08. Angin dan Es

10 7 0
                                    

[ selamat membaca dan jangan lupa dukungannya! terimakasih~ ]



Thia tidak bisa tertidur malam ini, padahal ada Aloria disampingnya. Mereka tertidur di kamar Kakek Raden, sementara Kakek Raden memutuskan untuk tidur diruang tamu. 

Thia berbalik kesana kemari mencari posisi ternyaman, tapi sia-sia, ia tidak bisa tertidur meski  kepalanya telah tertutup oleh bantal sekalipun. Thia terduduk, memegang kedua kepalanya yang terasa sakit, sejauh ini ia tidak memiliki riwayat penyakit insomnia, akan tetapi kenapa dirinya susah sekali untuk tertidur.

Thia memperhatikan Aloria yang sangat nyenyak tidurnya, sepertinya kelelahan, bahkan seluruh tubuh gadis itu tertutup oleh selimut tebal.

Gadis berambut panjang itu memutuskan untuk turun dari kasur, dan berjalan keluar dari kamar tanpa menimbulkan suara. Suasana ketika Thia keluar dari kamar, sangatlah dingin, saat ia menoleh kebeberapa jendela, celah-celah jendela kayu itu terlihat berkilau, seperti terpancar cahaya dari luar. Kaki telanjang Thia terbawa untuk mendekat kearah jendela kayu tersebut, kemudian membukanya lebar-lebar.

Pemandangan indah lagi-lagi dapat Thia saksikan, garis-garis aurora yang berkilauan dilangit malam adalah alasan kenapa celah-celah jendela itu seperti terkena sinar dari luar. Angin yang berhembus menerbangkan rambut panjang Thia, udara dingin ini seolah tidak membuat Thia kedinginan, meski hanya mengenakan daster tidur peradaban.

'swing!

"Hah?!" Thia memekik kaget, sebuah kain selendang yang cukup tebal berwarna ungu gelap, dengan ukiran berwarna kuning seperti bintang, terbang hingga menampar wajah Thia.

Thia memperhatikan sekitar yang sepi, hanya ada padang rumput luas yang menari-nari terhembuskan oleh angin. Tidak ada seorang pun disana.

"Thia?" 

Gadis yang terpanggil menoleh kearah dalam rumah Kakek Raden, melihat si pemilik rumah seperti baru saja dari luar, kini menatap Thia dengan heran. "Kenapa belum tidur? Ada banyak kegiatan yang harus kalian lakukan besok."

Kakek Raden nampak berjalan menuju perapian, menyalakan api disana untuk menghangatkan ruangan. Thia dengan segera menutup jendela kayu itu kembali, kemudian menyampirkan kain itu ke punggungnya dan berjalan menuju Kakek Raden.

"Angin meniupkan syal ini kewajahku," adu Thia sembari memperhatikan syal yang tersampir di punggungnya.

Kakek Raden yang terlihat tertarik pun memperhatikan Thia, kemudian ia tatap syal kain bewarna ungu dengan ukiran kuning yang terlihat seperti bintang. Tidak asing sekali syal itu, akan tetapi Kakek Raden memilih diam dan mengambil sebuah buku besar yang berada diatas perapian.

Buku itu bersampul coklat, yang ketika Kakek Raden buka, sebuah kertas terlihat terjatuh kelantai. Thia mengambilkan kertas yang terlipat kecil itu, sementara Kakek Raden nampak membaca sekilas buku tersebut.

Thia nampak terkesima melihat isi dari kertas yang ia buka, isinya adalah sebuah peta dengan judul 'Peradaban Timur Poseidon'. "Ini apa, Kek?" tanya Thia penasaran.

Atensi Kakek Raden kembali beralih kepada Thia, tapi tidak ada niatan untuk merebut kertas itu, seolah semunya bukanlah sebuah rahasia.

"Simpan itu, mungkin kamu akan membutuhkannya nanti," balas Kakek Raden yang kemudian menutup buku besar bersampul kulit tersebut, ia mengembalikannya keatas perapian, kemudian menatap Thia yang ternyata juga sudah menatapnya.

"Buku apa itu, Kek?" tanya Thia yang lagi-lagi penasaran.

Kakek Raden terlihat terdiam sejenak. Menatap kearah perapian dengan seksama. Thia terbawa untuk menatap kearah perapian itu juga, memandang api yang seolah ingin bercerita. Thia pernah membaca ini disalah satu buku yang ia pinjam, disaat sebuah musik mengalun, api tersebut akan membuat sebuah ukiran sesuai dengan cerita yang hendak dilontarkan.

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang