisa menjaga Dani. Namun yang dapat memberikannya hiburan komedi rusak semacam ini. Danar bertepuk tangan di tempatnya.

Kurang ajar, memang minta dihajar.


[×]

Belum resmi bekerja sebagai pengasuh anak, Audrey dibuat kapok dan ingin segera pensiun saja. Dia dibuat babak belur karena menemani Dani bermain. Bocah itu menolak dirinya untuk segera pamit pulang, dan karena ingin mendapatkan simpati dari Danar, Audrey berlagak tidak masalah. Namun ternyata tindakannya itu benar-benar menghasilkan penyesalan yang sedikitnya menyebabkan trauma. Duh, badannya pegal semua.

"Widihh, ceria banget muka lo abis keterima kerja."

Itu adalah sapaan dari suara melengking Rina yang menusuk rungunya, Audrey memutar bola malah lelah. Mengabaikan kehadiran temannya tersebut dan tanpa banyak basa-basi segera merubuhkan diri di atas empuknya kasur di dalam kamarnya.

"Ceria, matamu."

Rina berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan bersidekap di depan dada, memperhatikan tubuh telungkup Audrey yang membelakanginya. Sejujurnya sudah dapat membayangkan bagaimana perlakuan Danar pada temannya tersebut.

"Doi gitu-gitu gak pelit anjir. Yakin deh, lo bakal betah. Soalnya gajinya gede. Udah mirip bayi gula lo, pokoknya." Audrey menolehkan kepalanya untuk menaruh perhatian pada teman serumahnya itu. Dari netranya sama sekali tidak begitu kentara bahwa ada ketertarikan di sana untuk membahas sosok Danar. Sekali menyebalkan, ya tetap menyebalkan!

"Gak lo, gak itu orang sedeng, sama-sama gak jelas." Audrey menyumpah. Kali ini bangun untuk mendudukkan dirinya sendiri. Setelah ini ia akan pergi mandi dan mencari makan, sebab cacing di dalam perut telah melakukan demo akan jatah yang belum diberikan.

Gadis cantik dengan rambut oranye senja cerah itu tidak pernah mau ambil pusing dengan sikap galak yang Audrey tunjukkan, toh sudah biasa. Malah kini Rina masuk ke dalam kamar sang teman dan kemudian duduk di pinggir kasur dengan kaki bersila.

"Pak Danar tuh hidupnya miris banget, pernah di buat hampir bangkrut. Di selingkuhin istrinya sendiri, abis itu belum lama ini dia baru aja cerai. Padahal kalo diliat-liat, doi tuh ganteng, banyak duit, gadun-able tapi nasibnya jelek. Kadang kasian gue liatnya, apalagi sekarang kudu gantiin sosok ibu buat Dani. Iya, nggak?" Rina bercerita sembari menyenggol lengan Audrey.

Yang tampaknya tidak begitu tertarik dengan kisah melankolis yang Rina dongengkan. Toh, bukan urusannya juga. Audrey cukup tahu diri untuk tidak ikut campur kehidupan orang lain, apalagi dia hanyalah seorang pengasuh.

"Ya, bodo amat. Yang penting gue dapet duit buat makan, selesai. Lagian bukan urusan gue mau pak Danar ngapain juga. Lo tuh bos sendiri malah di gibahin," sungut Audrey pada Rina.

Rina menggeleng sebagai bentuk pembelaan diri, "Bukannya mau gibahin, gue tuh cuma lagi coba jadi sekretaris yang baik dan teladan. Dengan cara, nyariin pak Danar jodoh baru. Lo mau bantuin nggak?"

Audrey memandangnya dengan picingan iritasi, "Dih, ogah. Siapa dia, siapa gue, siapa elu."

"Gue doain lo kepincut sama doi, mampus tau rasa! Mamam, tuh!"

"Nyenyenyenye."


[×]

Haloo^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haloo^^

PAPA DANAR & DANI - SUNSUN VER(Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang