O4

99 14 6
                                    

ㅡ🍊ㅡ

Waktu berjalan begitu cepat, dua minggu telah berlalu sejak pertemuan pertama mereka, hubungan antara Eric dengan Gael semakin dekat. Keduanya telah bertukar nomor telepon, saling menghubungi untuk bertukar kabar tentang kegiatan yang mereka lakukan.

Saat sedang luang, Eric akan menjemput Gael setelah kelas dan mengajaknya pergi mengitari kota dengan mobilnya. Keduanya selalu menikmati ketika kedua tangan mereka bertautan selama perjalanan dengan musik yang mengalun sebagai latar belakang.

Mendekati Gael bukan hal yang sulit bagi Eric, pria dengan pipi tembam itu selalu menerima apa yang ia lakukan dengan tangan terbuka. Hanya satu hal yang Eric rasakan, Gael sulit sekali bercerita tentang dirinya, tentang apa yang ia suka maupun tidak suka. Gael yang selalu menerima itu membuat Eric menjadi bingung, tidak mengerti batas yang harus ia jaga.

Eric merasa ada tembok besar yang membuat Gael bersikap seperti itu. Ia tidak mengerti tapi dirinya akan mencoba mengerti.

Siang ini Eric menjemput Gael dan mengantarkannya ke kos temannya untuk mengerjakan tugas. Tadi Gael mengatakan bahwa tidak perlu menjemput karena dirinya akan berangkat kelas setelah ini bersama temannya.

Mobil Eric sudah berhenti di samping gerbang rumah milik Gael, saat ia turun dari mobil, ia berpapasan dengan anak kecil berseragam SMP dengan sepedanya, anak kecil itu berhenti tepat di depan gerbang rumah. Eric tidak bergerak untuk menyapa anak kecil tersebut, namun sepertinya yang lebih kecil tertarik untuk membawanya dalam sebuah obrolan.

"Bang, nyari siapa?"

"Nungguin Gael nih,"

Anak kecil yang berusia mungkin sekitar 14 tahun itu mengangguk-angguk, "Oh, temennya Kak Gael, tunggu bentar ya, Bang. Aku panggilin ke dalem, biasanya sih siap-siapnya gak lama." Ucapnya.

Sepertinya dia adalah adik Gael, sekilas Eric dapat melihat perawakan yang tidak berbeda jauh dengan milik Gael. "Oke, thank you ya." balasnya.

Berselang 2 menit dari masuknya adik Gael ke dalam, Eric dapat mendengar langkah kaki yang tergesa dari dalam. Ia berbalik berdiri memandang gerbang dengan menahan senyum. Pria dengan kemeja garis-garis biru muda muncul dari balik gerbang.

"Nunggu lama ya, Ric? Tadi adek gue bilang kalo udah ditungguin di depan."

Eric menggeleng dan menyisir rambut Gael yang menutupi dua bola mata indahnya itu, "Gak kok, baru aja dateng pas adek lu masuk." Ujarnya. Eric membuka pintu penumpang dan meminta Gael untuk masuk lalu menyusul masuk melalui pintu satunya.

"Ganteng deh." celetuk Gael saat Eric telah duduk di balik kemudi. Membuat sang empu terkaget dan menoleh ke arah Gael, "Thank you. Udah bisa bikin lo jatuh cinta belum?" Eric menaik turunkan alisnya, menggoda.

Gael memukul pundak Eric main-main, "Apa sih, gak jadi ganteng kalo kaya gitu!"

"Iya, yang ganteng, cantik, manis, semuanya buat lu." Eric belum ingin berhenti menggoda lelaki disampingnya ini. Gael mulai terkekeh dengan ucapan asal dari Eric, ia menggeleng kecil dan mengalihkan pandangannya kedepan karena jika sudah seperti ini Gael tidak bisa membalas, ia sibuk menahan rona merah yang muncul di pipinya.

Saat Eric mulai menjalankan mobilnya, sebuah tangan terjulur ke depan wajahnya minta diperhatikan. Eric melirik Gael yang ternyata tengah menghadap jendela itu membuatnya terkekeh dalam hati. Selalu, Gael dengan sikapnya yang diam-diam manja membuat Eric dengan senang hati menurutinya. Diraihnya tangan itu dan diselipkan jarinya hingga jemari mereka saling menggenggam.

Selama perjalanan itu, kedekatan mereka semakin terasa. Setiap tawa dan cerita yang dibagikan membuat mereka lebih mengenal satu sama lain. Meskipun belum ada status resmi, mereka menikmati setiap detik yang dilalui, menyadari bahwa kedekatan mereka cukup berarti bagi keduanya.

You and Me (FourthGemini)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang