Armor

738 129 40
                                    

Langit di atas Konoha gelap, diliputi oleh asap dan cahaya dari lubang-lubang di kekkai yang mulai tampak seperti lapisan ozon yang terbakar. Asap itu meresap ke dalam atmosfir, seakan-akan menggambarkan betapa tegangnya situasi di bawahnya. Rasa cemas mulai melanda setiap shinobi yang berdiri di bawah lapisan kekkai itu, namun tak ada yang mengatakan sepatah kata pun. Mereka semua tahu, pertempuran ini akan menentukan nasib dunia ini.

“Senjata baru Kumogakure,” suara tenang Minato terdengar, pandangannya fokus pada lubang-lubang yang terbuka di kekkai. Serangan meriam chakra dari Kumogakure tampaknya semakin terfokus, membakar lapisan kekkai sedikit demi sedikit.

Sasuke mendengus pelan, sudah mengkalkulasi hal ini dari awal. “Cepat atau lambat, hal seperti ini pasti terjadi,” gumamnya pada diri sendiri. Pertahanan tak akan bertahan selamanya. Mereka harus bergerak, harus menghentikan Momoshiki dan Kumogakure di sumbernya, atau semua akan hancur.

Situasi di medan tempur semakin memanas. Sasuke dapat melihat wajah-wajah tegang dari shinobi Konoha di sekitarnya, banyak dari mereka berusaha keras menutupi kecemasan yang jelas terlihat di mata mereka.

"Penduduk sipil sudah diamankan di persembunyian," salah satu shinobi melaporkan dengan suara keras. Meski pernyataan itu memberi kelegaan bagi sebagian, Sasuke tahu bahwa ini belum berakhir.

Di kejauhan, di atas bukit yang menjulang di belakang desa, Sasuke melihat tiga siluet besar yang membuat darahnya berdesir. Seekor ular raksasa, katak, dan siput—tiga hewan legendaris yang mewakili tiga Sannin terkuat yang pernah ada. Orochimaru berdiri di atas kepala Manda, ular besar yang mengerikan, sementara Tsunade berdiri teguh di atas kepala Katsuyu, dan Jiraiya di atas kepala Gamabunta. Sasuke bisa melihat kilauan tekad di mata mereka, siap melawan pasukan Kumogakure dan Momoshiki.

Suara ledakan chakra yang teredam terdengar dari kejauhan, memperingatkan bahwa pertempuran besar semakin mendekat. Namun di tengah gemuruh, Sasuke merasakan sesuatu yang berbeda—sentuhan lembut di tangannya. Ia menoleh dan melihat Hinata berdiri di sampingnya, menggenggam tangannya dengan penuh keyakinan. “Semua akan segera berakhir dengan baik, Sasuke-kun,” katanya dengan lembut.

Sasuke mengangguk, tanpa berkata-kata. Ia merasa sedikit terhibur, meski rasa khawatir tetap menyelimuti hatinya. Tanpa sadar, ia menarik Hinata lebih dekat, merangkul tubuhnya dengan lembut. Ia berbisik, “Jaga Raiki dan Kai. Anggap mereka seperti anak-anakmu sendiri.”

Hinata mengangguk dalam, pandangannya dipenuhi tekad. “Tentu saja, aku akan melindungi mereka... sampai tetes darah terakhir.”

Sasuke melepaskan Hinata perlahan, pandangannya kemudian beralih pada Naruto yang kini dikelilingi oleh aura oranye yang membara, tanda chakra Kurama yang mengalir dalam dirinya. Naruto mengangguk pada Sasuke, dan tanpa perlu bicara, mereka berdua sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Naruto memusatkan kekuatannya, chakra oranye yang memancar darinya mulai menyebar ke seluruh medan pertempuran. Setiap shinobi, mulai dari yang terlemah hingga yang terkuat, merasakan gelombang energi luar biasa mengisi tubuh mereka. Bahkan Itachi, yang berdiri di kejauhan, kini terselimuti chakra oranye, membuat tubuhnya tampak seperti bayangan hitam yang diselimuti api.

Sasuke mempersiapkan diri, tetapi sebuah sentuhan di bahunya menghentikannya. Ia menoleh dan melihat Fugaku dan Mikoto Uchiha berdiri di hadapannya, tatapan mereka lembut namun penuh dengan rasa bangga. Sasuke berdiri membeku sejenak, dan sebelum ia menyadari apa yang terjadi, ia sudah berada dalam pelukan kedua orang tuanya. Mikoto membisikkan kata-kata terima kasih berulang-ulang di telinganya, dan Sasuke merasakan hatinya bergetar hebat.

Di dunia ini, di mana ayah dan ibunya masih hidup, Sasuke merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Seakan-akan semua tragedi yang pernah ia alami di dunianya sendiri tak pernah terjadi. Seakan-akan ia tak pernah kehilangan apa pun. Dada Sasuke terasa penuh dengan emosi, dan ia merasakan sesuatu bangkit dalam dirinya—sebuah energi yang belum pernah ia rasakan.

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang