[ selamat membaca, jangan lupa dukungannya! terimakasih~ ]
"Faelan?"
Ya, benar bahwa sosok yang berlari kearah Thia adalah Faelan. Di bawah sinar matahari yang mulai redup ini Faelan terlihat kelelahan, wajahnya gusar, seolah senang bertemu dengan Thia. Thia sama bingungnya melihat penampilan Faelan untuk sekarang ini.
"Aku nggak nyangka bakal ketemu kamu disini, Marethia, syukurlah," ujar Faelan dengan wajah gusarnya yang sangat ketaran sekali.
"Kenapa kamu bisa ada disini, Faelan?" tanya Thia dengan kebingungan yang masih melandanya. Namun sepertinya bukan hanya dirinya yang bingung sekarang ini.
"Kamu nggak bakal percaya, terakhir aku tidur setelah bikin proposal lomba futsal nasional, tapi setelah bangun, bukan kamar ku yang aku lihat, tapi padang rumput yang luas ini," jelas Faelan jujur tanpa terbata. Persis seperti Thia yang tiba-tiba terbangun di sebuah hutan belantara, hanya saja, Faelan lebih efektif dan tidak berbahaya. Thia jadi merasa iri.
"Aku udah berusaha tanya sama orang orang di sekitar sini, tapi jawaban mereka malah bikin aku tambah bingung," gerutu Faelan, untuk pertama kalinya pula Thia melihat Faelan menggerutu kepadanya, sangat lucu.
"Aku juga udah berusaha tanya sama orang orang diskitar sini, aku baru aja masuk kedalam wilayah ini, jadi kayaknya kamu lebih tahu banyak dibanding aku," jelas Thia dengan jujur, ini adalah kesekian kalinya ia berbincang dengan Faelan. Namun entahlah sema terasa berbeda.
Faelan terdiam sejenak, memperhatikan penampilan mengenaskan Thia. Mulai dari pakaian compang-campinya, wajah yang seperti baru saja mendapatkan musibah besar. Dan, sepertinya Faelan sidikit kaget melihat penampakan kaki Thia yan sedikit terluka, tidak sedikit, bisa dibilang banyak juga.
"Seperti yang kamu lihat sekarang ini. Aku terbangun dengan keadaan seperti ini, tepat dihutan belantara," jelas Thia.
"Hutan belantara?!" pekik Faelan seikit tidak percaya, ternyata ada yang lebih buruk daripada dirinya. Dirinya patut bersyukur setelah ini.
"Kalau gitu, ayo cari ssuatu atau seseorang yang setidaknya bisa membantu kita setelah ini," ajak Faelan.
"Aku tahu dimana kita bisa menerima bantuan, ayo ikut aku!" ajak Thia dengan semangat, ia berjalan mendahului Faelan yang sedikit termenung oleh sikap Thia. Jujur saja, ia belum terlalu dekat dengan Thia, hubungan mereka hanya sebatas teman sekelas saja, tidak lebih. Faelan pikir, Thia dan juga teman sebangkumya, yakni Aloria, adalah gadis gadis introvert di kelas.
Cahaya lampu malam hari ini adalah yang menemani mereka, terlihat sangat indah, apalagi saat mereka berdua sampai di sebuah pohon beringin yang alih-alih menyeramkan. Pohon beringin itu dipenuhi sebuah lampu gantung yang menawan dan memberikan kesan cantik. Thia memilih berhenti sejenak untuk membasuh wajahnya di danau kecil yamg tak jauh dari pohon beringin tersebut. Cahaya lampu gantung pada pohon beringin itu berkilau di air danau, membuat suasana menjadi lebih hangat dari sebelumnya.
"Aku belum pernah lihat angsa, jujur," adu Faelan kepada Thia, cowok itu berjongkok disamping Thia yang baru saja selesai membsuh wajahnya. Netra keduanya kemudian terfokus pada dua angsa yang berendam di danau kecil itu. Warna mereka yang putih menawan menambah kesan cantik pada danau itu. Bukan hanya suasana yang hangat, tetapi pemandangan didepan mereka sangatlah menakjupkan. Sedaritadi memang seperti itu. Mulai dengan hamparan padang rumput yang luas, istana megah dengan gunung es dibelakangnya.
"Kamu sempat berpikir nggak, kalau kita nggak lagi didunia kita sekarang?" tanya Faelan spontan, Thia yang mendengarnya sontak menoleh sejenak, kemudian mengalihkan pandangannya lagi kearah danau. Memang benar jika Thia sempat berfikir bahwa dirinya sedang tidak berada di wilayahnya, atau mungkin bisa disebut dengan dunianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
خيال (فانتازيا)[ PERINGATAN! ] Cerita ini akan membawa anda ke dalam perjalanan yang menakjubkan dari dunia fantasi yang indah. Namun, bersiaplah untuk menghadapi kenyataan yang keras dan petualangan yang penuh rintangan. Pastikan bahwa anda siap untuk menyelami d...