7.

2 0 0
                                    

Angin sepoi-sepoi bertiup ke arah wajah sosok pria dengan kemeja kotak-kotak dan celana hitam yang melekat di kakinya. Kini, pria itu tengah termenung dan duduk di sebuah taman yang memiliki beberapa bangku panjang. Disana lah, pria itu meratapi nasib sambil termenung melihat ke jalanan.

Di sampingnya, masih ada box kue bolu rasa mangga kesukaan Nesya yang sengaja ia beli untuk anaknya. Namun, kedatangan Alva ke rumah mantan istrinya malah mengganggu. Di tambah, Ibunda Nesya juga sedang tidak di rumah.

Kepergian Alva selama ini tidak membawakan penyesalan berat bagi Alva. Namun, rasa rindunya terhadap Aban, Syarul, dan Nesya, sangatlah besar. Ia merasa malu sudah meninggalkan keluarga itu tanpa topangan di bahu Nesya maupun mantan istrinya.

Alva juga tidak tau bagaimana perjuangan Nesya selama ini yang ikut membantu sang Bunda membesarkan Aban dan Syarul. Apakah anak itu masih bisa makan yang cukup dengan vitamin yang sudah ia makan sejak kecil?

Bahkan, Alva sudah tidak tau bahwa keluarga lamanya sudah lebih bahagia dari sebelumnya. Tanpa seorang Ayah, artinya bukan hancur. Tanpa seorang Ayah, Aban, Syarul, dan Nesya masih bisa melanjutkan hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Mereka lebih sering menabung, lebih sering berhemat, tidak seperti hari-hari yang pernah mereka lalui bersama sang Ayah. Ia lebih memilih tamak akan segala hal dan tidak menyisakan sedikit uang untuk di masa depan.

Tak ingin menangis, Alva berjalan meninggalkan taman dan memilih pulang ke rumahnya yang baru. Sepertinya, cara apapun tidak akan berhasil membuatnya masuk kembali ke dalam rumah yang dulu ia sebut sebagai rumahnya juga.

✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚
Dalam ruangan yang di penuhi oleh para mahasiswa baru, membuat Zikri kebingungan untuk melihat ke sekitar. Bagian yang mana yang seharusnya ia lihat?

Di sisi lain, Zikri kehilangan Ilham. Ia duduk di dekat dua orang yang tak ia kenali. Sebenarnya, ada hawa sedikit canggung di sekitarannya. Namun, Zikri tetap tenang.

Seusai acara itu selesai, Zikri keluar dari aula menuju ke parkiran. Baru sampai di parkiran, kakinya berhenti melangkah. Tiba-tiba saja pemikirannya teringat akan sesuatu. Sejenak, ia termenung sambil memandang ke bawah.

Tak lama kemudian, Zikri berbalik badan dan berjalan ke arah kantin. Zikri pikir, mungkin saja disana ada Ilham yang tengah makan disana.

Dan benar, pria itu tengah makan bersama orang yang tidak Zikri kenali. Ia berjalan perlahan untuk menemui Ilham di tempat duduknya.

"Ham." Panggil Zikri.

"Eh, Zik." Ilham yang tengah berbicara sambil mengunyah ayam geprek, memandang sejenak ke arah Zikri yang baru saja tiba.

"Makan?" Tawar Ilham pada Zikri.

Zikri lebih dulu memutar bola matanya malas melihat Ilham.

"Lo kemana aja sih? Tumben gak ajak gue makan ke kantin?"

"Sorry, Zik. Gue punya temen baru. Ini namanya Zidan."

Ilham menunjuk teman di sampingnya yang tengah makan nasi goreng di dekat Ilham.

"Berasa di selingkuhin gue sama lu, Ham."

"Artinya lo udah tiga kali di selingkuhin."

Zikri menatap Ilham tak percaya sebab omongannya barusan. Matanya melotot dan Ilham hanya menciut merasa bersalah akan perkataannya barusan.

"Zidan." Agar suasana dapat cair, Zidan lebih dulu memberikan tangannya untuk Zikri, supaya mereka bisa lebih dekat.

"Zikri." Pria itu membuang muka masamnya dan berjabatan tangan dengan Zidan.

friend to loverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang