CHAPTER-10

0 0 0
                                    

Akhirnya setelah waras aku menceritakan A-Z bagaimana aku bisa berada di kamarnya.

"Oh gitu, kenapa lu kagak ambil balik aja kamar lu? Kan tinggal bilang kalau kamar itu udah diambil alih sama lu." Saran Raja padaku. Cukup masuk akal tapi aku ini mental tempe dihadapan perempuan. Karena, bagaimanapun caraku melawan mereka, tak akan ada satupun yang berhasil karena mereka perempuan. Dan perempuan itu tak pernah salah.

"Percayalah padaku itu takkan berhasil. Maka dari itu aku mohon izinkan aku tidur di kamar ini. Aku tidak keberatan jika harus tidur di lantai atau apapun. Asalkan aku bisa tidur malam ini. Aku tak keberatan tidur di pojok dinding agar kau tak menyadari keberadaanku sama sekali. Tapi tolong biarkan aku tidur disini." Dengan panjang × lebar aku memohon padanya agar membiarkan aku beristirahat di kamar itu sebagai ganti dari kamarku yang diambil alih sebelumnya. Dengan kekuatan air mata aku memeluk kakinya sambil mengucapkan kata mohon berkali kali.

"Okeh okeh lu boleh disini. Lu gak perlu tidur di lantai. Pindahkan aja tempat tidur lu di kamar sebelumnya ke pojok kamar ini dengan bantuan pengawal. Gue akan membicarakan izinnya dengan penasihat. Astaga baru kali ini, gue liat lu sampe mohon mohon begitu jadi merinding jir." Tuturnya padaku. Tapi yang diucapkannya adalah kenyataan. Aku tak pernah mau menurut padanya sejak pertama kali aku kemari, dan ini adalah pertama kalinya aku meminta bantuan padanya.

Dan setelah itu karena beberapa hal aku menjadi pengawal bayangan Raja itu. Aku menjadi orang yang akan selalu mengikutinya kemanapun dia pergi (kecuali, kamar mandi). Hanya saja pelantikan itu bersifat pribadi hanya aku, Raja, dan penasihat yang mengetahuinya. Sebenarnya, ia tak keberatan jika harus mempublikasikannya. Hanya saja, itu merepotkan. Aku orangnya mageran dan tidak menyukai keramaian. Apalagi akan menimbulkan banyak tanda tanya kalau saja mereka tau.

"Red." Itulah nama panggilanku sekarang.

"Ya, raja?" Aku harus menjadi penurut atau aku harus angkat kaki dari kamarnya.

"Santai aja napa. Kaku amat lu jir." Ucapnya. Lah emang boleh?

"Yaudah napa manggil?" Leganya, menjadi kaku itu bukan sikapku. Duduk kembali ke karpet kamarnya sambil mengambil keripik kentang dan memakannya.

Tiba-tiba suasana tenang dan dia menoleh ke arahku. Bisu?

"Gue mau nyari ratu"

Aduh keselek.

UHUK UHUK UHUK.

"Ey tenang-tenang telen dulu." Ia menepuk-nepuk punggungku.

Eh bentar kalau dia ada ratu, aku gimana? Masa aku diusir dari kamar ini biar dia sama ratu bisa berduaan. Terus aku gimana? Diluar kedinginan dan terlupakan. Udah kuduga dia pasti gak betah ada aku disini.

"Semenyebalkan itu aku? Sampai lu mau ngusir segininya?" Tersakiti aku mas tega kamu. Air mataku kembali mengucur deras. Dia panik.

"Gak mau dibuanggg."

To be continued.

We've Never MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang